Adu Domba di Masa Yang Akan Datang

0

Ilustrasi keamanan siber. Foto: Pixabay

Estonia adalah negara yang terletak paling utara dari tiga negara di kawasan Baltik, serta memiliki hubungan linguistik dengan Finlandia. Sejak mendapatkan kemerdekaan penuh karena runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Estonia telah menjadi salah satu anggota Uni Eropa bagian timur yang paling maju secara ekonomi.

Namun pada April 2007, Estonia memutuskan untuk memindahkan monumen patung Bronze Soldier tentara Soviet dari pusat ibu kota Tallinn. Pada hari itu juga masyarakat Estonia mengetahui bahwa mereka tidak dapat mengakses internet mereka. Bahkan server parlemen, kementerian, bank, dan media Estonia pun tidak bisa diakses oleh Pemerintah Estonia sendiri. Serangan ini membuat sebagian sistem pemerintahan lumpuh. Estonia menyangkal adanya Cyber Sabotage yang dirancang dari Rusia. Kendati demikian, diperkirakan asal muasal adanya Cyber Sabotage karena adanya pertikaian yang mempermasalahkan sebuah tugu peringatan tentara dari zaman Uni Soviet tersebut (DW, 2010).

Ternyata perbuatan pemerintah Estonia yang memutuskan untuk memindahkan Bronze Soldier dari pusat Tallinn ke pemakaman militer di pinggiran kota menimbulkan pertengkaran yang memicu serangan dunia maya. Keputusan pemindahan patung tersebut juga menimbulkan kemarahan di media berbahasa Rusia. Warga Estonia yang masih menggunakan bahasa Rusia dalam kehidupan sehari-hari pun turun ke jalan. Protes diperparah oleh laporan berita palsu yang mengklaim bahwa patung dan kuburan perang Soviet sedang dihancurkan.

Sejak pemindahan itu, selain terjadinya demo besar besaran, Estonia juga dilanda serangan dunia maya yang berlangsung berminggu-minggu. Layanan daring Bank Estonia, media cetak, dan badan pemerintah dihancurkan oleh serangan lalu lintas internet, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gelombang besar spam dikirim oleh bot dan sejumlah permintaan online otomatis membanjiri server layanan publik di Estonia. Hasilnya warga Estonia yang menggunakan mesin ATM dan layanan perbankan daring tidak dapat melakukan transaksi, pegawai pemerintah tidak dapat berkomunikasi satu sama lain melalui email, dan surat kabar serta penyiar tiba-tiba menyadari bahwa mereka tidak dapat menyampaikan berita.

Salah satu jurnalis surat kabar nasional Estonia, Lisa Past, mengatakan bagaimana jurnalis tiba-tiba tidak dapat mengunggah artikel untuk dicetak tepat waktu. Ia yang kini menjadi pakar pertahanan dunia maya di Otoritas Sistem Informasi Estonia mengatakan, “agresi dunia maya sangat berbeda dengan perang kinetik.” Ia pun melanjutkan, “ini memungkinkan anda untuk menciptakan kebingungan, walaupun serangan ini tetap jauh lebih aman daripada serangan bersenjata. Serangan semacam itu tidak spesifik untuk ketegangan antara Barat dan Rusia. Semua masyarakat modern rentan terkena serangan ini.”

Serangan Bronze Soldier ini mungkin merupakan serangan dunia maya pertama dalam sejarah yang didukung negara terhadap negara lain. Kerugian yang dialami Estonia sangatlah besar. Estonia Hansabank, melaporkan bahwa mereka kehilangan setidaknya US$ 1 juta karena serangan itu. Serangan DDoS menutup komunikasi via surel, mengganggu transaksi bisnis, dan aktivitas ekonomi. Pemerintah Rusia juga membekukan sementara hubungan diplomatik dengan Estonia, akses pengiriman bahan baku kedua negara terputus, dan mengakibatkan terhambatnya kegiatan ekonomi.

Respon Estonia pasca peristiwa serangan siber 2007 adalah dengan melakukan peningkatan komitmen melalui aliansi dengan NATO dan Uni Eropa dalam membendung ancaman yang ada. Peningkatan pertahanan serta kapabilitas militer di Estonia juga dilakukan, yang dibuktikan dengan diberikannya peningkatan anggaran pertahanan setiap tahunnya, penguatan pertahanan siber, serta pendekatan-pendekatan non konvensional lainnya. Estonia juga telah mengembangkan rencana serta strategi nasionalnya sendiri untuk melawan kejahatan dunia maya, dan sekarang NATO telah menunjuk Estonia menjadi tuan rumah dalam program Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCDCOE), yang terletak di Estonia’s Training and Development Centre of the Defense Forces Communication and Information Systems (Sari, 2019).

Sejak kejadian di Estonia ini, perang dunia maya tampaknya justru semakin marak terjadi di seluruh dunia, termasuk dalam perang Rusia dengan Georgia pada 2008, dan di Ukraina. Serangan Siber telah menjadi cara yang sangat berbahaya karena dapat mengganggu keamanan masyarakat. Serangan siber pun menjadi salah satu alat yang paling ampuh untuk menguasai suatu negara dan suatu kelompok masyarakat, tak terkecuali untuk melakukan adu domba antar masyarakat dengan hoaks serta propaganda di setiap pemilihan umum yang sering terjadi belakangan ini. 

Berkaitan dengan serangan siber, Pemerintah Tiongkok juga dituduh menggunakan kemampuan dunia maya untuk mencuri data sensitif, kekayaan intelektual, dan data pribadi dari pemerintah AS dan bisnis AS. Pada Mei 2020, FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri memperingatkan tentang upaya Republik Rakyat Tiongkok untuk membahayakan penelitian medis terhadap vaksin COVID-19. RRT melengkapi operasi dunia maya tersebut dengan melakukan upaya mengaburkan narasi internasional tentang aktivitas mereka.

Rusia juga diduga telah menggunakan dunia maya untuk spionase dan pencurian serta untuk mengganggu infrastruktur AS sambil berusaha mengikis kepercayaan pada proses demokrasi bangsa. Iran dituduh melakukan kampanye pengaruh daring, upaya spionase, dan serangan langsung terhadap pemerintah dan sektor industri. Korea Utara juga masuk ke dalam daftar, dengan tuduhan meretas jaringan keuangan internasional dan pertukaran mata uang kripto untuk menghasilkan pendapatan yang mendanai kegiatan pengembangan senjatanya. Organisasi ekstremis brutal diyakini telah menggunakan internet untuk merekrut teroris, mengumpulkan dana, mengarahkan serangan kekerasan, dan menyebarkan propaganda yang mengerikan. Perang dunia maya juga digunakan ISIS dalam melakukan propaganda dengan menyebarkan pesan mereka di Twitter, YouTube, dan situs web mereka sendiri (Foreign Affairs, 2020).

Saat ini, Estonia telah menjadi percontohan pertahanan digital di seluruh dunia karena kini mereka memiliki cadangan data dan sistem data pemerintahan yang sengaja diletakkan di luar Estonia. Disimpan di sistem cloud yang mereka sebut sebagai “Cyber Embassy“. Di era globalisasi ini semakin banyak orang yang berinteraksi di dunia maya dan juga mempunyai musuh di dunia maya, yang akan semakin meningkatkan resiko mulai dari peretasan hingga menimbulkan perang. Saat ini Indonesia justru jauh tertinggal dan sangat terlambat untuk mempunyai sistem “Cyber Embassy” seperti Estonia. Dengan penduduk 270 juta jiwa, Indonesia sangatlah rentan dari ancaman siber. Apalagi jika dibandingkan dengan Tiongkok, Amerika Serikat, dan Rusia, negara-negara tersebut bahkan sudah mempersiapkan serta membuat peraturan tentang Cyberspace & Digital Diplomacy. Jika tidak ingin semakin tertinggal dan membahayakan kedaulatan negara Indonesia, Pemerintah setidaknya harus segera memasukkan kurikulum keamanan siber di sekolah dan universitas sehingga menimbulkan kesadaran dalam masyarakat dan dapat melakukan antisipasi terhadap serangan siber yang bisa terjadi kapan saja.

Referensi

Damien McGuinness. (2017,27 April). How a cyber attack transformed Estonia. BBC News. https://www.bbc.com/news/39655415 

DW. (2010,02 Juli). Estonia Menjadi Pusat Pertahanan Cyber NATO. DW Indonesia. https://www.dw.com/id/estonia-menjadi-pusat-pertahanan-siber-nato/a-5756033 

Foreign Affairs. (2020,25 Agustus). How to Compete in Cyberspace. Foreign Affairs. https://www.foreignaffairs.com/articles/united-states/2020-08-25/sibersecurity 

Sari, Dyah Lupita.(2019). Ancaman Strategi Hybrid Warfare Rusia: Sebuah Persepsi Dan Manifestasi Kebijakan Estonia, Review of International Relations, 1(1). Hlm, 31-56

Hendra adalah mahasiswa Business Law Univertsity dan merupakan pendengar setia Podcast Bebas Aktif.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *