Diplomasi Supply Chain Agrikultur ASEAN-Jepang dan Ekonomi Pasca-Pandemi
Pandemi COVID-19 tidak lagi menjadi masalah kesehatan, tetapi memengaruhi semua ekonomi di dunia dalam skala yang jauh lebih besar. Perkiraan menunjukkan bahwa COVID-19 dapat merugikan dunia lebih dari $10 triliun (Ahmed et al., 2020). Berdasarkan hasil penelitian Gregorioa dan Ancog (2020), penyebaran COVID-19 sangat signifikan berdampak pada perekonomian di Asia Tenggara, terutama terhadap pangsa PDB dari pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam total PDB yang relatif tinggi di Asia Tenggara. Beberapa negara yang sesuai dengan kriteria tersebut seperti Kamboja (20%), Laos (15%), Timor-Leste (13%), dan juga Indonesia (13%).
Berkurangnya tenaga kerja pertanian karena COVID-19 dapat diterjemahkan menjadi pengurangan pangsa pertanian dalam total PDB negara-negara Asia Tenggara. Secara keseluruhan, diperkirakan 1,4% penurunan PDB (USD 3.76 miliar) bisa dirasakan oleh seluruh negara Asia Tenggara (Tabel 1). Pembatasan mobilitas akibat penerapan lockdown telah mengurangi jumlah pekerja pertanian, yang akan menyebabkan penurunan produksi pertanian secara keseluruhan. Hampir semua negara Asia Tenggara, kecuali Brunei, merasakan lebih dari 1% penurunan pangsa pertanian terhadap total PDB (Gregorioa dan Ancog, 2020).
Menurut Suzuki (2020), dalam beberapa tahun ke depan, tidak ada kawasan yang lebih penting bagi perdamaian dan kemakmuran global selain Indo-Pasifik, yang memiliki lebih banyak hotspot geopolitik, kekuatan baru, kemitraan politik dan ekonomi yang tumpang tindih, dan risiko konflik dibandingkan dengan yang lainnya. Laut Asia Timur, terutama Korea Utara dan Laut Tiongkok Timur, terus menjadi pusat risiko keamanan di kawasan itu. Meskipun Asia Tenggara adalah mesin pertumbuhan ekonomi regional dan global, perselisihan mengenai perbatasan Laut Tiongkok Selatan juga mengancam stabilitas kawasan. Perluasan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok juga meningkatkan kepentingan geopolitik Samudra Hindia dan Selat Malaka sebagai jalur laut untuk perekonomian global. Dari perspektif keamanan, dengan semakin panasnya persaingan strategis antara Tiongkok dan Amerika Serikat, ada harapan yang berkembang di kawasan Indo-Pasifik bahwa, selain dua pemain utama ini, negara-negara kekuatan menengah, seperti Jepang berperan berperan lebih aktif untuk memastikan stabilitas.
Salah satu kunci utama dalam memahami saling ketergantungan yakni melalui Global Value Chain (GVC). Hal tersebut juga dapat dilihat dari fakta bahwa ASEAN memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam rantai nilai global di bidang perdagangan, seperti Trans Pacific Partnership (TPP), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Asia Pacific Economic Cooperation (ASEAN-Japan Centre, 2019). Industri primer adalah sektor yang tidak banyak terintegrasi dalam GVC. Ekspor industri primer, seperti pertanian, masih didominasi oleh aktivitas domestik (Purbantina & Hapsari, 2020). Padahal, pertanian harusnya dapat dijadikan salah sektor utama dalam GVC mengingat pandemi COVID-19 telah menyebabkan pembatasan mobilitas tenaga kerja dan transportasi input dan produk pertanian. Akibat perubahan pasar yang tidak terduga, harga pangan meningkat, dan pola konsumsi berubah (Gregorioa & Ancog, 2020).
Akibat gangguan ekonomi akibat pandemi COVID-19, banyak negara lebih sensitif terhadap risiko ketergantungan berlebihan pada Tiongkok dalam supply chain. Persoalan umum diantara negara-negara Indo-Pasifik adalah bagaimana merumuskan strategi menghadapi persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Terutama karena Tiongkok adalah mitra ekonomi penting mereka yang tidak bisa diabaikan. Berdasarkan riset Japan Foreign Trade Organization (JETRO), volume perdagangan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN terus meningkat, pada tahun 2018 mencapai 577.4 miliar dolar AS, meningkat sekitar 250% dibandingkan tahun 2008 (Gambar 2).
Keterkaitan antara setiap simpul dalam supply chain agrikultur Jepang-ASEAN sangat penting untuk memberikan respon yang komprehensif dan terintegrasi untuk memastikan ketahanan ekonomi pasca COVID-19. Tentu saja terkait diversifikasi rantai pasok di luar Tiongkok, Jepang diharapkan dapat melihat dengan baik rencana anggota ASEAN untuk bergabung dengan (TPP) atau untuk memulai diskusi ASEAN-Jepang yang berfokus pada investasi infrastruktur untuk memperkuat daya tarik ASEAN sebagai platform terintegrasi untuk rantai pasokan Indo-Pasifik (Arase, 2020). Untuk Asia Tenggara, outheast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA) telah menentukan unsur-unsur yang diperlukan untuk transformasi sistem pertanian menjadi sistem pangan yang dijabarkan dalam 11th five-year plan (2020-2025) (Gambar 3). Inti dari strategi SEARCA adalah untuk mendukung Akademik-Industri-Pemerintah (AIG) model ini sangat penting untuk mewujudkan interkoneksi antar node dalam supply chain, juga menekankan pada hubungan antara sistem pertanian pedesaan dan pola konsumsi perkotaan, dan sebaliknya (SEARCA, 2020).
Selain itu, meskipun sebagian besar upaya yang disebutkan di atas ditujukan untuk suatu negara, kebijakan yang mendukung perdagangan Asia Tenggara harus dirancang untuk secara bersamaan mendukung sistem pertanian yang produktif dan inklusif yang menjamin ketahanan pangan di kawasan tersebut. Pada tingkat saat ini, lebih banyak penelitian harus dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara prioritas perdagangan dan tujuan ketahanan pangan, terutama berdasarkan prinsip kerja sama ekonomi di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Paling tidak, upaya mendukung kapabilitas kolektif negara-negara Asia Tenggara harus meningkatkan produktivitas pertanian (Gregorioa & Ancog, 2020). Saat Jepang menjadi semakin aktif mencari cara untuk mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada ekonomi Tiongkok dan mempertahankan status quo dalam pemerintahan regional dan global, Jepang akan secara alami ingin memperkuat partisipasi dan kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN dengan mengembangkan program seperti SEARCA.
Dalam konteks persaingan yang semakin panas antara Tiongkok dan Amerika Serikat, terutama di antara kekuatan-kekuatan menengah, Jepang harus memainkan peran penting dalam membentuk fondasi stabilitas dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik. Peran Kepemimpinan Amerika Serikat masih sangat penting, tetapi keperluan jaringan kekuatan menengah juga mendesak. Jepang harus berperan sebagai koordinator dengan mendengarkan negara-negara Indo-Pasifik dan menggunakan institusi multilateral seperti ASEAN, sambil memperkuat aliansi dengan Amerika Serikat dan membangun koneksi dengan mitra yang berpikiran sama Australia dan India. Jepang diharapkan memimpin dalam merumuskan strategi yang fleksibel dan beradaptasi Memenuhi kebutuhan regional melalui serangkaian dialog multilateral dan bilateral (Suzuki, 2020).
Pernyataan Bersama Jepang-ASEAN yang mengacu pada KTT ASEAN+3 yang melibatkan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan untuk meningkatkan ketahanan suppply chain, memungkinkan Jepang untuk berperan aktif di dalamnya. Dalam memperkuat supply chain, Jepang seharusnya tidak hanya memprioritaskan keamanan dan “dukungan kembali”, tetapi juga harus mengambil tindakan mendukung keanekaragaman, saling melengkapi, dan transparansi. Terlebih, mekanisme koordinasi yang efektif antar negara perlu dianalisis untuk mengurangi perdagangan dan kerawanan pangan di tingkat nasional dan regional.
Referensi
Ahmed, F., Ahmed, N. E., Pissarides, C., & Stiglitz, J. (2020). Why inequality could spread COVID-19. The Lancet Public Health, 5(5), e240.
Arase, D. (2020). The COVID-19 Pandemic Complicates Japan-China Relations: Will This Benefit ASEAN?. ISEAS Perspective, No. 83.
ASEAN-Japan Centre. (2019). Global Value Chains in ASEAN: A Regional Perspective (Revised). Tokyo: ASEAN-Japan Centre.
Gregorioa, G. B., & Ancog, R. C. (2020). Assessing the impact of the COVID-19 pandemic on agricultural production in Southeast Asia: toward transformative change in agricultural food systems. Asian Journal of Agriculture and Development, 17(1362-2020-1097), 1-13.
Purbantina, A. P., & Hapsari, R. D. (2020). Diplomasi Kesehatan di Era Pandemik Global: Analisa Bantuan Penanganan COVID-19 dari Negara Jepang dan Korea Selatan ke Indonesia. Global & Policy, 8(01).
SEARCA. (2020). SEARCA 11th Five-Year Plan (2020-2025): Accelerating Transformation Through Agricultural Innovation (ATTAIN). Unpublished. Los Baños: SEARCA.
Suzuki, H. (2020). Japan’s Leadership Role in a Multipolar Indo-Pacific.
Vos, Rob, Will Martin, and David Laborde. (2020). How much will global poverty increase because of COVID-19?. IFPRI Blog: Research Post, 20 March 2020, International Food Policy Research Center (IFPRI).
Tulisan ini merupakan karya Kansa Dianti Putri, Mahasiswa Agroteknologi Universitas Padjajaran, yang Menjadi Juara I Kompetisi Esai FPCI Unpad.