Fakta mengenai Neo-Nazi di Ukraina dan Peran NATO dan AS dalam Perang Ukraina-Rusia

0

Foto: Twitter/Daniel Szeligowski

Invasi oleh Rusia terhadap Ukraina dilakukan atas nama membersihkan Ukraina dari golongan dan kelompok yang dilihat memiliki ideologi ekstrem. Vladimir Putin pada pidatonya pada tanggal 28 Februari 2022 menyatakan bahwa militer Rusia akan melakukan “operasi militer spesial” dengan tujuan membersihkan Ukraina dari elemen radikal dan juga melakukan demiliterisasi untuk melindungi masyarakat Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk yang terdampak genosida (RT News, 2022). Salah satu hal yang unik dari pidato tersebut adalah elemen radikal yang dimaksud oleh Putin. Putin menyatakan bahwa pemerintahan Ukraina telah diisi oleh elemen Neo-Nazi yang memiliki intensi agresif terhadap masyarakat Rusia dan untuk mencegah hal tersebut, Rusia “terpaksa” untuk melakukan “operasi militer spesial” terhadap Ukraina. Alasan Neo-Nazi dan persekusi terhadap masyarakat Rusia di Ukraina yang kemudian diangkat oleh media Pro-Rusia dan juga elemen masyarakat nasional dan global yang mendukung invasi Ukraina sebagai alasan untuk mengaburkan fakta bahwa Rusia telah melakukan invasi terhadap negara berdaulat dan membuat kedua aktor memiliki masalah yang sama-sama besar dan serius.

Tulisan ini merupakan tanggapan dan kritikan terhadap tulisan Farhan Syahreza yang berjudul Ukraina vs Rusia: Memperpanjang Daftar Kekacauan yang Diciptakan NATO di Kontekstual yang penulis lihat berusaha untuk memperkeruh fakta dan berusaha membesar-besarkan permasalahan yang dimiliki Ukraina dalam invasi Rusia terhadap Ukraina. Penulis secara tegas menyatakan bahwa invasi oleh suatu negara berdaulat terhadap negara lain merupakan aksi yang tidak dapat dibenarkan dengan tujuan apapun dan invasi yang dilakukan oleh Rusia merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Tulisan ini akan dibagi kedalam dua bagian. Bagian yang pertama akan membahas dan mengkritisi bagian Syahreza mengenai Neo-Nazi dan melalui fakta dan bukti-bukti akan berusaha menunjukkan bahwa permasalahan Neo-Nazi tidak sebesar apa yang Syahreza sebutkan. Bagian yang kedua sementara itu akan membahas mengenai penggambaran NATO dan Amerika Serikat oleh Syahreza yang tidak sesuai fakta.

Syahreza memulai dengan menyebutkan bahwa berbagai negara di dunia, terutama Israel dan negara barat telah melakukan aliansi dengan kelompok illiberal sebagai upaya untuk tetap di dalam kekuasaan. Syahreza juga menyebutkan bahwa Neo-Nazi di Ukraina memiliki kekuatan yang signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan salah satu pemimpin Partai Neo-Nazi (Social-National Assembly) memiliki posisi yang krusial di pemerintahan Ukraina. Selain itu, Syahreza juga membawa Azov Battalion, kelompok milisi yang telah menjadi bagian dari national guard Ukraina, sebagai bukti lebih lanjut mengenai maraknya Neo-Nazi di Ukraina. Kedua hal ini dalam kata-kata Syahreza “……fakta bahwa Neo-Nazi sebagai bagian dari kelompok penopang kekuasaan Zelensky bukanlah isapan jempol belaka, yang secara bersamaan juga secara bebas melakukan persekusi terhadap penduduk di Donbass.” Sebagai respons, penulis beropini bahwa tulisan Syahreza merupakan contoh pembesaran masalah dan merupakan contoh bagaimana kebencian terhadap barat dapat membuat seseorang menutup mata terhadap fakta-fakta Perang Rusia-Ukraina.

Penulis melihat bahwa Syahreza tidak mengikutsertakan fakta yang lebih tangible sebagai bukti bahwa partai Neo-Nazi dan sayap kanan jauh di Ukraina seperti Svoboda merupakan kelompok penopang kekuasaan Zelensky dan hanya memberikan opini dan penggambaran yang tidak sesuai fakta. Untuk melihat seberapa signifikannya Partai Neo-Nazi di pemerintahan Ukraina, penulis akan membawa data mengenai Parlemen Ukraina dan pemilihan umum tahun 2019. Partai Svoboda hanya memiliki 1 kursi dari 450 total kursi di Verkhovna Rada (Parlemen Unicameral Ukraina) dan hanya terpilih di 890 kursi di pemilihan lokal dari total 43 ribu total kursi. Svoboda dan partai sayap kanan jauh lainnya juga hanya memenangkan 2,3 persen dari total suara di pemilihan tahun 2019. Hal ini berbeda dengan partai sayap kanan jauh di negara barat seperti Alternative Fur Deutschland (AfD) di Jerman yang memiliki presensi di Bundestag dengan 81 kursi dari 736 dan 6 kursi di Parlemen Eropa.

Presensi dan signifikansi Svoboda juga kalah jauh dengan partai sayap kanan di Israel yang ikut dalam koalisi Benjamin Netanyahu walaupun perlu diinfokan bahwa sistem pemilihan di Israel mendorong terbentuknya koalisi dengan partai-partai kecil (Scheindlin, 2021). Untuk menjustifikasi argumennya Syahreza menambahkan bahwa “…eksistensi kelompok neo-Nazi dalam politik Ukraina merupakan fakta yang tidak dapat dikesampingkan…..” Namun menyesampingkan eksistensi bukan berarti kelompok tersebut merupakan kekuatan signifikan seperti apa yang Syahreza gambarkan.

Selanjutnya, mengenai Azov Battalion yang Syahreza sebutkan sebagai bukti infiltrasi Neo-Nazi terhadap militer Ukraina. Azov Battalion betul merupakan bagian dari national guard Ukraina, telah diintegrasikan di akhir tahun 2014 dan telah melakukan pelanggaran kemanusiaan yang tidak dapat dibenarkan di masa lalu dan mungkin masa kini. Penulis tidak memperdebatkan fakta tersebut. Namun Syahreza tidak menjelaskan bahwa Azov Battalion telah melakukan de-ideologisasi dan telah berubah menjadi unit militer reguler menurut Andreas Umland dari Stockholm Centre for Eastern European Studies (France24, 2022). Masyarakat bergabung kedalam Azov Battalion bukan karena pandangan Neo-Nazi namun karena reputasi Azov Battalion sebagai kelompok militer elit. Imej dari Azov Battalion juga terbantu oleh keberhasilan mereka melawan kelompok Pro-Rusia di Mariupol beberapa tahun yang lalu. Hal ini jauh dari penjelasan Syahreza yang menggambarkan Azov Battalion sebagai kelompok terroris yang melakukan aksi terror selama delapan tahun kebelakang. Azov Battalion pada saat ini merupakan unit milliter reguler yang memiliki pemahaman PR yang lebih baik dari unit militer Ukraina lainnya menurut Vyacheslav Likhachev, peneliti di ZMINA Centre for Human Rights di Kyiv (France24, 2022). Kedua penjelasan ini merupakan bukti bahwa permasalahan Neo-Nazi walaupun memiliki eksistensi di Ukraina, tidak seakut yang Syahreza gambarkan.

Mengenai peran NATO dalam konflik ini, Syahreza menggambarkan NATO mencaplok negara-negara Eropa Timur dan melanggar perjanjian yang mencegah ekspansi NATO ke negara tersebut. Hal yang perlu dijelaskan adalah tidak ada perjanjian tertulis apapun yang menghambat negara Eropa Timur dalam bergabung ke NATO. Satu-satu perjanjian yang sering dikutip sebagai bukti pelanggaran janji NATO adalah Treaty of Final Settlement with Respect to Germany di tahun 1991, namun perjanjian ini hanya mengatur mengenai presensi senjata nuklir di Jerman dan juga pelarangan militer NATO untuk memposisikan unit militer mereka di Jerman Timur, dua hal yang telah diikuti dan dilaksanakan oleh NATO. Selain itu, perlu disebutkan juga bahwa Negara Eropa Timur yang memulai diskusi bergabung dengan NATO karena melihat pakta pertahanan tersebut dapat menjamin keamanan negara mereka dari ancaman luar (Lasas, 2010).

Syahreza berikutnya juga menyamakan AS dengan NATO. Walaupun betul AS merupakan negara pendiri NATO dan memiliki presensi yang sangat signifikan, Syahreza dalam tulisannya menggambarkan NATO sebagai aktor pengikut yang hanya mampu mengikuti perintah AS dan tidak memiliki kepentingan, intensi dan juga permasalahan yang berbeda dari AS. Hal ini ditunjukkan dengan Syahreza menyamakan NATO dengan AS mengenai jual beli senjata di Yemen dan tidak mampu membedakan NATO dengan AS dalam berbagai konflik yang ia cantumkan.

Mengenai konflik di Yemen, data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) 87% dari senjata Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab datang dari AS dan Inggris (dua negara anggota NATO). Namun menyamakan kedua negara ini dengan keseluruhan NATO merupakan simplifikasi yang tidak jujur ketikaJerman sebagai negara anggota NATO telah melarang ekspor jual beli senjata ke Saudi Arabia di tahun 2020. Sementara itu negara NATO lainnya seperti Italia juga telah mengikuti langkah tersebut dan menghentikan transfer lebih dari 12.000 misil ke Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab (Riedel, 2021).

Mengenai Invasi Irak tahun 2003, perlu dijelaskan bahwa Prancis dan Jerman yang merupakan anggota NATO dengan kekuatan yang signifikan, mengkritik invasi AS ke Irak. NATO sendiri terpecah mengenai posisinya mengenai Invasi ke Irak dan dari 19 anggota NATO di tahun tersebut, hanya Polandia, Belanda, Inggris, Italia, dan Spanyol yang mengirimkan dukungan signifikan (NATO, 2015). Selain itu, Syahreza juga melupakan bahwa intervensi di Kosovo tahun 1999 merupakan upaya untuk mencegah kembali terjadinya ketidakstabilan di daratan Eropa seperti yang terjadi di Yugoslavia tahun 1992, bukan karena semakin percaya diri dalam pentas politik global (Webber, 2009).

Penulis tidak berargumen bahwa NATO merupakan aktor yang hanya mampu berbuat baik. Invasi yang dilakukan di Afghanistan tahun 2001 dan intervensi di Libya tahun 2011 merupakan contoh bagaimana NATO dapat meningkatkan intensitas konflik, bukan menyelesaikannya. Namun, menggambambarkan dan menyamakan AS dan NATO sebagai kekuatan yang tamak, imperial, angkuh atau sesuai kata Syahreza, “Fakta sejarah di mana AS dan aliansinya berperan besar menciptakan konflik di berbagai belahan dunia” merupakan simplikasi yang tidak jujur, bias, dan meremehkan serta merendahkan berbagai faktor yang membuat konflik dan perdamaian dapat terjadi. Simplifikasi ini bukan hanya membelokkan fakta, namun juga dapat menyebarkan misinformasi dan menumbuhkan kebencian terhadap salah satu pihak berdasarkan fakta-fakta yang tidak lengkap.

Sebagai penutup, menyalahkan NATO, Ukraina, negara barat, media barat, dan AS hanya mengakibatkan dampak yang kontraproduktif bagi diskusi kita terhadap Perang Ukraina-Rusia. Syahreza menyatakan bahwa “menaruh harapan kepada pemerintahan negara-negara Barat (imperialis) untuk menyelesaikan konflik Ukraina-Rusia adalah jalan buntu.” Namun hal yang perlu Syahreza sadari adalah tanpa adanya bantuan barat, maka Ukraina tidak akan mampu menghambat invasi yang dilakukan oleh Rusia sesukses sekarang. Tanpa bantuan persenjataan, amunisi, suplai serta bantuan non-militer lainnya, maka masyarakat Ukraina tidak akan mampu menunjukkan heroisme, semangat serta tekad melawan Rusia yang telah menginvasi tanah air mereka seberhasil saat ini. Tanpa adanya tekanan ekonomi dan sanksi dari Barat, maka tidak akan adanya insentif dan tekanan bagi Rusia untuk berunding dengan Ukraina. Tanpa adanya bantuan dari Barat, maka mungkin saja Rusia sudah berhasil menduduki Kyiv, menyelesaikan invasi mereka, menggullingkan pemerintahan Volodymyr Zelenskyy, dan meraih tujuan yang ingin mereka capai. Konflik antara Ukraina dan Rusia hanya dapat diselesaikan secara langsung oleh kedua negara, namun tanpa adanya tekanan serta bantuan dari negara luar maka hal yang pasti adalah konflik antara kedua negara ini akan jauh berbeda dari kondisi saat ini.

Referensi:

“Azov Regiment takes centre stage in Ukraine propaganda war” France24, 25 March 2022, https://www.france24.com/en/live-news/20220325-azov-regiment-takes-centre-stage-in-ukraine-propaganda-war

“Putin announces ‘special operation’ in Donbass” RT News, 24 Februari 2022, https://www.rt.com/Russia/550408-special-operation-putin-donbass/

“NATO and the 2003 campaign against Iraq (Archived).” NATO. 1 September 2015. https://www.nato.int/cps/en/natohq/topics_51977.htm.

Lasas, Ainius. European Union and NATO Expansion. New York: Palgrave Macmillan, 2010

Riedel, Bruce. “It’s time to stop US arms sales to Saudi Arabi.” Brookings. 4 Februari 2021. https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2021/02/04/its-time-to-stop-us-arms-sales-to-saudi-arabia/

Scheindlin, Dahlia. “Even if the Ceasefire Holds, the Far-Right Will Dominate Israel’s Future.” TIME, 21 May 2021, https://time.com/6050286/israel-ceasefire-far-right-politics/

Webber, Mark. “The Kosovo war: a recapitulation.” International Affairs, Volume 85, Issue 3, May 2009, Pages 447–459. https://doi.org/10.1111/j.1468-2346.2009.00807.x

Muhammad Rifqi Daneswara adalah alumni Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @mdaneswara

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *