Krisis Kathmandu: Perpecahan Pankomunisme dan Persaingan Beijing-New Delhi

0

Ilustrasi PM Bidhya dan PM Modi. Foto: Wikimedia Commons

Minggu (20/12) Nepal dihadapkan dengan krisis politik setelah Presiden Bidhya Devi Bhandari membubarkan parlemen serta mengumumkan pemilihan umum di tanggal 30 April dan 10 Mei tahun ini—lebih cepat setahun dari yang direncanakan—atas rekomendasi PM Khadga Prasad Sharma Oli. Kedua langkah ini berhasil memicu demonstrasi publik guna memulihkan identitas Nepal sebagai negara monarki dan negara Hindu sekaligus memperoleh pertentangan Partai Komunis Nepal (PKN) selaku partai utama pimpinan Mantan PM Pushpa Kamal Dahal “Prachanda” (Budhathoki, 2020; Shah, 2020). Secara efektif, Oli mengakhiri persatuan blok komunis PKN (Marxis-Leninis Bersatu) dengan PKN (Sentra Maois), disusul dengan peningkatan momentum untuk memprotes keputusan Bhandari serta menjerumuskan konstitusi Nepal yang masih berumur lima tahun dalam ketidakpastian.

Rekomendasi ini bukanlah tak berdasar, mengingat pengaruh Oli dapat dihambat dua faktor, yaitu perebutan kekuasaan secara historis dan perselisihan tak terelakkan dalam PKN. Meletusnya pemberontakan Maois pimpinan Prachanda di tahun 1996 memulai pembantaian, penculikan, dan perpindahan ribuan penduduk Nepal selama sepuluh tahun—mengakibatkan kematian sekitar 17.800 orang (Nepalnews, 2012). Kelompok Maois membenarkan kekerasan sebagai moda untuk menggulingkan Kerajaan Nepal dan mendirikan Republik Rakyat. Akan tetapi, kelompok Marxis-Leninis moderat mengecam penggunaan kekejaman berskala besar untuk mengakhiri sistem monarki. Pascapenandatanganan Kesepakatan Damai Komprehensif 2006, pemberontakan Maois berhasil dihentikan, dan Nepal memulai transisi pemerintahan menuju sistem republik parlementer (Central Intelligence Agency, n.d.).

Penunjukan Oli sebagai PM Nepal tidak luput dari dukungan partainya yang beraliran Marxis-Leninis serta partai bekas pemberontak Maois (Firstpost, 2020). Menjelang Pemilihan Umum 2017, PKN (Marxis-Leninis Bersatu) dan PKN (Sentra Maois) pimpinan Prachanda membentuk koalisi pankomunis yang kemudian menyapu bersih pemilihan umum parlemen, mengajukan Oli sebagai PM di bulan Februari 2018, serta melebur menjadi partai tunggal di bulan Mei 2018 (Central Intelligence Agency, n.d.). Setelah memenangkan 175 dari 275 kursi parlemen, Oli dan Prachanda menyepakati suatu mekanisme pembagian kekuasaan—yang keduanya akan memimpin PKN sebagai ketua bersama, dan masing-masing memegang posisi PM selama dua setengah tahun perperiode (Ranjana, 2020). Menyadari penuh pemecatannya segera terjadi, Oli malah mengambil langkah mengejutkan—atau langkah “sepihak dan tidak konstitusional” menurut oposisinya—dengan membubarkan parlemen.

Padahal, tindakan Oli adalah tindakan yang dapat diprediksi, mengingat kesepakatan Oli-Prachanda tidak pernah diikatkan secara legal di dalam PKN (Ranjana, 2020). Dalam 30 tahun terakhir terjadi perpindahan kekuasaan sebanyak 25 kali karena tak ada satupun dari 14 PM yang menuntaskan masa jabatan mereka selama lima tahun—termasuk pengunduran diri Oli dari masa jabatan pertamanya akibat penarikan dukungan Sentra Maois serta partai-partai lainnya di tengah blokade ekonomi India. Kesepakatan Oli-Prachanda merupakan mekanisme guna mengonsolidasikan dukungan koalisi sekaligus memutus siklus pengunduran diri, tetapi keengganan Oli untuk membawa perjanjian pembagian kekuasaan ini kepada Dewan Umum memunculkan dua kondisi domestik: (1) pelunturan dukungan kepada kebijakan Oli, serta (2) pembukaan kesempatan bagi Prachanda dan oposisi untuk memperoleh kekuasaan.

Di satu sisi, kesepakatan Oli-Prachanda yang tidak diratifikasi di dalam PKN menjadi sarana untuk meningkatkan pengaruh Oli, tetapi hal ini memecah belah basis dukungan yang diperlukan bagi kebijakan pemerintah. Prachanda menangani urusan dalam partai sedangkan Oli berfokus pada urusan pemerintahan dengan Pasal 76 (1) dan (7) serta Pasal 85 Konstitusi Nepal sebagai panduan pengambilan kebijakan, termasuk pembubaran parlemen (Shah, 2020; The Tribune, 2020). Berdasarkan Pasal 76 (1), presiden harus melakukan semua upaya untuk membentuk pemerintahan oleh pemimpin partai yang menguasai mayoritas, serta dipaparkan dalam Pasal 76 (7) bahwa parlemen sebagai perangkat pemerintahan dapat dibubarkan sesuai dengan rekomendasi PM. Meski Pasal 85 menyatakan bahwa masa jabatan parlemen adalah lima tahun kecuali dibubarkan lebih awal, secara eksplisit disampaikan bahwa Pasal 76 hanya berlaku apabila upaya yang dilakukan—misalnya, PM tak dapat diangkat dan/atau PM gagal mendapatkan mosi kepercayaan—tak memungkinkan pembentukan pemerintahan baru. Oleh karena itu, kedua pasal tersebut tidak dapat digunakan secara bersamaan sebagai basis untuk membubarkan parlemen di tengah jalan (Sharma & Subedi, 2020).

Selain itu, titik awal kritik terhadap pemerintahan Oli bukanlah pembubaran parlemen melainkan pengabaian tekanan, baik dari partainya sendiri maupun dari partai oposisi, untuk mundur dari jabatan PM sejak beberapa bulan terakhir. Alih-alih mengundurkan diri layaknya masa jabatan pertamanya, Oli menyampaikan keengganannya untuk mundur bulan November lalu dengan alasan bahwa pengunduran diri akan mendorong Kathmandu menuju kehancuran, dan sebagai gantinya dia menjanjikan stabilitas politik di tengah kegagalan untuk mengelola dampak pandemi—yang melanda ekonominya yang dependen pada sektor pariwisata—serta perpecahan intra-PKN (Budhathoki, 2020; The Himalayan Times, 2020). Janji ini selanjutnya dimanifestasikan melalui pengesahan Undang-Undang Dewan Konstitusi yang memudahkan penunjukan pejabat ke badan konstitusional, peradilan, serta misi luar negeri dengan kuorum yang baru—dari semula lima anggota menjadi tiga anggota (Businessworld, 2020). Khawatir dengan langkah terbaru Oli yang tak berkorelasi dengan janjinya, oposisi dan anggota Dewan Konstitusi memboikot rapat institusi ini, memukul mundur pengaruh Oli.

Di sisi lain, Prachanda melihat pengaruh Oli yang semakin meluntur sebagai peluang untuk memobilisasi dukungan intra-PKN dan memperoleh status, seperti yang dijanjikan di perjanjian pembagian kekuasaan, sebelum pemilihan umum selanjutnya. Para pemimpin PKN telah memulai konsultasi terpisah untuk merencanakan langkah-langkah selanjutnya, dan dua pertiga mayoritas partai ini merupakan bekas anggota Sentra Maois yang diketuai Prachanda. Selain memiliki basis dukungan yang cukup besar dalam badan-badan utama PKN—terutama dengan latar belakangnya sebagai pemimpin pemberontakan Maois yang berkomitmen dalam penerapan demokrasi di Nepal—Prachanda dinilai cakap untuk menduduki jabatan pemimpin partai (The Quint, 2020). Mewakili pihak partai, Prachanda mendesak Oli—yang bertindak tanpa proses konsultasi intra-PKN—untuk mundur, tetapi Oli menyadari kemungkinan mosi tidak percaya yang diajukan dari berbagai sisi sehingga ia membubarkan parlemen.

Pergolakan dalam pemerintahan bersayap kiri membangkitkan kesempatan bagi partai bersayap kanan guna mendukung demonstrasi promonarki dan menuntut pengembalian Nepal sebagai negara Hindu. Perlu dipahami bahwa Oli merupakan PM Nepal pertama yang terpilih pascapenerapan demokrasi, dan selama masa jabatannya dia merumuskan berbagai kebijakan yang menjauhkan Nepal dari India sebagai sekutu tradisionalnya. Sebelumnya, Oli menuai kontra pada masa jabatan pertamanya bahwa ia tidak memperhatikan tuntutan kaum Madhesi, sebuah kelompok etnis di bagian selatan yang berperan sebagai titik transit bagi komoditas dari India, mengenai konstitusi yang tidak mengakomodasi heterogenitas ras dan kepentingan politik di tengah krisis bahan bakar (Sharma, 2016). Menuduh India mencegah tanker bahan bakar melintasi perbatasan dan menyebabkan kekurangan bahan bakar, Oli mengamandemen konstitusi, tetapi tidak menarik status provinsi-provinsi federal Madhes, sekaligus mengambil pendirian anti-India hingga sekarang—tercermin dalam pembangunan hubungan diplomatik dengan Tiongkok dan perselisihan kartografis terkait kawasan Kalapani bulan Mei silam.

Dampak pendirian anti-India yang diambil pemerintahan Oli mendorong partai sayap kanan Rastriya Prajatantra, kelompok royalis, dan warga pro-monarki mengorganisasi unjuk rasa karena dinilai gagal mengendalikan pandemi, mengendalikan korupsi, serta menerapkan federalisme sesuai dengan janji kampanyenya (Budhathoki, 2020). Pemulihan identitas Nepal sebagai negara monarki dan negara Hindu dianggap lebih menguntungkan tidak hanya bagi masyarakat yang kepentingannya terabaikan, terutama selama pandemi, tetapi juga bagi India yang dikenal dengan ideologi Hindutva—menghendaki India sebagai negara Hindu. Menurut kelompok demonstran, penerapan ideologi Hindutva dapat mengembalikan kepercayaan New Delhi pada Kathmandu, yang selama masa pemerintahan Oli mendekatkan diri pada Beijing, dan memberikan keuntungan pragmatis yang lebih besar, khususnya stabilitas politik sebagai aspek yang didambakan Kathmandu sejak penerapan demokrasi di tahun 1990.

Dapat disimpulkan bahwa di tengah turbulensi politik Nepal muncul kesempatan bagi India dan Tiongkok, sebagai dua negara tetangga yang terjebak dengan rivalitas panas, untuk merentangkan pengaruh mereka ke Nepal. Di tengah upaya pengukuhan pengaruh Tiongkok terhadap pemerintahan Oli guna merumuskan kebijakan anti-India, Nepal terombang-ambing untuk menyeimbangkan perpecahan pankomunisme dengan persaingan Beijing-New Delhi yang kerap memanas. Pelunturan dukungan pada pemerintahan Oli yang datang dari berbagai arah—dari partainya sendiri, partai oposisi, publik, dan negara tetangga—menimbulkan tanda tanya besar bagi kelanjutan politik Nepal dan keterlibatan India. Setelah mengambil langkah hati-hati terhadap Nepal—terlepas dari kondisi geopolitik yang profitabel bagi ekonomi dan politik kedua negara—India berkesempatan untuk memberi dukungan pada pemerintahan dan rakyat Nepal saat pemimpin baru menaiki kursi kekuasaaan pascapemilihan umum.

Referensi

Budhathoki, A. (2020, Desember 2). Nepal nationwide protests to call for restoration of monarchy. Nikkei Asia. https://asia.nikkei.com/Politics/Nepal-nationwide-protests-to-call-for-restoration-of-monarchy

Businessworld. (2020, Desember 15). PM Oli introduces Constitutional Council ordinance after failing to meet quorum for convening meeting. Businessworld. http://www.businessworld.in/article/PM-Oli-introduces-Constitutional-Council-ordinance-after-failing-to-meet-quorum-for-convening-meeting/15-12-2020-354103/

Central Intelligence Agency. (n.d.). South Asia: Nepal—The World Factbook. CIA. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/np.html

Nepalnews. (2012, Juni 18). 17,800 people died during conflict period, says Ministry of Peace. ReliefWeb. https://reliefweb.int/report/nepal/17800-people-died-during-conflict-period-says-ministry-peace

Ranjana, E. (2020, Desember 21). Explained: Nepal Political Crisis and Why Parliament Was Dissolved. TheQuint. https://www.thequint.com/explainers/explained-why-nepal-paliament-was-dissolved-by-pm-kp-sharma-oli-what-happens-next

Shah, A. (2020, Desember 21). How India May React To Nepal Constitutional Row & What It’ll Mean. TheQuint. https://www.thequint.com/voices/opinion/nepal-prime-minister-dissolution-of-parliament-india-china-diplomacy

Sharma, B. (2016, Juli 24). Nepal’s Prime Minister, K. P. Sharma Oli, Resigns Ahead of a No-Confidence Vote. The New York Times. https://www.nytimes.com/2016/07/25/world/asia/nepal-prime-minister-resigns.html

Sharma, R., & Subedi, H. (2020, Desember 23). Nepal’s Constitution Is in Danger as Oli Moves Closer to Authoritarianism. The Wire. https://thewire.in/south-asia/nepal-kp-oli-parliament-dissolution-constitution

The Quint. (2020, Desember 25). Nepal SC Issues Notice to Govt Over Dissolution of Parliament. TheQuint. https://www.thequint.com/news/world/nepal-sc-issues-notice-to-government-over-dissolution-of-parliament

The Tribune. (2020, September 12). Nepal PM Oli, Prachanda strike power-sharing deal. Tribune India News Service. https://www.tribuneindia.com/news/world/nepal-pm-oli-prachanda-strike-power-sharing-deal-140188

Allysa Ramadhani adalah mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada dengan minat terhadap studi nonproliferasi, terorisme, serta politik Asia Selatan. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @allysarm

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *