Pentingnya Pendidikan untuk Anak Pengungsi di Indonesia

0

Pengungsi Rohingya sampai di Indonesia. Foto: Rahmad/Antara Foto

Data dari UNHCR Indonesia menyatakan bahwa terdapat sekurang-kurangnya 13.000 pengungsi internasional yang tercatat ada di Indonesia (Mixed Migration Centre, 2021). Pengungsi Internasional ini kebanyakan dari negara yang sekarang masih menghadapi kondisi peperangan atau kekacauan sehingga mendorong mereka untuk keluar dari negara asalnya untuk mencari penghidupan baru di negara lain. Mereka ada yang dari Afghanistan, Myanmar, Somalia, dan negara yang sedang mengalami konflik lainnya. Krisis kemanusiaan yang pengungsi rasakan di negara asalnya mengakibatkan hak asasi manusia yang dimiliki mereka hilang sehingga mereka kesulitan hanya untuk memenuhi standar hidupnya mereka. Jika berkaca pada kritik historis, faktor krisis kemanusiaan menjadi penyebab dari pengungsi untuk pergi ke negara lain dengan penghidupan dan kondisi yang lebih layak dan lebih sejahtera. Dengan meningkatnya banyak konflik di negara bagian ketiga, seperti di Afrika dan Asia Tengah, pengungsi terpaksa mengungsi ke negara yang relatif aman, dan kebanyakan untuk memilih tinggal di negara maju. Negara maju diyakini dapat memberikan penghidupan yang layak dan mampu untuk memberikan peluang bagi pengungsi untuk mengembangkan diri sebagai salah satu pemenuhan hak asasi manusia mereka.

Pengungsi memiliki hak asasi manusia di negara dimana ia bertempat untuk mengungsi yang sudah dijamin dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) serta Konvensi Jenewa 1951. Di dalam kedua dokumen tersebut, dijunjung tinggi hak pendidikan, akses terhadap keadilan, dan bekerja yang wajib dipenuhi sebagaimana kodrat manusia (UNHCR, 2011). Dalam Pasal 26 UDHR misalnya, negara-negara dimana pengungsi itu berlokasi menjamin edukasi bagi manusia dimana kemampuan edukasi dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan manusia. Manusia yang memiliki pendidikan yang baik memiliki kesempatan yang luas untuk melakukan usaha dalam memperbaiki taraf hidup mereka. Dalam pengertian lain, pendidikan menjadi penting untuk meningkatkan taraf hidup serta kondisi hidup yang lebih layak dan sejahtera. Namun, tidak semua idealisme pengungsi menjadi kenyataan, bahkan menemukan resistensi dan kenyataan pahit di tempat tempat mereka menetap.

Kembali berkaca ke permasalahan pengungsi di Indonesia, sejak awal Indonesia dianggap sebagai negara transit bagi pengungsi dari Afghanistan, Somalia, dan Myanmar untuk selanjutnya dipindahkan ke Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Namun, pada tahun 2013 di Australia sendiri, muncul gerakan serta kebijakan yang menutup keran bagi pengungsi internasional untuk singgah dan bertempat tinggal di Australia. Australia sendiri sejak tahun 1998-2013 sudah menampung kurang lebih sebanyak 55.000 pengungsi (Mixed Migration Centre, 2021). Akibatnya, Indonesia yang awalnya merupakan negara transit berubah menjadi negara singgah layaknya Australia, sehingga menyebabkan para pengungsi internasional banyak terkatung-katung tanpa kepastian di Indonesia (Mixed Migration Centre, 2021). Begitupula terhadap negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat. Pada rezim pemerintahan Donald Trump memperlihatkan kebijakan imigrasi yang ketat (Forbes, 2022). Sedangkan bagi Selandia Baru, pandangan Eurocentric yang kental terhadap kebijakan pengungsi mengakibatkan ketidakadilan dalam penerimaan pengungsi resettlement dari negara selain benua Eropa (Marlowe, 2022).

Indonesia sebagai negara singgah

Ditutupnya keran masuk pengungsi internasional ke Australia, menimbulkan dampak yang sangat problematis bagi Indonesia. Pasalnya, sebelum munculnya kebijakan dari Pemerintah Australia pada tahun 2013 mengenai pelarangan masuk pengungsi dari negara lain, Pemerintah Indonesia hanya berfokus pada menyalurkan pengungsi ke negara yang ingin dituju. Sejak munculnya kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia harus ikut memikirkan masa depan dan kesejahteraan 13.000 orang yang tercatat UNHCR Indonesia (Mixed Migration Centre, 2021). Pemerintah Indonesia wajib memenuhi hak asasi manusia setiap manusia tanpa memandang dari mana asalnya dan sukunya. Pendidikan menjadi salah satu yang terpenting untuk dibicarakan terutama mengenai anak-anak pengungsi yang tinggal-tinggal di kamp pengungsi. Namun, pendidikan selama ini menjadi perihal yang terpinggirkan dalam isu pengungsi di Indonesia.

Jika melihat hukum positif di Indonesia, hak pendidikan pengungsi di Indonesia tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam Peraturan Presiden No. 125 tahun 2016 yang mengatur berbagai jenis kebutuhan pengungsi seperti fasilitas ibadah, kesehatan, dan kebutuhan hidup. Akan tetapi, peraturan ini tidak mencantumkan kebutuhan dasar seperti pendidikan bagi pengungsi anak. Namun, pemerintah pusat membebaskan dan mengamanatkan pemerintah daerah untuk menangani kebutuhan para pengungsi di daerahnya masing-masing.

Selain itu, terdapat pula Permendikbud No. 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana yang secara tidak langsung mempunyai irisan dengan permasalahan pendidikan pengungsi internasional. Bencana menurut definisi Permendikbud pada Pasal 1 angka 2 adalah peristiwa ataupun rangkaian peristiwa yang mengakibatkan terancam dan terganggunya kehidupan manusia yang disebabkan oleh faktor alam dan non-alam. Menurut definisi ini, dapat dilakukan interpretasi ekstensif bahwa konteks bencana dapat diinterpretasikan sebagai kondisi pengungsi yang mengalami bencana kemanusiaan yang mengakibatkan mereka menetap di Indonesia. Kausalitas dari tafsiran tersebut menjadikan Kemendikbud secara tidak langsung ikut memiliki tanggung jawab untuk menanggulangi masalah pendidikan pada pengungsi internasional. Selain itu, terdapat alur koordinasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadikan pemerintah daerah juga ikut berperan. Oleh karena itu, Kemendikbud dan Pemerintah Daerah bertugas untuk memenuhi hak-hak dasar asasi manusia pengungsi yaitu pendidikan.

Di Jakarta secara khusus, terdapat peraturan daerah yang mengatur mengenai hak pendidikan pengungsi di DKI Jakarta, yaitu Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1550 Tahun 2021 (Kepgub 2021) tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri tingkat provinsi. Secara substansi, keputusan ini berisi mengenai aturan teknis pelaksanaan penanganan dengan dibuatnya satuan gugus tugas yang menaungi permasalahan mengenai kebutuhan dasar pengungsi. Satuan gugus tugas terdiri dari dinas-dinas pemerintah daerah dengan tugas-tugasnya sendiri. Dalam Kepgub ini, dijelaskan bahwa dinas pendidikan memiliki tugas untuk menyusun kegiatan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan untuk pengungsi. Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM juga memiliki peran dalam menangani permasalahan pengungsi di bidang hukum. Mereka yang melakukan pengawasan terhadap tindakan pengungsi yang melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama permasalahan tindak pidana yang dilakukan oleh pengungsi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pejabat Kemenkumham di Depok yang mengurusi pengungsi, banyak pengungsi banyak melakukan tindak pidana pada sisi pemalsuan surat, seperti tanda pengenal. Banyak dari mereka yang membuat KTP palsu untuk dapat bekerja dan melakukan aktivitas di Indonesia dengan leluasa. Apabila sudah terpaksa, banyak yang melakukan tindak pidana seperti pencurian hanya agar dapat makan pada hari itu. Hal ini terjadi karena berdasarkan aturan Konvensi 1951, Pengungsi internasional tidak memiliki hak bekerja karena semuanya ditanggung oleh UNHCR, maka dengan demikian, UNHCR memiliki peran penting untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah dan Kemendikbud untuk menjamin hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh pengungsi internasional, termasuk pendidikan.

Pendidikan Indonesia bagi Anak Pengungsi di Indonesia

Di Indonesia, permasalahan utama anak pengungsi internasional dalam pendidikan adalah bahasa. Banyak anak pengungsi internasional yang masih kurang fasih memahami bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Indonesia dipakai oleh seluruh sekolah di Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Hal ini yang menghambat anak pengungsi untuk berasimilasi ke dalam masyarakat Indonesia. Integrasi pengungsi sangat dipengaruhi oleh bahasa. Komunikasi yang terjadi di suatu masyarakat dilandasi oleh persamaan pemahaman mengenai bahasa. Gottlob Frege menyatakan bahwa konstruksi bahasa menjadi salah satu faktor untuk memahami masyarakat tempat ia berlokasi (Dummett, 1973).

Mengingat bahwa Indonesia secara kebetulan tidak lagi menjadi negara transit, melainkan menjadi negara singgah untuk pengungsi internasional serta suaka internasional. Kebijakan yang menitikberatkan pada asimilasi dan akulturasi dari pengungsi internasional dengan masyarakat Indonesia mutlak diperlukan secepat-cepatnya (Turk, 2013). Pemerintah Indonesia dituntut untuk ikut memikirkan kondisi masa depan pengungsi internasional yang ada di Indonesia dengan dimulai dari memenuhi hak-hak asasi manusianya, terutama pendidikan pada anak pengungsi yang memiliki masa depan.

Banyaknya kamp pengungsi di Indonesia yang kurang diperhatikan baik oleh Pemerintah Indonesia maupun UNHCR. Indonesia menjadi salah satu daftar panjang permasalahan pengungsi di Indonesia. Kamp pengungsi Kalideres di Jakarta Barat misalnya, tmenampung 160 orang pengungsi yang diantaranya meliputi 152 orang dari Afghanistan dan 8 orang dari Pakistan. Mereka tinggal di Gedung Eks-Kodim yang sudah tidak layak dihuni. Mereka hidup di tenda-tenda dan kebutuhan dasar seperti listrik, air, dan pangan tidak terpenuhi secara memadai. Seringkali, mereka mengandalkan dari kedermawanan orang-orang disekitar untuk menyambung hidup mereka demi hari esok. Hal seperti ini yang perlu dipikirkan oleh Pemerintah Daerah untuk bagaimana pengungsi internasional di Indonesia yang direpresentasikan oleh 160 orang ini dapat hidup layak, sehingga memiliki standar hidup setidak-tidaknya dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk dapat menerima pendidikan yang diberikan secara memadai, setidak-tidaknya para pengungsi internasional tersebut tidak lagi memikirkan kondisi perutnya yang kosong.

Kesimpulan

Permasalahan pengungsi di Indonesia dapat dibilang kompleks dan membutuhkan kerja sama banyak pemangku kepentingan. Hal ini termasuk untuk dapat memenuhi hak untuk pendidikan para pengungsi, terutama anak-anak. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kemendikbud, Kemenkumham, NGOs, dan UNHCR harus berkolaborasi demi memenuhi kebutuhan dasar dan menjamin hak asasi manusia dari pengungsi yang ada di Indonesia. Dalam hal ini, perlu diingat kata-kata Martin Luther King Jr. dalam Letter from Birmingham Jail,“Injustice anywhere is a threat to justice everywhere.”

Referensi

Anderson, Stuart (2022, 23 Juni). Revelations Show Trump Immigration Policy Was Supposed To Be Harsher. Forbes.  Diakses melalui https://www.forbes.com/sites/stuartanderson/2022/06/23/revelations-show-trump-immigration-policy-was-supposed-to-be-harsher/?sh=7dbfd8ff712e.

Dummett, Michael. 1973. Frege Philosophy of Language. New York, Harper & Row.

Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri tingkat Provinsi, Kepgub DKI Jakarta No. 1550 tahun 2021

Marlowe, Jay (2022, 21 Maret). Why has New Zealand welcomed Ukrainians fleeing war and not others trying to do the same?. The Conversation.  Diakses melalui https://theconversation.com/why-has-new-zealand-welcomed-ukrainians-fleeing-war-and-not-others-trying-to-do-the-same-179467

Mixed Migration Centre. 2021. A Transit Country No More: Refugees and Asylum Seekers in Indonesia. UNHCR.

Peraturan Presiden tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, Perpres No 125 tahun 2016.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana, Permendikbud No. 33 tahun 2019.

Turk, Volker. 2013. The UNHCR and The Supervision of International Refugee Law.” New York, Cambridge University Press.

United Nations High Commissioner for Refugees. 2011. Convention and Protocols Relating to the State of Refugee. Genewa, UNHCR.

Ali Muharam merupakan mahasiswa Universitas Indonesia. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @lirammuha90 dan Twitter dengan nama pengguna @nursna7

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *