Sekuritisasi Ketahanan Pangan: Sasaran Empuk Intervensi Militer di Ranah Sipil

0

Kepala Staf Angkatan Darat RI dalam program ketahanan pangan. Foto: Dispenad

Pandemi Covid-19 dan Perang Rusia–Ukraina telah menyebabkan krisis pangan pada berbagai negara di seluruh dunia. Indonesia tidak terlepas dari negara yang terkena dampak dari krisis pangan tersebut. Dalam mengatasi kerentanan terhadap ketahanan pangan, Presiden Jokowi menunjuk Kementerian Pertahanan sebagai leading actor dalam rangka mengembangkan lumbung nasional.

Penunjukan ini merupakan suatu hal yang bermasalah. Mengapa Kementerian Pertahanan yang tupoksinya adalah mengurusi masalah pertahanan justru menjadi leading actor dalam rangka menciptakan ketahanan pangan bagi Indonesia? Hal ini penting dikarenakan penunjukan Kementerian Pertahanan yang dikuasai oleh birokrasi militer menunjukan pola hubungan sipil-militer Indonesia yang cenderung stagnan pada masa era reformasi ini.

Krisis Pangan di Indonesia: Hal Serius atau Dibuat-Buat?

Pandemi Covid-19 menciptakan kekhawatiran pada pembuat kebijakan mengenai ketahanan pangan di Indonesia. Sebagai dampak pandemi Covid-19, rantai pasokan makanan dunia mengalami gangguan. Hal ini ditambah dengan Perang Rusia-Ukraina tahun 2022. Dalam mengatasi gangguan terhadap hal tersebut, pemerintah meluncurkan program lumbung pangan nasional pada tahun 2020 untuk mengatasi krisis pangan.

Namun, persepsi krisis pangan yang dapat terjadi di depan mata oleh para pembuat kebijakan Indonesia memiliki berbagai masalah dan justru seakan-akan dibuat-buat. Berdasarkan Global Food Security Index pada tahun 2020, 2021, dan 2022, Indonesia berada pada tingkat cukup baik atau menengah. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya krisis pangan di Indonesia merupakan suatu bentuk sekuritisasi oleh pemerintah.

Sekuritisasi terhadap ketahanan pangan, membuat pemerintah membentuk program seperti lumbung pangan nasional, sesuatu yang dalam sejarahnya justru lebih banyak memberikan dampak negatif, mulai dari gagal panen, kerusakan lingkungan, pemindahan warga lokal, hingga hal lainnya. Namun, program lumbung pangan nasional tersebut memberikan kesempatan bagi aktor-aktor tertentu untuk turut terlibat di dalamnya.

Ketahanan Pangan Dalam Diskursus Ketahanan Nasional

Sebagai dampak dari sekuritisasi ketahanan pangan, Kementerian Pertahanan ditugaskan untuk menjadi leading actor yang dibantu oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menjalankan program lumbung pangan nasional. Penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading actor sendiri dijustifikasi melalui pentingnya “ketahanan pangan” sebagai bagian dari pertahanan Indonesia.

Konsep ketahanan pangan sendiri merupakan bagian dari ketahanan nasional yang didasarkan pada evolusi sejarah perjuangan, posisi geografis, dan bentuk ancaman yang dihadapi Indonesia. Konsepsi ketahanan nasional memperlihatkan bagaimana Indonesia melihat “keamanan”, yakni bersifat holistik atau menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari konsep ketahanan nasional yang menghubungkan pertahanan, stabilitas politik, perkembangan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan memaksimalkan kemandirian melalui SDA yang dimiliki untuk membangun kapasitas negara dalam menghadapi ancaman baik internal maupun eksternal.

Meski cenderung terletak pada aspek non-militer, nyatanya pelaksanaan ketahanan nasional seperti ketahanan pangan dilaksanakan oleh aktor di bidang pertahanan seperti Kementerian Pertahanan dan TNI. Oleh karena itu, diskursus ketahanan nasional memberikan kesempatan bagi aktor-aktor tersebut untuk melakukan penetrasi dalam ranah sipil, yang penting bagi mereka sejak dwifungsi ABRI dihapuskan.

Program Lumbung Pangan Nasional: Bukti Stagnasi Reformasi Sektor Pertahanan Indonesia

Terlibatnya Kementerian Pertahanan dan TNI dalam program lumbung pangan nasional menunjukan stagnannya reformasi sektor pertahanan Indonesia. Keterlibatan mereka sebagai bagian dari meningkatkan pertahanan Indonesia melalui peningkatan ketahanan pangan menunjukan dua hal utama.

Pertama, ketergantungan pemerintah sipil terhadap institusi TNI masih sangat tinggi. Meskipun Indonesia memiliki kementerian/lembaga lain seperti Kementerian Pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia, pemerintahan Jokowi justru mempercayakan masalah ini kepada Kementerian Pertahanan. Hal ini menjadi pertanyaan karena menurut peneliti BRIN Muhamad Haripin, pelibatan TNI dalam program lumbung pangan nasional sangat tidak diperlukan dan seharusnya militer diberi tugas yang memang sesuai tupoksinya.

Dalam hal ini, ketergantungan yang tinggi dari pemerintah sipil terhadap TNI menjadi suatu tantangan dalam menciptakan kontrol sipil yang lebih baik. Kapasitas TNI yang siap untuk dikerahkan secara langsung pada berbagai tempat menjadi suatu keunggulan mereka. Oleh karena itu, tanpa peningkatan kapasitas kementerian/lembaga sipil terkait dalam hal membangun ketahanan pangan, keterlibatan militer akan terus berlanjut.

Kedua, diskursus ketahanan nasional memberikan legitimasi bagi aktor di bidang pertahanan untuk terus masuk dalam ranah sipil. Meskipun dwifungsi ABRI dan mundurnya militer dari parlemen pada tahun 2004 memberikan indikasi bahwa militer telah menjadi profesional, diskursus ketahanan nasional telah memberikan mereka kesempatan untuk terus berpartisipasi dalam ranah sipil.

Program lumbung pangan sebagai bagian dari ketahanan pangan menunjukan bahwa militer masih terus bermain dalam ranah yang seharusnya menjadi bagian dari sipil. Hal ini tentu mengganggu mereka untuk menjadi militer yang lebih profesional dan fokus pada masalah pertahanan, terutama dari ancaman eksternal. Konsepsi keamanan Indonesia yang cenderung bersifat kedalam dan holistik melalui ketahanan nasional telah menjadi salah satu tantangan besar dalam mengubah pola hubungan sipil-militer di Indonesia.

Kesimpulan

Pelibatan Kementerian Pertahanan dan TNI dalam program lumbung pangan nasional menunjukan sekuritisasi pemerintah Indonesia terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Penggunaan diskursus ketahanan nasional sebagai legitimasi keterlibatan aktor pertahanan dalam ranah sipil tersebut menunjukan stagnannya reformasi sektor pertahanan Indonesia.

Negara ini belum bisa sepenuhnya membuat TNI menjadi institusi yang profesional dan berfokus khusus pada masalah pertahanan. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas kementerian/lembaga untuk mengurangi ketergantungan sipil terhadap militer penting dalam rangka mengurangi beban TNI yang saat ini sangat banyak.

Muhammad Gilang Rasyid merupakan mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @gilang_rasyid

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *