Ukraina vs Rusia: Memperpanjang Daftar Kekacauan yang Diciptakan NATO

0

Ilustrasi poster pada demonstrasi melawan perang. Foto: AP

Media Barat beberapa hari ke belakang telah menunjukkan fokusnya pada invasi yang dilancarkan oleh Rusia di bawah kekuasaan Putin terhadap Ukraina. Telah banyak tulisan yang mengulas mengenai latar belakang dilancarkannya invasi. Biden menanggapi serangan tersebut dengan mengatakan, “this unprovoked and unjustified attack by Russian military forces.” Sedangkan Boris merespon dengan mengatakan, “choosen a path of bloodshed and destruction,” dan berjanji bahwa Inggris dan sekutu akan merespon dengan tegas. TIME memberitakan sekitar 150.000 penduduk sipil telah meninggalkan Ukraina. Mencari suaka ke Polandia, Hungaria, Moldova, dan Romania.

Putin beralasan bahwa Rusia mengerahkan tentaranya untuk de-nazifikasi dan de-militerisasi Ukraina dan tidak sepakat atas bergabungnya Ukraina ke NATO. Namun alasan de-nazifikasi tidak dilihat sebagai masalah serius oleh Farhan Abdul Majiid dalam tulisannya berjudul “Invasi Rusia: Tiga Poin Utama”. Ia terlihat men-deligitimasi kekuatan kelompok Neo-Nazi di Ukraina hanya dengan pendekatan historis. Ia abai melihat konteks perkembangan geopolitik global. Terutama negara-negara adidaya yang menunjukkan tren ke arah Kanan. Israel misal, negara yang disebut sebagai tanah bagi orang Yahudi terbuang karena persekusi dari Nazi Jerman, di bawah kepemimpinan Netanyahu dalam beberapa dekade terakhir telah membangun hubungan baik dengan partai-partai sayap kanan di Eropa. Netanyahu juga membiarkan tetap eksisnya organisasi Neo-Nazi di negara yang ia pimpin (Sela-Shayovits, 2011) hingga mempersenjatai kelompok Neo-Nazi di Ukraina pasca peristiwa Euromaiden. Tilik juga dekatnya teman terbaik Israel sepanjang sejarah—Trump dengan Proud Boys

Tujuan politisnya sudah jelas. Kebutuhan berkelanjutan Israel untuk membenarkan kontrol militernya atas Palestina mengharuskan negara tersebut untuk menciptakan aliansi dengan kelompok sayap illiberal. Motif serupa juga dilakukan oleh Zelensky dalam mempertahankan kekuasaannya di Ukraina. Ia harus berperan sebagai seorang politisi yang eklektik. Sehingga fakta bahwa Neo-Nazi sebagai bagian dari kelompok penopang kekuasaan Zelensky bukanlah isapan jempol belaka, yang secara bersamaan juga secara bebas melakukan persekusi terhadap penduduk di Donbass.

Paska intervensi militer Rusia terhadap Ukraina, tak sedikit masyarakat dunia yang mencela Putin. Dibarengi dengan harapan agar Barat memberikan bantuan senjata dan pasukan tentara untuk membantu Ukraina. Tulisan ini mencoba menjelaskan dua hal untuk menegaskan bahwa menaruh harapan kepada pemerintahan negara-negara Barat (imperialis) untuk menyelesaikan konflik Ukraina-Rusia adalah jalan buntu. Tulisan akan berangkat pada fakta bahwa peta politik di Ukraina tidak menunjukkan kesuciannya. Kedua, penulis mencoba menjelaskan sejarah AS dan NATO dalam dinamika perang pasca runtuhnya Soviet.

Kekuatan Neo-Nazi di Ukraina

Awal tahun 2014, rakyat Ukraina tumpah ruah ke jalan-jalan Kiev untuk memprotes pemerintahan non-blok, Victor Yanukovich. Kemudian meningkat menjadi coup d’etat terhadap pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis tersebut. Peristiwa tersebut telah didokumentasikan oleh Netflix dalam film Winter on Fire: Ukraine’s Fight for Freedom. Seperti judulnya, peristiwa Euromaiden diarahkan pada pembentukan opini publik bahwa perlawanan sipil terhadap pemerintahan yang sah tersebut merupakan perjuangan rakyat Ukraina untuk demokrasi. AS saat itu mengatakan bahwa Euromaiden merupakan, “a great day for democracy in Ukraine.

Namun, fakta di baliknya menjelaskan bahaya demokrasi yang nyata di Ukraina semenjak Euromaiden. Sebuah kelompok tentara sipil bernama Azov Batalion memiliki peran signifikan dalam perlawanannya terhadap pemerintahan Yanukovich di 2014. Sayap militer dari neo-Nazi Social-National Assembly (SNA). Kelompok ini dibina oleh AS dalam pelatihan-pelatihan militer hingga pendanaan untuk keperluan perbelanjaan senjata perang. Mereka memainkan peran kunci dalam perang sipil 2014. Kemudian diintegrasikan ke dalam National Guard of Ukraine di akhir 2014. Selama 8 tahun ke belakang melakukan persekusi, penangkapan, pengeboman dan teror etnik Rusia di dua negara bagian timur—di mana belakangan Putin mengakui daerah ini sebagai negara merdeka.

Fakta lain yang menunjukkan signifikannya gerakan neo-Nazi di negara ini adalah ditunjuknya salah satu pemimpin SNA sebagai kepala kepolisian regional Kiev, Andriy Kryshchenko. Juga fakta luasnya ruang organisasi Right Sector dan Svoboda dalam menjalankan aktivitas politik akar rumput. Fakta ini tidak menunjukkan bahwa Ukraina merupakan sebuah negara fasis. Namun, eksistensi kelompok neo-Nazi dalam politik Ukraina merupakan fakta yang tidak dapat dikesampingkan dalam melihat hubungannya dengan Barat (AS dan sekutu) pasca 2014. Oleh karena itu, konflik kemanusiaan dalam negeri pasca 2014 di Luhansk dan Donetsk pun tidak terlepas dari intervensi AS dalam memupuk eksistensi kelompok neo-Nazi di Ukraina.

Intervensi NATO dan Dominasi AS

North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan sebuah organisasi aliansi antar negara yang dibentuk pada 1949. Sebuah aliansi militer negara Amerika, Perancis, dan Inggris dan beberapa negara Eropa Barat lainnya pasca Perang Dunia II guna melawan blok komunis. Badan ini telah dipropagandakan sejak 1947 oleh mantan Menteri Luar Negeri AS, George C. Marshall (Prashad, 2020). Propaganda yang dibangun adalah menjaga keamanan dan mempromosikan demokrasi di negara-negara Atlantik Utara.

AS memahami bahwa negara-negara Eropa merupakan aset yang strategis untuk memperkuat cengkraman Unipolaritas mereka di dunia. Dalam buku yang ditulis oleh Zbigniew Brzezinski (mantan Penasihat Keamanan Nasional pada era Jimmy Carter) berjudul The Grand Chessboard (1997), ia menggambarkan AS sebagai kekuatan kekaisaran dan sekutunya merupakan, “pengikut, tributaries, protectorates, dan colonies” dan melihat Uni Eropa sebagai, “jembatan Eurasia untuk kekuatan AS dan batu loncatan yang potensial untuk ekspansi sistem global yang demokratis ke Eurasia.”

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991 diikuti berakhirnya Pakta Warsaw di tahun 1999, NATO tidaklah dibubarkan. Tiga negara Visegrad—Republik Ceko, Polandia, dan Hungaria bergabung ke organisasi tersebut. Di tahun 2004 NATO menyerap Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia, dan Slovenia. Fakta ini berbeda dengan apa yang dikatakan oleh James Barker (mantan Menlu AS) kepada Gorbachev bahwa, “tidak akan ada perpanjangan yuridiksi NATO ke arah timur” pasca Gorbachev menyetujui bergabungnya Jerman (keseluruhan) ke NATO.

NATO kemudian semakin percaya diri dalam pentas politik global. Melakukan invasi ke Afghanistan yang menyebabkan 97% populasi di negara tersebut hidup dalam kemiskinan hingga detik ini. Mereka juga menyerang Libya, dan Irak yang notabene bukanlah negara-negara Atlantik Utara. Fakta tak kalah penting lainnya adalah jual beli senjata yang masih membuat sipil di Yaman meninggal setiap harinya atas serangan tentara Arab Saudi. NATO juga mengintervensi konflik di Yugosalavia dengan menuntun dijatuhkannya 28.000 bom di Yugoslavia dalam Perang Kosovo sepanjang Maret-Juni 1999. 

Hingga di tahun 2008, Bush mendukung Ukraina dan Georgia bergabung ke NATO. Kendati ditolak oleh Jerman dan Perancis, penolakan negara-negara di luar AS ini tidak menggugurkan fakta bahwa ambisi Barat begitu besar untuk mengepung Rusia di bawah dominasi AS. Fakta yang membuat Rusia hampir sepenuhnya dikelilingi oleh negara-negara anggota NATO.

Bukan Mendukung Rusia, Bukan Pula AS dan NATO

Sedangkan dalam konteks dinamika luar negeri Ukraina, Putin mendeklarasikan perang melawan negara tersebut setelah negosiasi dengan 30 negara anggota NATO di bulan Januari gagal menemukan kesepakatan. Barat masih terlalu angkuh untuk menurunkan ketamakannya. Tak mungkin perdamaian dunia tercipta dengan menyudutkan salah satu negara. Media Barat dalam satu bulan ke belakang telah menutupi fakta sejarah di mana AS dan aliansinya berperan besar menciptakan konflik di berbagai belahan dunia. Carilah sejarah perang modern, kita akan menemukan AS di belakangnya. Dari Afghanistan dan Irak, Libya ke Somalia, Bolivia ke Nikaragua, Suriah ke Yaman, Palestina ke Kuba, Ethiopia ke Nigeria, dan Pakistan ke Georgia. Belakangan, Eropa Timur.

Media Barat menyelimuti kemunafikan kotor dari kekuatan yang sama yang telah meluncurkan serangkaian “unprovoked and unjustified attack” di beberapa Negara Dunia Ketiga selama pasca Perang Dingin. Di satu sisi menutupi rangkaian sejarah panjang dominasi penundukan langsung maupun tidak langsung atas negara imperialis terhadap negara-negara tertindas dengan di sisi lain berteriak “hentikan invasi di Ukraina!” adalah parsial.

Mengharapkan bantuan Barat untuk memberikan dukungan militer terhadap Ukraina seperti yang diutarakan oleh Zelensky hanya akan melanjutkan misi NATO dalam menghancurkan masa depan rakyat Eropa Timur. Sejarah mencatat bahwa mereka yang memberikan dukungan di bawah meja aktivitas-aktivitas persekusi terhadap sipil di Donbass dan bahwa mereka pula yang memberikan dukungan material atas berhasilnya coup d’etat di Ukraina pada tahun 2014 lalu. 

Namun demikian, invasi tentara Rusia ke Ukraina memang tidak dapat dibenarkan—atas dasar apapun. Mengutip pejuang demokratik Jerman, Rosa Luxemburg, “proletarians of all countries, unite in peace-time and cut each other’s throats in war!”. Sejarah perang tak pernah baik. Tak pernah baik untuk masa depan si miskin. Tak pernah baik untuk masa depan kelas pekerja di dunia. Lalu, pada siapa dukungan kita harus diberikan dalam konflik Rusia-Ukraina hari ini? Pertanyaan ini diberikan sepenuhnya kepada para pembaca untuk dijawab.

Referensi:

Brzezinski, Z. 1997.  The Grand Chessboard. BasicBook.

Prashad, V. 2020. Washington Bullets: A History of the CIA, Coups, and Assassinations. LeftWords Book.

Sela-Shayovitz R. “Neo-Nazis and moral panic: The emergence of neo-Nazi youth gangs in Israel”. Crime, Media, Culture. 2011;7(1):67-82. doi:10.1177/1741659010393937. 

Farhan Syahreza adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @syrz.5

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *