AS Khawatir Korut Kembali Melanjutkan Program Nuklir

0

Foto satelit yang diduga merupakan tempat penyimpanan nuklir di Korea Utara. Foto: MAXAR

Pada Selasa (2/3), AS kembali menyampaikan kekhawatirannya bahwa Korea Utara kembali melanjutkan program nuklirnya.

Dikutip dari Aljazeera, Kementerian Pertahanan AS menyampaikan pernyataan tersebut sebagai respons terhadap laporan lembaga pengawas nuklir PBB, International Atomic Energy Agency (IAEA), yang menyebut bahwa Korea Utara “berkemungkinan besar” kembali memproses bahan bakar nuklir. Bahan bakar tersebut dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir.

Temuan tersebut juga didukung oleh foto satelit yang menunjukkan aktivitas nuklir Korut di Yongdoktong.

Dilansir dari CNN, foto satelit yang diambil oleh Maxar pada 11 Februari 2021 tersebut memperlihatkan proyek yang diyakini sebagai terowongan penyimpanan nuklir. Terowongan tersebut dibangun sepanjang tahun 2020 setelah konstruksi dimulai pada Desember 2019.

AS sendiri telah menduga Yongdoktong sebagai tempat penyimpanan nuklir sejak lama. Tempat tersebut dimaksudkan untuk menyembunyikan senjata nuklir yang telah dibangun Korut selama AS “lengah” pada masa Donald Trump.

Beberapa minggu sebelumnya, laporan investigasi PBB telah menyatakan bahwa kemampuan Korut untuk melanjutkan program nuklir di tengah sanksi sangat didukung oleh serangan siber oleh hacker negara tersebut.

Tidak terbatas di situ saja, laporan tersebut juga melaporkan bahwa ada keterlibatan Iran di dalam pengembangan nuklir Korut.

Negeri Para Mullah tersebut terindikasi melakukan perdagangan dengan Korea Mining Development Trading Corporation, perusahaan utama Korut yang terlibat perdagangan senjata dan material rudal balistik.

Menunggu Biden 

Menurut Kepala Intelijen USINDOPACOM Laksda Michael Studeman, aktivitas negeri Kim Jong-un tersebut bisa saja digunakan untuk mendapatkan perhatian Joe Biden yang baru menjabat selama enam minggu sebagai pemegang tampuk kekuasaan AS.

Pemerintahan Biden sendiri sedang meninjau ulang kebijakan luar negeri AS terhadap Korut yang banyak berubah pada masa Trump.

Kebijakan AS terhadap Korut sendiri memang telah menjadi tantangan luar negeri AS sejak masa Presiden Clinton.

Pada masa Clinton, kebijakan AS terhadap Korut difokuskan kepada usaha untuk menghentikan pengayaan uranium Korut. Sempat ada rencana AS untuk menyerang tempat pengayaan uranium Yongbyon, tetapi tidak dilakukan dan digantikan oleh Agreed Framework pada tahun 1994 sebelum perjanjian tersebut gagal pada 2003.

Setelah Clinton digantikan Bush, hubungan AS dengan Korut mencapai titik nadir setelah Bush menyebut Korut sebagai “poros setan”, label terhadap negara yang dianggap mensponsori terorisme.

Meskipun demikian, hubungan tersebut sempat membaik dengan hadirnya Six-Party Talks sebagai wadah pembicaraan negara-negara (termasuk AS) dengan Korut mengenai denuklirisasi. Sayangnya, upaya tersebut kembali gagal dengan mundurnya Korut pada 2009.

Hubungan AS terhadap Korut yang penuh sanksi pada era Obama sempat mencair secara drastis pada masa pemerintahan Trump, terutama ketika kedua negara mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Singapura pada 2018.

Meskipun demikian, pencairan hubungan tersebut belum berhasil mengubah pendirian Korut mengenai senjata nuklirnya.

Sejauh ini, belum jelas bagaimana arah kebijakan Korut Biden. Dalam debat Pilpres, Biden menyatakan bahwa ia akan terus meningkatkan tekanan terhadap Korut dan tidak akan bersedia melakukan negosiasi kecuali Korut telah menurunkan kapasitas nuklirnya. Baru-baru ini, Menlu AS Anthony Blinken juga menyebut bahwa AS akan kembali menjatuhkan sanksi kepada Korut.

Namun, hingga saat ini belum ada langkah nyata yang dilakukan pemerintahan Biden terhadap Korut. Dunia masih menunggu kepastian dari kebijakan Korut Biden.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *