ASEAN University Network (AUN) dalam Mendorong Integrasi Regional pada Bidang Pendidikan Tinggi 

0

Ilustrasi pendidikan tinggi. Foto: Shutterstock

ASEAN University Network (AUN) terbentuk pada November 1995 dengan ide awal yang dikemukakan pada KTT ASEAN ke-4 pada tahun 1992. Pada KTT 1992 ini, negara-negara ASEAN sepakat untuk mempercepat solidaritas dan pengembangan identitas kawasan melalui promosi pengembangan sumber daya manusia untuk lebih memperkuat jaringan universitas dan pendidikan tinggi di kawasan. Ide ini kemudian mengarah pada pembentukan AUN yang piagamnya ditandatangani menteri yang bertanggung jawab atas pendidikan tinggi dari enam negara anggota ASEAN pada 1995. AUN melaksanakan program dan kegiatan untuk mendorong dan mempromosikan kerja sama dan pengembangan pendidikan tinggi untuk meningkatkan integrasi regional dalam mencapai standar global (ASEAN University Network, n.d.).

AUN membangun fokus strategis untuk memfasilitasi berbagai kerja sama regional negara-negara ASEAN. Pertama, AUN diharapkan dapat memperkuat jaringan kerja sama antar universitas di negara-negara ASEAN dan juga sekitarnya. Kemudian, AUN diharapkan dapat mempromosikan dan memprioritaskan studi, penelitian, dan program pendidikan yang kolaboratif. AUN juga diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dan solidaritas di antara para sarjana, akademisi, dan peneliti di negara-negara anggota ASEAN. Terakhir, AUN diharapkan dapat menjadi badan yang berorientasi pada kebijakan dalam pendidikan tinggi di kawasan ASEAN. Hingga saat ini, sudah terdapat 30 universitas anggota AUN yang tersebar di berbagai negara ASEAN (ASEAN University Network, n.d.). 

Berdasarkan latar belakang ini, maka tulisan ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana ASEAN University Network (AUN) berperan dalam mendorong integrasi regional di bidang pendidikan tinggi. Tulisan ini berargumen bahwa AUN merupakan instrumen pembangunan regional dalam bidang pendidikan yang mampu memajukan pendidikan tinggi di kawasan. Hal ini disebabkan berbagai program dari AUN yang memungkinkan adanya pertukaran wawasan dari para akademisi di kawasan yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian pembahasan.

Perkembangan Pendidikan Tinggi di Negara-Negara ASEAN

Wilayah ASEAN merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kemajuan paling pesat di dunia. Bersamaan dengan ini, perkembangan pendidikan tinggi negara-negara ASEAN juga mengalami hal yang serupa. Hal ini bisa dilihat dari Myanmar yang dahulu memiliki sistem pendidikan tinggi yang sangat terbelakang dan kurang diurus akibat pemerintahan yang dipimpin oleh rezim militer selama hampir lima dekade. Akibat rezim militer ini, program pendidikan tinggi sarjana diisolasi ke universitas baru yang letaknya di pinggir kota sebagai ketakutan militer dan pemerintah akan berkumpulnya mahasiswa yang dapat menyebabkan mobilisasi dan partisipasi dalam demonstrasi politik. Meski begitu, di tahun 2014 institusi pendidikan tinggi dan pemerintah Myanmar telah melakukan reformasi pendidikan tinggi dengan mengeluarkan Undang-Undang Pendidikan Nasional yang ditujukan sebagai landasan untuk kemajuan sektor pendidikan tinggi di sana (Win, 2015).

Indonesia juga menunjukkan kemajuan dalam pendidikan tingginya. Sebelumnya, urusan perguruan tinggi hanya berada di bawah direktorat jenderal yang ada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun sejak 2014, pemerintahan baru telah membentuk kementerian baru yang khusus menangani penelitian dan pendidikan lanjutan, dengan anggarannya sendiri. Perguruan tinggi di Indonesia mulai menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk menyelenggarakan jaringan internasional yang luas (Moelidihardjo, 2014). Negara lain seperti Singapura meski hanya memiliki enam universitas di negaranya, namun merupakan institusi pendidikan tinggi terbaik di ASEAN. Singapura berhasil memanfaatkan stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengintegrasikan dan memusatkan semua bidang pendidikan. Singapura juga menjalin kerja sama yang besar dengan universitas kelas dunia seperti Harvard dan Cambridge sehingga menjadikan negara ini sebagai penghubung global pendidikan di Asia Tenggara (Ministry of Education Singapore, 2015).

Pendidikan tinggi di Thailand berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dalam menjalankan sistemnya. Thailand sejak awal tahun 2000-an banyak melakukan internasionalisasi sistem pendidikan dan memperhatikan penggunaan bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Hal ini adalah untuk menjalankan Rencana Jangka Panjang 15 Tahun Kedua tentang Pendidikan Tinggi dan juga Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi ke-11 (Sinhaneti, 2011). Sama halnya dengan Malaysia yang sejak 2011 menjalankan Rencana Strategis Pendidikan Tinggi Nasional yang menyebabkan dukungan besar dari pemerintah terhadap institusi publik sehingga dapat berkembang menjadi universitas dengan reputasi internasional. Di tahun 2014, Rencana Strategis ini memasuki pada fase kedua yang terdapat penggabungan dua kementerian sehingga memiliki fokus pada internasionalisasi dan kemudian menjadi penghubung bagi pendidikan tinggi internasional (Arokiasamy, 2011).

Brunei per 2015 memiliki 18 institusi perguruan tinggi dan semuanya dikelola oleh Kementerian Pendidikan Brunei. Meski begitu, masyarakat Brunei lebih memilih untuk menempuh pendidikan tersier di luar negeri. Dalam menginternasionalisasi institusi pendidikan tingginya, Brunei sering memberikan beasiswa bagi orang asing untuk belajar di universitas-universitas Brunei (Ministry of Education Brunei Darussalam, 2015). Bagi Kamboja, lembaga pendidikan lokal baru mendapat perhatian khusus setelah berakhirnya rezim Khmer pada tahun 2009. Fokus utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas internal sistem pendidikan tinggi dan menjangkau generasi muda Kamboja untuk mengikuti pendidikan tinggi (Kitamaru et al., 2016). 

Di Filipina, pendidikan tinggi dikelola oleh satu lembaga otonom yang bernama Commission on Higher Education (CHED) sejak tahun 1994. Sistem pendidikan Filipina dapat dibilang unik karena akreditasi dilakukan berdasarkan permintaan internal dan kemudian auditor eksternal dan lembaga pendidikan tinggi membayar agen yang terakreditasi. Kerja sama regional dari institusi pendidikan tinggi di Filipina sangat luas, namun sayangnya kerja sama tersebut terpusat pada lima universitas terbaik di Filipina saja (Conchoda & Tiongco, 2015). Bagi Vietnam, sektor pendidikan tinggi perlu adanya kemajuan yang progresif untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Pelatihan Vietnam, pendidikan tinggi di sana sedang meningkatkan dan merestrukturisasi kualitas internalnya (Nha & Tu, 2015). Terakhir, Laos sudah memulai pengembangan pendidikan tinggi sejak awal 1990-an dan telah berkembang sangat pesat hingga saat ini. Fokus dari pendidikan tinggi di Laos adalah peningkatan kualitas internal dan terus mendukung mobilitas mahasiswa, baik dengan menerima mahasiswa internasional dari luar negeri maupun turut mengirimkan mahasiswa lokal untuk belajar ke luar negeri (Ogawa, 2008).

Kerja Sama dalam ASEAN University Network untuk Integrasi Regional

Ketika Piagam ASEAN ditandatangani oleh 10 negara anggota ASEAN pada tahun 2007, AUN kemudian ditugaskan sebagai badan pelaksana utama ASEAN dalam pilar sosial-budaya. Program dan kegiatan yang dilakukan dalam AUN diharapkan dapat mendorong dan mempromosikan kerja sama dan pengembangan pendidikan tinggi untuk meningkatkan integrasi regional dalam mencapai standar global. Kegiatan AUN dibagi ke dalam lima bidang, yakni: pertama adalah mobilitas pemuda; kedua adalah kolaborasi akademis; ketiga adalah standar, mekanisme, sistem, dan kebijakan kolaborasi pendidikan tinggi; keempat adalah pengembangan program; dan terakhir adalah platform kebijakan untuk kawasan dan global (ASEAN University Network, n.d.).

Berbagai program dijalankan AUN dalam mengembangkan kapasitas pendidikan tinggi bagi negara anggotanya. Salah satunya adalah dengan mendirikan The Southeast Asian Human Rights Studies Network (SEAHRN). SEAHRN merupakan sebuah konsorsium akademisi hak asasi manusia dan perdamaian dari 22 institusi pendidikan tinggi di Asia Tenggara yang menyelenggarakan program studi, penelitian, dan kegiatan sosialisasi tentang studi hak asasi manusia, perdamaian, dan konflik. SEAHRN lahir karena adanya keinginan untuk meningkatkan dan memperdalam pengetahuan dan pemahaman siswa, pendidik, individu, dan institusi lain di Asia Tenggara mengenai hak asasi manusia. Hal ini akan dicapai dengan berbagai cara, termasuk terlibat dalam penelitian kolaboratif, meningkatkan kualitas kurikulum dan program pelatihan, bertukar pikiran antara akademisi, dan lainnya. Selain itu, SEAHRN juga bekerja sama dengan akademisi dan masyarakat sipil di kawasan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di wilayah. SEAHRN bersifat terbuka sehingga memberikan kesempatan bagi institusi dan individu yang tertarik dan memiliki visi yang sama untuk hak asasi manusia di Asia Tenggara untuk bergabung (Southeast Asian Human Rights Studies Network, n.d.). 

Selain berjejaring dengan anggotanya, AUN juga melakukan kerja sama di luar anggota negaranya. Contohnya, AUN bersama Jepang membangun Southeast Asia Engineering Education Development Network (AUN/SEED-Net). Kerja sama ini menyelenggarakan berbagai kegiatan akademik dengan tujuan agar Asia Tenggara dan Jepang berkembang secara berkelanjutan di bidang teknik. Melalui kerja sama ini, berbagai keuntungan didapatkan dalam hal memanfaatkan potensi geologis di Asia Tenggara, dan juga melakukan pertukaran pelajar dan tenaga pendidik agar pengetahuan terus berkembang (AUN/SEED-Net, 2019). Tentu program dari AUN sendiri masih banyak dan tidak dapat dijabarkan satu-satu dalam tulisan ini. Hingga saat ini, AUN terus menjalankan dan juga menginisiasi berbagai program untuk kemajuan pendidikan tinggi sekaligus mendukung integrasi regional. Berpegang teguh pada fokus AUN sejak pertama kali didirikan, AUN terus mengembangkan institusi ini sehingga menjadi fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di kawasan.

Efektivitas ASEAN University Network dalam Mendukung Integrasi Regional

Setelah disahkan menjadi suatu institusi di bawah naungan ASEAN di tahun 1995, anggota AUN terus berkembang seiring dengan berkembangnya juga negara anggota ASEAN. Hingga saat ini, AUN telah memiliki 30 universitas anggota di kesepuluh negara anggota ASEAN (ASEAN University Network, n.d.). Selain itu, AUN juga bekerja sama dengan berbagai organisasi, baik di kawasan maupun luar kawasan, untuk terus mengembangkan pendidikan tinggi di ASEAN (ASEAN University Network, n.d.). Terdapat asumsi bahwa sifat kegiatan internasionalisasi di perguruan tinggi telah berubah dan munculnya asosiasi pendidikan tinggi internasional adalah terkait dengan proses globalisasi dan regionalisasi. Meski proses globalisasi dan regionalisasi adalah signifikan, namun masyarakat masih berakar pada institusi yang dibangun secara nasional. Hal ini juga dirasakan oleh universitas, dimana kebanyakan dari universitas ini dibangun dan dikembangkan dalam sebuah konteks institusi nasional (Beerkens, 2004). 

Pada akhirnya, tulisan ini melihat bahwa AUN cukup efektif dalam membantu integrasi regional. Hal ini karena melihat dari bagaimana negara-negara sudah banyak melakukan internasionalisasi dalam pendidikan tingginya yang menunjukkan bahwa pendidikan tinggi, atau edukasi secara umum, telah menjadi sebuah alat bagi negara untuk kebijakan luar negerinya. Selain itu, AUN juga memungkinkan universitas-universitas dalam kawasan ASEAN untuk saling berinteraksi. Melihat banyaknya program yang memungkinkan siswa dan pendidik untuk dapat saling melakukan pertukaran, hal ini juga akan sangat mendukung terjadinya people’s diplomacy. People’s diplomacy merupakan istilah yang merujuk pada konsep politik dari masyarakat biasa terlibat sebagai perwakilan dari sebuah negara (Discover Diplomacy, n.d.). 

Meski begitu, tulisan ini juga melihat masih kurangnya pemerataan tingkat pendidikan diantara negara-negara ASEAN sendiri. Misalnya, Singapura, sebuah negara maju, memiliki standar yang tinggi untuk pendidikan tingginya sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang sangat baik. Berbeda ketika kita melihat pada standar pendidikan di Kamboja, contohnya, yang pendidikan tingginya baru mendapat perhatian lebih pada tahun 2009. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari negara-negara dalam ASEAN pun terdapat perbedaan. Kendati demikian, AUN dengan berbagai program pertukaran pelajar dan tenaga didiknya sebenarnya mampu mengatasi hal ini jika memang dimanfaatkan dengan maksimal. Negara-negara harus mau untuk lebih terlibat dalam institusi AUN sendiri agar manfaat dari AUN ini dapat lebih dirasakan dalam pembangunan pendidikan tinggi di kawasan dan juga membantu menyukseskan integrasi regional. 

Penutup

Tulisan ini mencari tahu bagaimana peran AUN dalam mendorong integrasi kawasan melalui pendidikan tinggi dan seberapa jauh efektivitas AUN dalam melakukan hal ini. Untuk menjawab hal itu, pertama, penulis melihat bagaimana perkembangan pendidikan tinggi di negara-negara anggota ASEAN. Melihat dari data-data yang telah ditemukan, negara-negara ASEAN mengalami peningkatan dalam pendidikan tingginya, meski begitu hal ini belum merata. Terdapat negara-negara yang sudah lama menjalankan struktur pendidikan tingginya dengan matang sehingga terus menerus menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik. Meski begitu, ada beberapa negara yang baru melakukan reformasi atau melihat pentingnya pendidikan tinggi baru-baru ini sehingga masih butuh banyak peningkatan dalam menghasilkan sumber daya manusianya. 

Setelah itu, tulisan ini juga melihat bagaimana AUN berkontribusi dalam mendorong integrasi kawasan melalui pendidikan tinggi dengan melihat program dan kerja sama yang telah, atau sedang, dilakukan. Berpegangan dengan mandat yang diberikan sejak ditandatanganinya Piagam ASEAN, AUN terus menjalankan dan menginisiasi berbagai program dan aktivitas yang memungkinkan adanya kerja sama antar negara anggota. Sedikit contoh yang diambil dalam tulisan ini adalah kerja sama SEAHRN dalam bidang sosial dan AUN/SEED-Net dalam bidang sains. 

Pada akhirnya, tulisan ini berkesimpulan bahwa AUN telah cukup efektif mendorong integrasi regional dalam bidang pendidikan tinggi melalui program dan kerja sama yang dilakukan. Meski begitu, tulisan ini menilai masih adanya kesenjangan kualitas pendidikan tinggi di negara-negara anggota ASEAN itu sendiri. Namun, hal ini dapat diselesaikan jika program pertukaran mahasiswa dan tenaga pendidik dimaksimalkan sehingga pertukaran wawasan memungkinkan untuk terjadi dan diinternalisasi.

Referensi:

About Us – JICA Project for AUN/SEED. AUN/SEED-Net. (2019). https://seed-net.org/about-us/. 

Arokiasamy, A. R. A. (2011). An Analysis of Globalization and Higher Education in Malaysia. Quest International University Perak

AUN Member Universities. ASEAN University Network. (n.d.). http://www.aunsec.org/aunmemberuniversities.php. 

Beerkens, E. (2007). Global Opportunities and Institutional Embeddedness: Cooperation in Higher Education Consortia. Public-Private Dynamics in Higher Education. https://doi.org/10.14361/9783839407523-010. 

Brunei Darussalam Ministry of Education. (2014). (rep.). Brunei Darussalam National Education For All 2015 Report. Retrieved from https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000230503. 

Conchoda, M. I. P., & Tiongco, M. M. (2015). A Review of the Accreditaion System for Philippine Higher Education Institutions. Discussion Paper Series No. 2015-30. https://dirp3.pids.gov.ph/webportal/CDN/PUBLICATIONS/pidsdps1530.pdf. 

History and Background. ASEAN University Network. (n.d.). http://www.aunsec.org/ourhistory.php. 

Kitamura, Y., Brent., E. J. D., Williams, J. H., & Sitha, C. (2016). Introduction. In The Political Economy of Schooling in Cambodia Issues of Quality and Equity. essay, Palgrave Macmillan US. 

Ministry of Education Singapore. (2015). (rep.). Education Statistics Digest 2015. Ministry of Education Singapore. Retrieved from https://www.moe.gov.sg/docs/default-source/document/publications/education-statistics-digest/esd-2015.pdf. 

Moelidihardjo, B. Y. (2014). Higher Education Sector in Indonesia. https://www.britishcouncil.in/sites/default/files/indonesian_higher_education_system.pdf.

Nha, N. V., & Tu, V. N. (2015). Higher Education Reform in Vietnam: Current Situation, Challenges and Solutions. VNU Journal of Science31(4). 

Ogawa, K. (2008). Higher Education in Lao PDR. The Political Economy of Educational Reforms and Capacity Development in Southeast Asia, 283–301. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9377-7_16. 

The Partners. ASEAN University Network. (n.d.). http://www.aunsec.org/partners.php. 

SEAHRN. Southeast Asian Human Rights Studies Network. (n.d.). https://seahrn.net/seahrn. 

Sinhaneti, K. (2011). Emerging Trends of Thai Higher Education and a Case Study of Shinawatra University in Coping with Global Challenges. US-China Education Review B3

Win, P. P. T. (2015). An Overview of Higher Education Reform In Myanmar. International Confernce on Burma/Myanmar Studies

You are a Citizen Diplomat. Discover Diplomacy. (n.d.). https://web.archive.org/web/20180801232042/http://diplomacy.state.gov/discoverdiplomacy/references/169794.htm. 

Adinda Rahma Putri adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Dapat ditemui di Instagram dengan nama pengguna @aaadindaaa

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *