Diplomasi Untuk Perlindungan Hukum bagi Pekerja di ASEAN
Pada akhir tahun 2019, dunia tengah digemparkan oleh sebuah virus berbahaya yakni COVID-19, yang bermula dari Wuhan, Tiongkok hingga akhirnya merambah ke seluruh belahan dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara. Menyikapi hal tersebut, World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global karena dapat menyebar ke beberapa negara dalam jangka waktu yang bersamaan (Widyaningrum, 2020). Situasi pandemi COVID-19 ini memperlihatkan bahwa suatu negara tidak dapat mengendalikannya secara mandiri, melainkan dibutuhkan kerja sama internasional yang dibangun antarnegara untuk mengatasi pandemi COVID-19. Salah satu kerja sama yang dibentuk oleh antarnegara yaitu kerja sama yang dipelopori oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai organisasi regional di wilayah Asia Tenggara, dengan membuat kebijakan seperti memperkokoh kerja sama untuk melawan COVID-19 yang dilakukan dengan cara saling bertukar informasi, best practice, pengembangan riset, pengembangan epidemologi, dan lain-lain (Margaretha, 2020). Kerja sama tersebut terbentuk karena adanya hubungan diplomasi antarnegara dengan berdasarkan pada kebijakan yang mendahulukan kepentingan bersama, kooperatif, dan saling mendukung satu sama lain agar dapat mengatasi pandemi COVID-19 (Falahi & Nainggolan, 2020).
Hubungan diplomasi yang terjalin ini tidak hanya untuk memperbaiki kondisi warga negara dan negaranya sendiri yang terdampak COVID-19, akan tetapi juga memperbaiki kondisi warga negara asing yang berada di suatu negara. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa suatu negara juga perlu memperhatikan kondisi dan keadaan dari warga negara asing yang bertempat tinggal di negaranya, khususnya pekerja migran. Hal ini diperkuat oleh International Labour Organization (ILO) yang mengidentifikasi pekerja migran sebagai kelompok yang paling mudah terinfeksi dan terdampak COVID-19 (Susilo, 2020). Hal tersebut dikarenakan pekerja migran, terutama yang bekerja di sektor pengasuhan, kesehatan, perawatan, dan pelayanan publik mudah tertular secara langsung yang diakibatkan dari adanya mobilitas yang tinggi dalam pekerjaannya, sehingga mudah tertular COVID-19 (Susilo, 2020). Selain itu, sebagai warga negara asing, pekerja migran rentan mengalami diskriminasi dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Diskriminasi tersebut biasanya dialami oleh pekerja migran yang tidak berdokumen (biasanya terjadinya di Thailand dan Malaysia), sehingga harus menghadapi penangkapan operasi keimigrasian dan kehilangan pekerjaan.
Selain itu, Singapura yang pada awalnya tidak memerhatikan pekerja migran dalam penanganan COVID-19, sehingga berdampak pada terjadinya ledakan kasus baru COVID-19 di Singapura (Susilo, 2020). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan masih kurangnya perlindungan hukum terhadap pekerja migran di wilayah Asia Tenggara, padahal ASEAN memiliki ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migran Workers sebagai intrumen hukum yang melindungi pekerja migran di wilayah Asia Tenggara. Oleh sebab itu, maka penulis beranggapan perlu dilakukannya analisis lebih lanjut mengenai Perlindungan Hukum bagi Pekerja Migran di Wilayah Asia Tenggara Melalui Hubungan Diplomasi dalam Mewujudkan Kesejahteraan di Tengah Pandemi COVID-19.
ASEAN adalah organisasi regional yang beranggotakan sepuluh negara di wilayah Asia Tenggara yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial, budaya, dan politik di wilayah Asia Tenggara (Alfia, 2020). Keberadaan organisasi regional ini dapat meningkatkan kerja sama antarnegara melalui hubungan diplomasi yang terjalin dalam menangani suatu permasalahan yang terjadi seperti pandemi COVID-19 yang berdampak pada segala aspek, salah satunya yaitu pekerja migran. Berdasarkan ILO, pada awal tahun 2019 diperkirakan terdapat 20,9 juta pekerja migran ASEAN dan 6,9 juta diantaranya bermigrasi antarnegara ASEAN (Pramudyani, 2019).
Banyaknya pekerja migran di ASEAN dapat berdampak pada rentannya diskriminasi yang dialaminya. Terlebih lagi, saat ini sedang terjadi pandemi COVID-19, yang membuat suatu negara lebih mengedepankan keamanan serta kesehatan warga negaranya sendiri. Hal ini secara tidak langsung membuat pekerja migran semakin rentan terhadap diskriminasi dalam pelayanan kesehatan ataupun pelayanan publik lainnya.
Padahal, ASEAN memiliki instrumen hukum yang melindungi pekerja migran di wilayah Asia Tenggara yaitu ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang berisi mengenai hak-hak pekerja migran, kewajiban negara pengirim, serta kewajiban negara penerima pekerja migran. Instrumen hukum tersebut harus diartikan sebagai upaya progresif dalam mewujudkan instrumen hukum terhadap perlindungan pekerja migran di wilayah Asia Tenggara yang didasarkan pada prinsip inklusif, non diskriminatif, dan berpegang teguh pada standar Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional (Sudagung & Olifiani, 2020).
Adapun hak-hak pekerja migran dalam konsensus tersebut yaitu mempunyai hak berkumpul dan berserikat dengan organisasi pekerja, memperoleh kesetaraan di depan hukum, dikunjungi oleh keluarganya, kebebasan untuk mobilitas, memperoleh perlakuan yang adil di tempat kerja, memperoleh akses informasi mengenai ketenagakerjaan, menyimpan dokumen pribadi, memperoleh remunerasi, tunjangan dan penghasilan yang layak dan adil, memperoleh kontrak kerja yang jelas, dan berhak mengajukan keluhan atau pernyataan terkait perselisihan buruh sesuai dengan hukum yang berlaku. Kemudian, kewajiban dari negara pengirim pekerja migran yaitu bertanggung jawab dalam memberikan program orientasi sebelum keberangkatan, bertanggung jawab dalam pemenuhan syarat kesehatan, bertanggung jawab dalam menentukan biaya yang dikeluarkan pekerja migran yang layak dan transparan, dan bertanggung jawab dalam membuat program re-integrasi bagi pekerja migran yang kembali. Selanjutnya, kewajiban negara penerima yaitu bertanggung jawab menjamin HAM, memfasilitasi bantuan legal, membuat program untuk meningkatkan pemahaman mengenai aturan di negara penerima, memberikan perlindungan keselamatan kerja, menjamin perlakuan yang adil, dan menjamin remunerasi dan benefit yang adil (Yunita, 2017).
Berdasarkan konsensus tersebut, negara penerima memiliki kewajiban dalam menjamin hak-hak pekerja migran, dalam hal ini negara penerima berkewajiban menjamin keselamatan pekerja migran, yang secara tersirat mengartikan bahwa negara penerima berkewajiban menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan bagi pekerja migran guna menjamin keselamatan selama bekerja di negara penerima. Akan tetapi pengimplementasian dari konsensus tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena meskipun sudah terbentuknya konsensus tersebut sebagai instrumen hukum terhadap perlindungan bagi pekerja migran, beberapa
negara yang tergabung dalam ASEAN masih kurang memperhatikan pekerja migran, yang berdampak pada meledaknya kasus baru COVID-19. Hal ini dikarenakan sifat dari konsensus yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga sulit untuk menegakkan perlindungan bagi pekerja migran. Selain itu, beberapa pasal di dalam konsensus memberikan ruang bagi negara anggota untuk menerjemahkan isi pasal tersebut yang kemudian dituangkan ke dalam peraturan nasional negara-negara anggota ASEAN, sehingga dalam hal ini dapat mengakibatkan multitafsir, serta dalam penyusunannya tidak mengikutsertakan pekerja migran (Pramudyani, 2019). Oleh sebab itu, agar konsensus tersebut dapat dilaksanakan dan ditegakkan, maka negara-negara di ASEAN harus memiliki aparat penegak hukum yang tegas dalam menegakkan hukum yang berlaku dan memiliki aturan-aturan nasional yang mendukung perlindungan pekerja migran yang disesuaikan dengan standar HAM internasional.
Selain itu, negara-negara di ASEAN juga harus memiliki kemauan yang kuat dalam menyusun Protokol Penanganan COVID-19 Berbasis Perlindungan HAM terhadap Pekerja Migran di ASEAN sebagai upaya dalam mencapai hubungan diplomasi antarnegara anggota ASEAN, guna mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja migran yang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyusunannya melalui hubungan diplomasi antarnegara anggota ASEAN, agar pekerja migran secara konkrit memiliki pengaturan yang kuat mengenai perlindungannya sebagai pekerja migran demi mewujudkan kesejahteraan selama pandemi COVID-19 (Susilo, 2020). Dengan adanya aturan dan penegakkan terhadap perlindungan hukum bagi pekerja migran yang dilakukan oleh antarnegara anggota ASEAN, menandakan kesuksesan atas hubungan diplomasi dalam penanganan perlindungan hukum bagi pekerja migran.
Keberadaan konsensus tersebut mendorong Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN untuk membentuk regulasi yang berkaitan dengan perlindungan pekerja migran dan sebagai payung hukum nasional dalam melindungi pekerja migran yang berada di luar negeri, yakni Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Bentuk perlindungan dalam undang-undang tersebut bersifat spesifik dan menyeluruh ke berbagai aspek seperti perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi bagi pekerja migran serta adanya perlindungan kepada pekerja migran dan keluarganya (Sudagung & Olifiani, 2020). Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong negara negara anggota ASEAN lainnya untuk membentuk hukum nasional yang berkaitan dengan perlindungan bagi pekerja migran untuk melindungi pekerja migran suatu negara yang berada di negara lain, yang disesuaikan dengan konsensus ASEAN mengenai perlindungan pekerja migran dan standar HAM internasional.
Sebagai organisasi regional yang berada di kawasan Asia Tenggara, ASEAN harus membentuk kerja sama regional melalui hubungan diplomasi dalam menangani permasalahan seperti pandemi COVID-19 yang sedang terjadi saat ini. Dalam kerja sama yang terjalin, tidak hanya untuk memperbaiki kondisi dari warga negaranya sendiri, tetapi harus memperhatikan warga negara asing yang terdapat di negaranya, terutama pekerja migran yang biasanya rentan terhadap diskriminasi. Keberadaan COVID-19 membuat celah diskriminasi bagi pekerja migran seperti dalam hal pelayanan kesehatan dan publik lainnya. Padahal ASEAN memiliki ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang dijadikan sebagai instrumen hukum dalam upaya perlindungan bagi pekerja migran di wilayah Asia Tenggara.
Melihat implementasi dari konsensus tersebut, dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya karena konsensus tersebut tidak mengikat dan dalam penyusunannya tidak melibatkan pekerja migran, oleh sebab itu, agar perlindungan bagi pekerja migran dapat ditegakkan maka harus adanya aparat hukum yang tegas dalam penegakkannya, kemudian perlunya menyusun Protokol Penanganan COVID-19 Berbasis Perlindungan HAM terhadap Pekerja Migran, yang penyusunannya melibatkan pekerja migran dalam hubungan diplomasi antarnegara anggota ASEAN guna mewujudkan kesejahteraan. Selain itu, perlu adanya hukum nasional dalam upaya perlindungan bagi pekerja migran, seperti halnya Indonesia dalam membentuk Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang disesuaikan dengan konsensus ASEAN mengenai perlindungan pekerja migran.
Referensi
Alfia, N. N. (2020). Peran ASEAN dan Urgensi Kerja Sama Internasional dalam Menangani Pandemi COVID-19 Menurut Teori Neoliberalisme. ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/342391932_THI_Nabila_Nur_Alfia_071911233064_Peran_ASEAN_dan_Urgensi_Kerjasama_Internasional_dalam_Menangani_Pandemi_Covid-19_menurut_Teori_Neoliberalisme
Falahi, Z., & Nainggolan, P. P. (2020). Regionalisme ASEAN dalam Merespons Pandemik COVID-19. Info Singkat, XII(7), 7-12.
Margaretha, Y. (2020, 10 September). Tantangan Kerja Sama Regional ASEAN dalam Melawan COVID-19. LIPI. http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/tantangan kerja-sama-regional-asean-dalam-melawan-covid-19.html
Pramudyani, Y. D. (2019, 29 Januari). Konsensus ASEAN Belum Pengaruhi Kemajuan Perlindungan Pekerja Migran. Detik. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d 3728718/ini-isi-kesepakatan-asean-untuk-lindungi-pekerja-migran
Sudagung, A. D. & Olifiani, L. P. (2020). Implementasi Tingkat Nasional dan Daerah atas Konsensus ASEAN 2017 dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Indonesian Perspective, 5(1), 28-49.
Susilo, W. (2020, 13 Juni). ASEAN Lupa Soal Perlindungan Pekerja Migran dalam Protokol COVID-19. DW. https://www.dw.com/id/asean-pekerja-migran-dan-krisis-covid-19/a 53728802
Widyaningrum, G. L. (2020, 12 Maret). WHO Tetapkan COVID-19 Sebagai Pandemi Global, Apa Maksudnya?. National Geographic. https://nationalgeographic.grid.id/read/132059249/who-tetapkan-covid-19- sebagai-pandemi-global-apa-maksudnya
Yunita, N. W. (2017, 15 November). Ini Isi Kesepakata ASEAN untuk Lindungi Pekerja Migran. Detik. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3728718/ini-isi kesepakatan-asean-untuk-lindungi-pekerja-migran
Tulisan ini merupakan karya Aril Ramadhan Nur Alam, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, yang Menjadi Juara III Kompetisi Esai FPCI Unpad.