Diplomasi Untuk Perlindungan Hukum bagi Pekerja di ASEAN

0

Ilustrasi pekerja migran. Foto: Pixabay.com

Pada akhir tahun 2019, dunia tengah digemparkan oleh sebuah virus  berbahaya yakni COVID-19, yang bermula dari  Wuhan, Tiongkok hingga akhirnya merambah ke seluruh belahan dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara. Menyikapi hal tersebut, World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global karena dapat menyebar ke  beberapa negara dalam jangka waktu yang bersamaan  (Widyaningrum, 2020). Situasi pandemi COVID-19 ini memperlihatkan bahwa suatu negara tidak dapat mengendalikannya secara mandiri, melainkan dibutuhkan kerja sama internasional yang dibangun antarnegara untuk mengatasi pandemi COVID-19. Salah satu kerja sama yang dibentuk oleh antarnegara yaitu  kerja sama yang dipelopori oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai organisasi regional di wilayah Asia Tenggara, dengan membuat kebijakan  seperti memperkokoh kerja sama untuk melawan COVID-19 yang dilakukan  dengan cara saling bertukar informasi, best practice, pengembangan riset, pengembangan epidemologi, dan lain-lain (Margaretha, 2020). Kerja sama tersebut terbentuk karena adanya hubungan diplomasi antarnegara dengan berdasarkan pada kebijakan yang mendahulukan kepentingan bersama, kooperatif,  dan saling mendukung satu sama lain agar dapat mengatasi pandemi COVID-19 (Falahi &  Nainggolan, 2020). 

Hubungan diplomasi yang terjalin ini tidak hanya untuk memperbaiki kondisi warga negara dan negaranya sendiri yang terdampak COVID-19, akan tetapi juga  memperbaiki kondisi warga negara asing yang berada di suatu negara. Dalam hal  ini, dapat dikatakan bahwa suatu negara juga perlu memperhatikan kondisi dan  keadaan dari warga negara asing yang bertempat tinggal di negaranya, khususnya  pekerja migran. Hal ini diperkuat oleh International Labour Organization (ILO) yang mengidentifikasi pekerja migran sebagai kelompok yang paling mudah terinfeksi dan terdampak COVID-19 (Susilo, 2020). Hal tersebut dikarenakan pekerja migran, terutama yang  bekerja di sektor pengasuhan, kesehatan, perawatan, dan pelayanan publik mudah tertular secara langsung yang diakibatkan dari adanya mobilitas yang tinggi dalam  pekerjaannya, sehingga mudah tertular COVID-19 (Susilo, 2020). Selain itu, sebagai warga negara asing, pekerja migran rentan mengalami diskriminasi dalam  pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Diskriminasi tersebut biasanya  dialami oleh pekerja migran yang tidak berdokumen (biasanya terjadinya di  Thailand dan Malaysia), sehingga harus menghadapi penangkapan operasi  keimigrasian dan kehilangan pekerjaan.

Selain itu, Singapura yang pada awalnya tidak memerhatikan pekerja migran dalam penanganan COVID-19, sehingga berdampak pada terjadinya ledakan kasus baru COVID-19 di Singapura (Susilo,  2020). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan masih kurangnya perlindungan  hukum terhadap pekerja migran di wilayah Asia Tenggara, padahal ASEAN  memiliki ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of  Migran Workers sebagai intrumen hukum yang melindungi pekerja migran di  wilayah Asia Tenggara. Oleh sebab itu, maka penulis beranggapan perlu  dilakukannya analisis lebih lanjut mengenai Perlindungan Hukum bagi Pekerja  Migran di Wilayah Asia Tenggara Melalui Hubungan Diplomasi dalam  Mewujudkan Kesejahteraan di Tengah Pandemi COVID-19. 

ASEAN adalah organisasi regional yang beranggotakan sepuluh negara di  wilayah Asia Tenggara yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial,  budaya, dan politik di wilayah Asia Tenggara (Alfia, 2020). Keberadaan organisasi  regional ini dapat meningkatkan kerja sama antarnegara melalui hubungan diplomasi yang terjalin dalam menangani suatu permasalahan yang terjadi seperti pandemi COVID-19 yang berdampak pada segala aspek, salah satunya yaitu  pekerja migran. Berdasarkan ILO, pada awal tahun 2019 diperkirakan terdapat 20,9 juta pekerja migran ASEAN dan 6,9 juta diantaranya bermigrasi antarnegara  ASEAN (Pramudyani, 2019).

Banyaknya pekerja migran di ASEAN dapat  berdampak pada rentannya diskriminasi yang dialaminya. Terlebih lagi, saat ini  sedang terjadi pandemi COVID-19, yang membuat suatu negara lebih  mengedepankan keamanan serta kesehatan warga negaranya sendiri. Hal ini secara  tidak langsung membuat pekerja migran semakin rentan terhadap diskriminasi  dalam pelayanan kesehatan ataupun pelayanan publik lainnya.

Padahal, ASEAN memiliki instrumen hukum yang melindungi pekerja migran di wilayah Asia Tenggara yaitu ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights  of Migrant Workers yang berisi mengenai hak-hak pekerja migran, kewajiban  negara pengirim, serta kewajiban negara penerima pekerja migran. Instrumen  hukum tersebut harus diartikan sebagai upaya progresif dalam mewujudkan  instrumen hukum terhadap perlindungan pekerja migran di wilayah Asia Tenggara yang didasarkan pada prinsip inklusif, non diskriminatif, dan berpegang teguh pada standar Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional (Sudagung & Olifiani, 2020).  

Adapun hak-hak pekerja migran dalam konsensus tersebut yaitu mempunyai  hak berkumpul dan berserikat dengan organisasi pekerja, memperoleh kesetaraan  di depan hukum, dikunjungi oleh keluarganya, kebebasan untuk mobilitas,  memperoleh perlakuan yang adil di tempat kerja, memperoleh akses informasi  mengenai ketenagakerjaan, menyimpan dokumen pribadi, memperoleh remunerasi,  tunjangan dan penghasilan yang layak dan adil, memperoleh kontrak kerja yang  jelas, dan berhak mengajukan keluhan atau pernyataan terkait perselisihan buruh sesuai dengan hukum yang berlaku. Kemudian, kewajiban dari negara pengirim  pekerja migran yaitu bertanggung jawab dalam memberikan program orientasi  sebelum keberangkatan, bertanggung jawab dalam pemenuhan syarat kesehatan,  bertanggung jawab dalam menentukan biaya yang dikeluarkan pekerja migran yang  layak dan transparan, dan bertanggung jawab dalam membuat program re-integrasi  bagi pekerja migran yang kembali. Selanjutnya, kewajiban negara penerima yaitu  bertanggung jawab menjamin HAM, memfasilitasi bantuan legal, membuat  program untuk meningkatkan pemahaman mengenai aturan di negara penerima,  memberikan perlindungan keselamatan kerja, menjamin perlakuan yang adil, dan  menjamin remunerasi dan benefit yang adil (Yunita, 2017).  

Berdasarkan konsensus tersebut, negara penerima memiliki kewajiban dalam  menjamin hak-hak pekerja migran, dalam hal ini negara penerima berkewajiban  menjamin keselamatan pekerja migran, yang secara tersirat mengartikan bahwa  negara penerima berkewajiban menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan  bagi pekerja migran guna menjamin keselamatan selama bekerja di negara  penerima. Akan tetapi pengimplementasian dari konsensus tersebut tidak berjalan  sebagaimana mestinya karena meskipun sudah terbentuknya konsensus tersebut  sebagai instrumen hukum terhadap perlindungan bagi pekerja migran, beberapa 

negara yang tergabung dalam ASEAN masih kurang memperhatikan pekerja  migran, yang berdampak pada meledaknya kasus baru COVID-19. Hal ini  dikarenakan sifat dari konsensus yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,  sehingga sulit untuk menegakkan perlindungan bagi pekerja migran. Selain itu,  beberapa pasal di dalam konsensus memberikan ruang bagi negara anggota untuk  menerjemahkan isi pasal tersebut yang kemudian dituangkan ke dalam peraturan  nasional negara-negara anggota ASEAN, sehingga dalam hal ini dapat  mengakibatkan multitafsir, serta dalam penyusunannya tidak mengikutsertakan  pekerja migran (Pramudyani, 2019). Oleh sebab itu, agar konsensus tersebut dapat  dilaksanakan dan ditegakkan, maka negara-negara di ASEAN harus memiliki  aparat penegak hukum yang tegas dalam menegakkan hukum yang berlaku dan  memiliki aturan-aturan nasional yang mendukung perlindungan pekerja migran  yang disesuaikan dengan standar HAM internasional.

Selain itu, negara-negara di  ASEAN juga harus memiliki kemauan yang kuat dalam menyusun Protokol  Penanganan COVID-19 Berbasis Perlindungan HAM terhadap Pekerja Migran di  ASEAN sebagai upaya dalam mencapai hubungan diplomasi antarnegara anggota  ASEAN, guna mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja migran yang dilakukan  dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dalam  penyusunannya melalui hubungan diplomasi antarnegara anggota ASEAN, agar  pekerja migran secara konkrit memiliki pengaturan yang kuat mengenai  perlindungannya sebagai pekerja migran demi mewujudkan kesejahteraan selama  pandemi COVID-19 (Susilo, 2020). Dengan adanya aturan dan penegakkan  terhadap perlindungan hukum bagi pekerja migran yang dilakukan oleh antarnegara  anggota ASEAN, menandakan kesuksesan atas hubungan diplomasi dalam  penanganan perlindungan hukum bagi pekerja migran. 

Keberadaan konsensus tersebut mendorong Indonesia sebagai salah satu  anggota ASEAN untuk membentuk regulasi yang berkaitan dengan perlindungan  pekerja migran dan sebagai payung hukum nasional dalam melindungi pekerja  migran yang berada di luar negeri, yakni Undang-Undang No. 18 Tahun 2017  tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Bentuk perlindungan dalam  undang-undang tersebut bersifat spesifik dan menyeluruh ke berbagai aspek seperti  perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi bagi pekerja migran serta adanya perlindungan kepada pekerja migran dan keluarganya (Sudagung & Olifiani, 2020).  Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong negara negara anggota ASEAN lainnya untuk membentuk hukum nasional yang berkaitan  dengan perlindungan bagi pekerja migran untuk melindungi pekerja migran suatu negara yang berada di negara lain, yang disesuaikan dengan konsensus ASEAN  mengenai perlindungan pekerja migran dan standar HAM internasional.  

Sebagai organisasi regional yang berada di kawasan Asia Tenggara, ASEAN  harus membentuk kerja sama regional melalui hubungan diplomasi dalam  menangani permasalahan seperti pandemi COVID-19 yang sedang terjadi saat ini.  Dalam kerja sama yang terjalin, tidak hanya untuk memperbaiki kondisi dari warga  negaranya sendiri, tetapi harus memperhatikan warga negara asing yang terdapat di  negaranya, terutama pekerja migran yang biasanya rentan terhadap diskriminasi.  Keberadaan COVID-19 membuat celah diskriminasi bagi pekerja migran seperti  dalam hal pelayanan kesehatan dan publik lainnya. Padahal ASEAN memiliki  ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers yang dijadikan sebagai instrumen hukum dalam upaya perlindungan bagi  pekerja migran di wilayah Asia Tenggara.  

Melihat implementasi dari konsensus tersebut, dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya karena konsensus tersebut tidak mengikat dan  dalam penyusunannya tidak melibatkan pekerja migran, oleh sebab itu, agar  perlindungan bagi pekerja migran dapat ditegakkan maka harus adanya aparat  hukum yang tegas dalam penegakkannya, kemudian perlunya menyusun Protokol  Penanganan COVID-19 Berbasis Perlindungan HAM terhadap Pekerja Migran, yang penyusunannya melibatkan pekerja migran dalam hubungan diplomasi  antarnegara anggota ASEAN guna mewujudkan kesejahteraan. Selain itu, perlu  adanya hukum nasional dalam upaya perlindungan bagi pekerja migran, seperti  halnya Indonesia dalam membentuk Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang  Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang disesuaikan dengan konsensus  ASEAN mengenai perlindungan pekerja migran.

Referensi

Alfia, N. N. (2020). Peran ASEAN dan Urgensi Kerja Sama Internasional dalam  Menangani Pandemi COVID-19 Menurut Teori Neoliberalisme.  ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/342391932_THI_Nabila_Nur_Alfia_071911233064_Peran_ASEAN_dan_Urgensi_Kerjasama_Internasional_dalam_Menangani_Pandemi_Covid-19_menurut_Teori_Neoliberalisme

Falahi, Z., & Nainggolan, P. P. (2020). Regionalisme ASEAN dalam Merespons Pandemik COVID-19. Info Singkat, XII(7), 7-12. 

Margaretha, Y. (2020, 10 September). Tantangan Kerja Sama Regional ASEAN  dalam Melawan COVID-19. LIPI. http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/tantangan kerja-sama-regional-asean-dalam-melawan-covid-19.html 

Pramudyani, Y. D. (2019, 29 Januari). Konsensus ASEAN Belum Pengaruhi  Kemajuan Perlindungan Pekerja Migran. Detik. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d 3728718/ini-isi-kesepakatan-asean-untuk-lindungi-pekerja-migran 

Sudagung, A. D. & Olifiani, L. P. (2020). Implementasi Tingkat Nasional dan  Daerah atas Konsensus ASEAN 2017 dalam Perlindungan Pekerja Migran  Indonesia. Indonesian Perspective, 5(1), 28-49. 

Susilo, W. (2020, 13 Juni). ASEAN Lupa Soal Perlindungan Pekerja Migran dalam  Protokol COVID-19. DW. https://www.dw.com/id/asean-pekerja-migran-dan-krisis-covid-19/a 53728802 

Widyaningrum, G. L. (2020, 12 Maret). WHO Tetapkan COVID-19 Sebagai  Pandemi Global, Apa Maksudnya?. National Geographic. https://nationalgeographic.grid.id/read/132059249/who-tetapkan-covid-19- sebagai-pandemi-global-apa-maksudnya 

Yunita, N. W. (2017, 15 November). Ini Isi Kesepakata ASEAN untuk Lindungi  Pekerja Migran. Detik. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3728718/ini-isi kesepakatan-asean-untuk-lindungi-pekerja-migran

Tulisan ini merupakan karya Aril Ramadhan Nur Alam, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, yang Menjadi Juara III Kompetisi Esai FPCI Unpad.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *