G20 2022: Diundangnya Rusia, Ancaman AS, dan Sikap Indonesia

0

Ilustrasi G20 Indonesia. Foto: Reuters

Jalinan relasi politik-diplomatik di tingkat regional dan global serta berbagai bentuk kebijakannya merupakan representasi dari kualitas suatu negara. Kemampuan dan kapasitas dalam menjalin relasi internasional merupakan salah satu hal yang amat krusial bagi suatu negara. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, karakteristik negara selain dari kepemilikan wilayah (defined territory), memiliki populasi yang permanen (permanent population), memiliki pemerintahan (government), adalah juga kemampuan untuk melakukan hubungan internasional (capacity to enter into relations with other state). Artinya, apabila negara tersebut tidak mampu—dengan kapasitasnya—melakukan hubungan internasional, maka salah satu syarat dari eksistensi sebuah negara tidak terpenuhi.

Begitupun Indonesia sebagai negara yang memiliki kedaulatan penuh, tentu mampu dan harus mampu menjalin hubungan internasional atau politik luar negeri. Sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 37 Tahun 1999, hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya. Hal ini berarti Indonesia harus aktif dalam percaturan politik dunia dengan kedaulatan penuh yang dimilikinya. Sokoguru atau pilar asasi kebijakan luar negeri Indonesia adalah politik luar negeri bebas dan aktif. Sebagaimana terdapat pada UU Nomor 37 Tahun 1999, politik luar negeri bebas aktif adalah kebijakan politik yang bebas dalam menentukan sikap dan kebijakan terhadap permasalahan internasional.

Sekian lama Republik Indonesia berdiri sejak kemerdekaannya tahun 1945, sudah banyak bukti nyata bahwa Indonesia terlibat aktif dalam percaturan dan dinamika politik dunia. Salah satu bukti keterlibatan Indonesia dalam hubungan internasional adalah turut terlibatnya Indonesia dalam forum ekonomi terbesar di dunia yaitu G20. Grup 20 (G20) adalah forum internasional yang menyangkut perekonomian global, yang terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa. G20 merupakan forum utama dunia yang sangat krusial karena secara keseluruhan mewakili sekitar 65% penduduk dunia, 75% perdagangan global dan sekitar 85% perekonomian dunia. Dengan bergabungnya Indonesia dalam forum ekonomi yang luar biasa ini menjadi pertanda bahwa Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian dan politik dunia.

Indonesia dimandatkan menjadi presidensi G20 pada tahun 2022, yang menerima estafet presidensi dari Italia di tahun sebelumnya (2021) dan Saudi Arabia (2020). Adapun tema yang diusung dalam G20 di Indonesia, sebagaimana dikutip dari Kominfo.go.id, adalah Recover Together, Recover Stronger. Tema ini diusung tiada lain adalah untuk pemulihan Bersama segala aspek kehidupan sosial di seluruh dunia, terutama dari keterpurukan ekonomi dan COVID-19. Jajaran aparatur negara dan kita semua rakyat Indonesia, tentu bangga atas kenyataan ini dan berharap Presidensi Indonesia mampu meningkatkan keterpendandangan Indonesia di tingkat internasional.

Rusia, AS, dan Dilema Indonesia

Peristiwa yang mengejutkan terjadi pada 24 Februari 2022, yaitu Rusia yang melancarkan serangan militer ke negara tetangganya Ukraina. Tentu saja hal ini secara langsung berimplikasi pada ketidakstabilan politik regional di Eropa, terutama Eropa Timur dan lebih luasnya berimplikasi pada perekonomian dunia. Negara aliansi barat (western allies) yang dipimpin oleh Amerika Serikat sesegera mungkin melakukan embargo atau sanksi ekonomi yang masif kepada Rusia. Pertentangan yang tajam terus terasa, bahkan sampai saat ini.

Penulis tidak akan rinci membahas bagaimana upaya AS dan sekutunya dalam ‘menghukum’ Rusia atas operasi militernya di Ukraina. Yang akan penulis ulas dalam tulisan opini ini adalah hubungan antara operasi militer yang dilancarkan Rusia dengan presidensi Indonesia di G20 tahun 2022. Sebagaimana dalam tata prosedur G20, setiap negara yang menjadi pemimpin forum ini diharuskan mengundang seluruh anggota negara-negara yang terlibat, serta organisasi internasional IMF dan Bank Dunia. Dan dalam hal ini, Indonesia harus mengundang seluruh keanggotaan G20, termasuk Rusia.

Namun, AS dan beberapa sekutunya ‘mengancam’ secara terus terang, jika Presiden Rusia Vladimir Putin dan para diplomatnya hadir dalam pertemuan G20 di Bali, maka mereka akan memboikot pertemuan G20 dengan tidak akan menghadirinya sama sekali. Pernyataan AS akan ancaman boikotnya ini tercermin dari pernyataan Menteri Keuangan AS Janet Yellen saat ia bersaksi di Komiter Jasa Keuangan DPR pada 6 April lalu. “Saya telah menjelaskan kepada rekan-rekan saya di Indonesia bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika Rusia ada di sana.” kata Yellen. 

Pernyataan Menteri Keuangan AS yang tentu saja mewakili sikap atasannya Presiden Joe Biden ini menunjukkan bahwa AS begitu konfrontatif terhadap Rusia, sekalipun di dalam forum ekonomi G20. Penulis berpendapat bahwa pernyataan tersebut merupakan wujud dari arogansi AS yang ingin memperlihatkan ‘taringnya’ di dunia internasional. Pembelaannya terhadap Ukraina dan konfrontasinya terhadap Rusia adalah wujud kebijakan AS yang perlu dihormati. Namun, ancaman yang terlontar bahwa mereka akan memboikot pertemuan G20 di Indonesia dirasa kurang tepat dilontarkan. Mengapa? Sebagaimana kita tahu, G20 ini adalah suatu forum yang menitikberatkan pada persoalan ekonomi daripada persoalan politik. Dibawanya isu Rusia-Ukraina ke G20 adalah bentuk ‘penempatan yang salah’ yang dilakukan Amerika mengenai isu yang sedang bergulir. 

Penulis tertarik dan menyetujui pendapat Guru Besar Hukum Internasional Prof. Hikmahanto Juwana, bahwa mengapa kemudian Indonesia harus ‘dihukum’ oleh AS hanya karena kewajiban yang dijalankannya (mengundang seluruh anggota G20). Penulis ingin mengutip pernyataan Prof. Hikmahanto dalam paparannya di forum diskusi crosscheck di Channel YouTube Medcom id, “sekarang gak usah lah buat pernyataan-pernyataan seperti itu (mengancam tidak akan menghadiri G20 di Indonesia) ya, kalau mau datang ayo kalau nggak, gak usah”. Penulis sangat setuju dengan pernyataan tersebut karena diplomasi Indonesia seharusnya tidak menghamba dan tunduk pada kepentingan apapun dan siapapun—sebagaimana asas bebas aktif yang kita jadikan sebagai landasan.

Namun, tetap perlu melobi dan melakukan diplomasi terus-menerus untuk menerangkan juga mempersuasikan kepada AS dan beberapa negara yang memberi ancaman serupa seperti Australia, Kanada, Inggris, dan Polandia, agar mereka paham dan menghilangkan sikapnya yang egoistis dan mengintimidasi Indonesia sebagai presidensi G20. Tentu kita berharap seluruh negara anggota G20 bisa menghadiri seluruh rangkaian acara di Indonesia. Namun apabila AS dan negara yang menentang kehadiran Rusia di G20 tetap bersikukuh dengan keputusannya, ini tidak berarti lobi dan upaya diplomasi yang diupayakan Indonesia gagal atau sia-sia. Menurut penulis, yang akan jelas terlihat adalah sikap ‘kekanak-kenakan’ negara tersebut dalam kebijakannya di G20 dan pada akhirnya, tidak ada salahnya seluruh anggota hadir dan menurunkan egonya untuk mencapai resolusi permasalahan yang lebih intelektual dan beradab, daripada sebatas melakukan pemboikotan.

Referensi:

Alaydrus, Hadijah. Tegas! Janet Yellen Menolak Hadir di Pertemuan Menkeu G20 Jika Rusia Diizinkan Hadir. 2022. Bisnis.com. (https://ekonomi.bisnis.com/read/20220406/620/1520103/tegas-janet-yellen-menolak-hadir-di-pertemuan-menkeu-g20-jika-rusia-diizinkan-hadir)

CNN. Deret Negara yang Tolak Rusia Hadiri G20 di Bali. 2022. Cnnindonesia.com. (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220407163724-113-781781/deret-negara-yang-tolak-rusia-hadiri-g20-di-bali)

Kemenkeu. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999. Jdih.kemenkeu.go.id. (https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1999/37TAHUN1999UU.htm)

Medcomid. 2022, 17 April. Ancam Boikot G20, Amerika Intervensi Kedaulatan Presidensi Indonesia [Video]. YouTube. (https://youtu.be/_0lUXZz_oyw)

Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Depok: Rajawali Pers, 2018.Sherpa G20 Indonesia. Sejarah Singkat G20. (https://sherpag20indonesia.ekon.go.id/sejarah-singkat-g20)

Adrian Aulia Rahman adalah seorang siswa dari SMAN 1 Lembang. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @adrianauliar

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *