Gagapnya Institusi Internasional dalam Menangani Wabah Virus Corona

0

Ilustrasi Coronavirus di Cina. Foto: pixabay.com.

Ditengah ramainya isu internasional yang hadir di awal 2020, penjangkitan virus corona atau coronavirus adalah satu yang secara spesifik membahayakan individu. Virus yang didefinisikan memberikan kasus-kasus yang mendekati gejala pneumonia membuat gempar dengan besarnya jumlah korban yang terinfeksi dalam kurung waktu yang cukup singkat. Kota Wuhan, tempat awal mula virus tersebut muncul, diisolasi penuh oleh Pemerintah China untuk menghindari penyebaran ke tempat lain. Akan tetapi, upaya tersebut ternyata terlambat untuk menghindari virus bersinggah di berbagai negara lainnya.

Dari berbagai bahasan yang berkembang dalam penanganan wabah virus corona, saya menyadari bahwa upaya diplomasi antar-negara seperti hilang dari radar. Ini menjadi suatu ironi, karena tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penyebaran virus yang kasat mata ini sudah berdampak lintas negara. Dalam penanganan wabah virus corona, upaya preventif yang dilakukan oleh beberapa negara menimbulkan polemik politik. Belum lagi, rentetan dampak lainnya yang memberi kekhawatiran dalam jangka panjang. 

Berbeda dengan wabah virus yang terdahulu, virus corona memang tersebar relatif lebih cepat ke berbagai negara lainnya. Hal ini mendorong beberapa negara, termasuk Indonesia, dengan segera menutup akses penerbangan ke China. Upaya ini disayangkan oleh Duta Besar China untuk Indonesia karena akan memberikan kerugian ekonomi yang signifikan. Di sisi lain, Amerika Serikat terus-menerus menambah daftar negara sebagai bagian yang terkena travel ban seiringan dengan bertambahnya kasus yang tersebar. 

Selain implikasi bilateral dengan negara China sebagai negara sumber virus, hubungan luar negeri negara lainnya juga berada dalam posisi yang tidak memadai. Tidak urung langkah-langkah penanganan dalam menghadapi wabah penyakit lebih berpusat dalam lingkup domestik sehingga memberikan kecanggungan dalam hubungan luar negeri. Dalam kasus tersebarnya wabah virus di kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama, Jepang yang telah mendapati kasus virus corona kewalahan dalam mengkarantina penumpang di dalamnya. Upaya karantina ini terhambat hingga 72 jam, mendorong infeksi virus tersebar kepada penumpang dari berbagai negara. Adapun, negara-negara berkembang seperti Iran, sangat bergantung pada perdagangan kemanusiaan (humanitarian trade) dalam menghadapi wabah virus. Kerentanan ekonomi seiringan dengan sanksi perdagangan yang dikerahkan oleh Amerika pada tahun 2018 membuat Iran tidak bisa menyediakan atribut kesehatan yang memadai untuk menghadapi virus corona. 

Tindakan-tindakan pencegahan yang diambil oleh negara memberikan tensi politik dan menunjukkan bagaimana tidak adanya koordinasi yang memadai antar-negara dalam menghadapi virus yang menyebar. Di luar kesadaran WHO sendiri akan kebutuhan koordinasi antarnegara, penanganan diplomasi terhadap ancaman wabah penyakit tidak lebih pada penekanan restriksi perjalanan dan perhatian terhadap warga negara yang terjebak dalam tempat terjangkit. Pembuatan kebijakan negara lebih diarahkan kepada kesehatan publik, sehingga menunjukkan bahwa kasus wabah penyakit yang mengglobal ini diperlakukan sebagai isu domestik. 

Tidak dapat dipungkiri, untuk menghindari akibat dari ancaman wabah virus, negara memang seharusnya mengedepankan kedaulatannya terdahulu. World Health Organization (WHO) sendiri telah menyadari kebutuhan untuk menelisik wabah penyakit dalam permasalahan keamanan nasional, terlebih dengan pembawaan ancaman yang tidak mudah untuk dideteksi. Ancaman ini semakin menjadi menarik perhatian dengan mudahnya akses lintas manusia antar-batas wilayah serta kemajuan teknologi senjata biologis. Walau perhatian terhadap diplomasi wabah penyakit di PBB semakin signifikan, tidak banyak perkembangan yang sepadan dalam usaha diplomasinya. 

WHO merupakan tempat bagi negara dalam menentukan kebijakan kesehatan publik yang sesuai, terutama dalam penanganan wabah penyakit. Selain itu, WHO merupakan tempat di mana interaksi antarnegara dilakukan. WHO telah mengerahkan usaha untuk diplomasi keamanan kesehatan global, terbukti dengan upaya multilateral terkini terlampir pada skema 2024 oleh Global Health Security Agenda (GHSA). WHO juga mengambil peran sebagai aktor independen dengan menjadi penilai dan peninjau isu-isu kesehatan global. Dalam penanganan wabah penyakit pun, WHO adalah komite ahli yang menentukan situasi gawat darurat serta memberi saran kebijakan kepada negara. 

Penanganan wabah penyakit diawasi dan ditelusuri oleh ahli-ahli kesehatan yang terlibat pada komite keadaan darurat WHO. Berbeda dengan penanganan krisis keamanan lainnya, pembahasan keadaan darurat kesehatan tidak dilakukan dalam bentuk diplomasi. Melainkan, investigasi dan riset mendalam oleh WHO merupakan kunci utama bagi setiap negara dalam menentukan kebijakan yang diambil. Deklarasi wabah virus serta saran WHO dikeluarkan oleh sekretaris jenderal berdasarkan hasil diskusi komite keadaan darurat dalam bagian dari Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Pada penanganan virus corona, WHO semula mengidentifikasikan beberapa kasus pneumonia tanpa penyebab yang jelas di kota Wuhan pada akhir Desember 2019. Komisi Nasional Kesehatan Tiongkok memberikan kelanjutan informasi ke WHO mengenai munculnya jenis baru dari virus corona dalam kasus ini pada 7 Januari 2020. Setelah proses pengumpulan data, WHO mendeklarasikan situasi gawat darurat global. Komite darurat (Emergency Committee) kemudian melakukan diskusi penanganan wabah virus corona serta memberikan saran kepada negara-negara dan WHO sendiri. 

Ada dua hal yang saya dapatkan dengan pola koordinasi penanganan wabah virus Corona ini, yang juga memetakan pola penanganan wabah virus sedari dulu hingga saat ini. Pertama, koordinasi antarnegara terpusat dalam badan WHO. Dalam International Health Regulations (2005), WHO memang memiliki konstitusi dalam menentukan ancaman kesehatan publik serta mengkoordinasi reaksi internasional. Walaupun begitu, lingkup kerja WHO tidak mengakomodir dampak diluar isu kesehatan yang muncul dan berkembang dari datangnya wabah virus. 

Kedua, WHO merupakan satu-satunya badan internasional yang berperan pada penanganan wabah virus. GHSA memang sudah membawa diskusi terkait, tetapi tidak lebih kepada peningkatan bantuan finansial dalam meningkatkan kapasitas penanganan wabah penyakit. Walau urgensi terhadap keamanan kesehatan sudah diakui, United Nations Security Council (UNSC) hanya mengeluarkan dua resolusi terkait dalam dua dekade terakhir dan dianggap tidak memberikan dampak signifikan dalam penanganan wabah penyakit dari lingkup keamanan kesehatan. Selain WHO, tidak ada bahasan virus corona dalam rapat badan PBB lainnya.

Kenyataannya, langkah penanganan wabah virus tidak lebih dari sekedar menyokong peningkatan kebijakan kesehatan setiap negara secara global. Diluar upaya negara untuk mendukung petugas kesehatan dalam menjalankan rangkaian panduan WHO, negara tidak memiliki arahan yang jelas dalam koordinasi kebijakan luar negeri yang diambil. Hal inilah yang mendorong kebijakan-kebijakan luar negeri yang mendorong tensi politik. Restriksi penerbangan adalah bentuk minimal interaksi antar-negara yang bisa dilakukan, yang tentunya tidak lebih menahan sementara dari dampak yang lebih besar. Pada akhirnya, negara memerlukan kebijakan luar negeri yang lebih komprehensif dan terkoordinasi dalam menghadapi wabah virus. Dari coronavirus dapat terlihat bahwa wabah virus semakin berkembang pesat dan membutuhkan langkah-langkah preventif yang sistematis. Tidak hanya dalam lingkup kesehatan publik, tetapi juga dampak sosial, politik, dan ekonomi yang mengancam hubungan antar-negara.

Naifa Rizani adalah kontributor Kontekstual dan lulusan Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan. Ia sangat tertarik dengan isu-isu Keamanan dan Geopolitik.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *