Kebangkitan Sayap Kanan Bukan Ancaman

0

Ilustrasi kebangkitan sayap kanan. Foto: pixabay.com

Semasa kecil, banyak orang berharap ingin segera dewasa. Mereka merasa banyak hal-hal yang bisa dilakukan oleh manusia dewasa, yang tak bisa dilakukan olehnya. Seperti mengatur uang sendiri dan kebebasan akan jam malam. Akhirnya, banyak anak kecil yang proses pendewasaannya justru lebih cepat dari seharusnya.

Kebanyakan dari mereka yang berharap segera dewasa pun melakukan hal-hal yang sebenarnya terlarang. Baik itu terlarang karena mereka masih anak-anak, terlarang karena memang berbahaya bagi kesehatan, dan/atau terlarang karena tidak sesuai dengan moral dan norma. Seperti mengendarai kendaraan bermotor sebelum mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), merokok, minum minuman beralkohol, dan hal-hal lain yang mereka pikir dilakukan oleh orang dewasa setiap saat. Mereka merasa keren dengan melakukan hal-hal tersebut.

Hasilnya? Proses pendewasaan yang tidak sempurna. Mereka-mereka yang ketika dewasa sadar bahwa tindakannya salah, mungkin mampu memperbaiki dirinya. Namun ada juga sebagian dari mereka yang terus merasa bahwa tindakan mereka sah-sah saja. Mereka terus mencari justifikasi dari kerennya berlagak sok dewasa, ketika sebenarnya tindakan yang mereka lakukan bukanlah tentang menjadi orang dewasa, melainkan tentang menjadi seorang rebel dan keengganan untuk menjalankan tanggung jawab atas posisinya di masyarakat.

Hal ini lah yang menjadi alasan mengapa tindakan mereka ketika dewasa tidak lagi perihal minum-minuman alkohol, merokok, atau mengendarai kendaraan tanpa SIM. Karena tindakan-tindakan tersebut sudah “diizinkan” ketika dewasa. Bukan lagi tindakan rebel, katanya. Biar terlihat keren, ketika sudah dewasa, mereka menggabungkan ketiga aktivitas tersebut dalam satu waktu. Ini baru rebel versi dewasa.

Tanggung jawab mungkin jargon yang sudah kita dengar sejak kita duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Namun tentu saja, seiring manusia tumbuh dewasa, beban tanggung jawab semakin banyak. Semasa kecil, kita ditimang-timang oleh komunisme yang diterapkan orang tua. Kebanyakan dari kita melihat orang tua selayaknya masyarakat Korea Utara melihat Kim Jong-Un; tunduk atas perintahnya dengan harapan mendapatkan timbal balik yang setimpal. Mungkin bedanya, orang tua kita akan lebih senang melihat kita menjadi seorang kapitalis yang mampu menghasilkan banyak uang ketika kita dewasa. Sesuatu yang tidak diharapkan Kim Jong-Un pada warganya.

Kembali berbicara perihal tanggung jawab, hal ini lah yang membuat kelompok sayap kiri jauh seperti Extinction Rebellion, dengan landasan ideologi Greta Thunberg-isme, tidak disenangi banyak orang. Bukan karena kita tidak ingin pemanasan global dihentikan, atau karena kita tidak ingin bertanggung jawab atas kerusakan alam, tetapi sesederhana karena mereka tidak mengenal konsep “tanggung jawab” atas apa yang mereka perbuat. Mereka pikir, dengan merusak kereta-kereta London Underground, akan membuat banyak warga London mendukung apa yang mereka promosikan? Tentu tidak.

Jangan pernah meminta hak ketika tanggung jawab kalian belum dipenuhi. Begitu kira-kira kalimat guru Pendidikan Kewarganegaraan ketika saya duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini menjadi prinsip hidup saya.

Permasalahannya, permintaan akan hak begitu kencang diteriakkan oleh kelompok sayap kiri, tanpa adanya pemenuhan tanggung jawab yang sepadan. Mereka berteriak kencang meminta agar ada distribusi pendapatan yang lebih merata. Mereka meminta hak-hak mereka. Namun, apakah mereka mendukung pemenuhan tanggung jawab, seperti menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu atau belajar di kelas, alih-alih berdemonstrasi? Tentu jawabannya tidak. Berteriak meminta hak dulu, pemenuhan tanggung jawabnya nanti saja.

Situasi gaduh akan permintaan hak tanpa pertanggungjawaban ini lah yang membuat kebangkitan sayap kanan menurut saya bukan ancaman, tapi justru sebuah harapan perbaikan di masa depan. Di dalam sayap kanan, ada penekanan pada tanggung jawab yang didahulukan, baru permintaan akan hak. Kelompok sayap kanan percaya bahwa ganjaran setimpal akan didatangkan ketika kita sudah memenuhi tanggung jawab. Contoh sederhana yang mungkin dekat dengan kita adalah mengapa banyak kelompok konservatif agamis cenderung melakukan tanggung jawabnya seperti beribadah dan berusaha, baru berharap ganjaran yang setimpal dari ibadahnya tersebut. Kelompok konservatif agamis tidak ujug-ujug meminta kenikmatan dunia dan akhirat tanpa melakukan ibadah.

Sifat tanggung jawab ini menjadi pemahaman konservatif secara umum. Di seluruh dunia, konservatif menekankan pada tanggung jawab. Hal ini membuat banyak kelompok buruh justru berada di sisi sayap kanan, alih-alih sayap kiri. Kelompok buruh paham bahwa permintaan akan hak yang terlalu besar, tanpa menjalankan tanggung jawab pekerjaan, akan membuat mereka justru kehilangan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, agar mendapatkan ganjaran yang setimpal. Mereka tidak peduli soal kata ganti him atau her, atau hal-hal lain yang tidak esensial akan kebutuhan perut, keluarga, dan keberlangsungan tradisi masyarakat di sekitarnya. Bukannya mereka rasis, namun mereka punya aspek-aspek esensial yang lebih mereka prioritaskan. Soal warna kulit, identitas, dan segala hal-hal tak tampak lainnya tidak akan menjadi masalah kalau urusan perut sudah dipenuhi.

Hal ini juga yang membuat konservatif menekankan pada nilai-nilai tradisi budaya dan keluarga, alih-alih hidup modern nan individualistis. Dengan menghargai tradisi budaya dan keluarga, itu artinya ada tanggung jawab yang tampak dari diri kita akan masyarakat di sekitar kita. Tanpa pemenuhan tanggung jawab kepada masyarakat, jangan kesal kalau kalian dicibir. Kalian mempersulit diri kalian sendiri.

Lantas, apa ada kelompok konservatif untuk isu-isu terkini seperti isu lingkungan? Jelas ada. Konservatif bukan melulu soal uang dan kapitalisme, tetapi lebih kepada bertanggung jawab atas apa yang kalian perbuat. Kalian bisa mengkaji komunitas-komunitas kecil seperti Suku Badui atau masyarakat di Bhutan. Komunitas konservatif yang relatif tertutup akan dunia luar ini peduli sekali dengan lingkungan. Mereka tidak bisa dilabeli progresif karena mereka mempertahankan tradisi mereka. Mereka sayap kanan, dalam esensi bertanggung jawab akan lingkungan di sekitar dan mempertahankan tradisi, dengan pemenuhan hak yang akan datang sendirinya.

Jadi, sayap kanan bukan ancaman. Kebangkitannya memiliki arti semakin banyak orang sadar bahwa pemenuhan tanggung jawab harus didahulukan dari permintaan akan hak. Kebangkitannya juga memiliki arti bahwa sudah semakin banyak orang yang lelah didikte oleh mereka yang merasa keren, padahal sebenarnya hanya sekumpulan orang-orang rebel tak bertanggung jawab.

Hafizh Mulia adalah Pemimpin Redaksi Kontekstual. Bisa ditemui di Twitter dan Instagram dengan username @moelija.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *