Politik Bantuan Masker dan APD Tiongkok Terhadap Italia di Masa Pandemi COVID-19

0

Ilustrasi bantuan Masker dan Obat-obatan. Foto: Pixabay.com

Pada 26 Februari 2020, ketika pandemi COVID-19 menyebar sampai ke Eropa, negara anggota Uni Eropa yang paling terdampak seperti Italia meminta negara anggota lain untuk membantunya. Permintaan bantuan dari Perdana Menteri Italia, Giusseppe Conte melalui Sistem Komunikasi dan Informasi Darurat Uni Eropa (CECIS) kepada Komisi Eropa (European Commission) sebagai lembaga eksekutif di organisasi supranasional Uni Eropa yang bermarkas di Brussels, Belgia tidak mendapatkan respon apapun baik dari petinggi Komisi Eropa atau sesama negara anggota Uni Eropa. Akibatnya, ketidakpercayaan masyarakat Italia terhadap Uni Eropa semakin meningkat. Hal ini dibuktikan naiknya jumlah persentase persepsi negatif publik Italia terhadap Uni Eropa yang mulanya 47 persen pada November 2018 menjadi 67 persen pada Maret 2020 (Termometro Politico, 2020). Ini menjadi sebuah ironi bagi Uni Eropa, mengingat pada 23 Februari 2020, Uni Eropa mengirimkan 25 ton APD ke Tiongkok dengan pesawat terbang dari Wina, Austria sebulan setelah lockdown diberlakukan di Wuhan, provinsi Hubei, tempat virus COVID-19 ditemukan pertama kali.

Meskipun Uni Eropa tidak memiliki wewenang utama untuk merancang kebijakan bersama terkait kesehatan dan wewenang tersebut dilimpahkan kepada masing-masing negara anggota menurut pasal 1 ayat 1 Perjanjian tentang Fungsi Uni Eropa tahun 1957, Uni Eropa dapat mendukung dan mengoordinasikan negara anggotanya untuk melakukan tindakan yang mendukung. Tetapi sebelum wabah COVID-19 mencapai Eropa pada 17 Januari 2020, Komite Kesehatan Komisi Eropa telah mengadakan rapat terkait respon yang harus diambil setiap anggota atas ancaman penyakit virus COVID-19 di luar perbatasan hanya dihadiri oleh 12 dari 27 negara anggota ditambah Inggris yang hadir. Selain itu, berbagai usulan rekomendasi seperti penutupan perbatasan banyak ditolak oleh negara anggota. Karena wewenang kebijakan kesehatan merupakan tanggung jawab setiap anggota, dan anggota yang akan menerapkan sebuah kebijakan harus memberitahu Komite Kesehatan Komisi dengan format hanya satu jam dengan dihadiri 100 orang membuat terbatasnya usaha komunikasi dan kerjasama secara intensif. Pada 29 Januari 2020, ECDC mengeluarkan peringatan kepada Brussels untuk tidak melakukan perjalanan yang tidak penting ke Tiongkok dan bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Akan tetapi, peringatan dari ECDC teralihkan dengan resminya Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) yang mengakibatkan peringatan tersebut hanya angin lalu (The Bureau Investigates, 2020).

Minimnya perhatian negara-negara anggota terhadap peringatan dari Komisi Kesehatan dan fokus semua negara anggota lebih tertuju pada Brexit membuat kemampuan koordinasi dan komunikasi krisis oleh Komisi terhadap anggotanya menjadi dipertanyakan. Hal ini diperkuat oleh bukti ketika Italia meminta para menteri kesehatan Uni Eropa untuk mengadakan pertemuan darurat setelah ditemukannya dua warga negara Tiongkok dinyatakan positif virus COVID-19 pada 30 Januari 2020, dibutuhkan waktu 3 minggu, yang tentunya sangat lambat. Hal ini semakin diperparah dengan stok persediaan masker dan logistik medis yang dimiliki oleh setiap negara anggota sebagian besar sudah kadaluarsa dan harus dimusnahkan. Sebagai contoh, Prancis memiliki 117 juta masker yang sebelumnya 1,7 miliar pada 2011 dan Belgia sudah memusnahkan 38 juta masker yang tak kunjung dipakai semenjak pandemi virus H1NI pada 2011. Selain itu, sebagian besar masker yang layak pakai dikirimkan ke Tiongkok yang berjumlah 25 ton. Di saat yang bersamaan jumlah kasus positif semakin meningkat.   

Di tengah absennya Uni Eropa dan anggotanya dalam membantu Italia, Tiongkok mulai memberikan bantuan logistik APD kepada negara-negara anggota Uni Eropa yang mengalami kekurangan persediaan APD. Italia merupakan negara pertama yang menerima bantuan logistik masker dan APD dari Tiongkok yang mulanya dikirim oleh Asosiasi Pebisnis Wezhou pada 1 Maret 2020, kemudian respon resmi dari Pemerintah Tiongkok diwujudkan dengan pengiriman logistik sejumlah 30 ton masker dan 700 ventilator kepada Italia pada 12 Maret 2020. Diikuti oleh negara anggota UE yang lain seperti Bulgaria dan Yunani yang masing-masing melalui Pemerintah Provinsi Jiangxi dan Asosiasi Kerjasama Ekonomi dan Teknis Tiongkok dan Eropa dengan 14 ribu masker untuk Bulgaria dan 50 ribu masker untuk Yunani dari Pemerintah Tiongkok langsung (18 Maret 2020), Polandia (26 Maret 2020). Sumbangan bantuan logistik APD dari Tiongkok tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok saja, tetapi juga dari perusahaan besar, pemerintah provinsi, dan komunitas Warga Negara Tiongkok yang tinggal di negara anggota UE (European Council for Foreign Relations, 2020).

Walhasil, usaha Tiongkok mendapat pujian dari berbagai media karena paling cepat merespons tanpa harus diminta negara-negara yang membutuhkan. Tetapi, banyak bantuan APD yang dikirimkan oleh pemerintah pusat, organisasi, dan perusahaan swasta Tiongkok tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan seperti di Belanda, Spanyol, Polandia, dan Turki. Belanda memutuskan untuk menarik 600 ribu masker karena tidak memenuhi standar kesehatan Eropa pada 28 Maret 2020. Hal yang sama dikeluhkan juga oleh Polandia dan Spanyol. Akibat dari rendahnya kualitas APD yang dikirimkan oleh Tiongkok, Uni Eropa akan melakukan tindakan hukum yang diperlukan jika Tiongkok tetap gagal memenuhi standar yang ditetapkan (Al – Jazeera, 2020).

Dari sini dapat diuraikan bahwa kebijakan Tiongkok dalam memberikan bantuan masker dan logistik alat pelindung diri (APD) terhadap negara-negara anggota Uni Eropa, khusunya Italia yang sedang mengalami kekurangan stok masker dan logistik APD untuk tenaga medisnya di tengah peningkatan jumlah kasus terinfeksi virus COVID-19 secara jangka pendek merupakan strategi untuk memperbaiki reputasi Tiongkok dengan melakukan usaha perubahan opini publik dengan memberikan peralatan yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara anggota Uni Eropa termasuk Italia yang mengalami kekurangan perlatan logistik masker atau APD. Tetapi, terdapat kepentingan lain oleh Tiongkok dalam memberikan bantuan dengan jumlah yang besar  kepada Italia yang tengah terancam menghadapi resesi ekonomi terburuk yang diprediksi penurunan PDB senilai 6 persen, investasi 10,6 persen, dan konsumsi 6,8 persen (Confederazione generale dell’industria italiana, 2020). Hal ini semakin memperburuk perekonomian Italia yang mengalami stagnansi sebelum pandemi yang dibuktikan dengan jumlah PDB per kapita yang tidak jauh berbeda dengan 2 dekade sebelumnya dan jumlah hutang negara yang mencapai 133 persen dari PDB. Saat ini Italia tengah berusaha untuk mengajukan pinjaman kepada Uni Eropa melalui skema bantuan ekonomi senilai 540 miliar Euro termasuk 240 miliar Euro batas kredit yang disediakan oleh Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM) yang merupakan pinjaman untuk mendanai sistem kesehatan zona euro yang masih diperdebatkan oleh Parlemen Italia hingga kini (BBC News, 2020).

Tulisan ini akan menguraikan bagaimana pengaruh diplomasi APD Tiongkok terhadap Italia untuk mencapai kepentingan jangka panjang Tiongkok di Italia. Pertama-tama akan dibahas hubungan beberapa anggota Uni Eropa yang disebutkan sebelumnya dengan Tiongkok dalam konteks ekonomi, selanjutnya di bagian berikutnya akan dibahas bagaimana bantuan luar negeri dapat mempengaruhi arah kebijakan luar negeri, dan yang kemudian akan diakhiri dengan kesimpulan yang memaparkan Apa yang diharapkan oleh Tiongkok kepada Italia setelah diberikan bantuan di saat pandemi berlangsung.

PEMBAHASAN        

Hubungan Perekonomian Italia dan Tiongkok sebelum Pandemi 

Hubungan perekonomian antara Italia dengan Tiongkok terakhir kali ditandai dengan bergabungnya Italia dalam Belt and Road Initiative (BRI) melalui Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Tiongkok pada Maret 2019, Italia merupakan negara yang penting bagi Tiongkok dalam BRI karena beberapa faktor. Faktor pertama adalah secara geografis, letak Italia yang menjorok ke Laut Mediterania membuat posisi Italia yang strategis untuk membangun pelabuhan yang mengh ubungkan Laut Mediterania dengan Samudra Atlantik. Keunggulan inilah yang membuat Italia memiliki dua pelabuhan yang letaknya strategis seperti pelabuhan di Trieste dan Genoa, kedua pelabuhan ini menjadi sasaran investasi Tiongkok dalam memperluas jalur perdagangannya dari Mediterania menuju ke Eropa Utara dengan Investasi senilai 2,8 Miliar Dollar AS termasuk dengan 29 proyek yang sejenis melalui kesepakatan Italia dengan China Communication Construction Construction (CCCC). Kedua, Italia merupakan negara yang memiliki perekonomian terbesar yang tergabung pada G7, sebuah kelompok negara – negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia dan jumlah investasi Tiongkok di Italia merupakan ketiga terbesar di Eropa setelah Inggris dan Jerman (Percy, 2019). Selain itu, hubungan perdagangan Italia dengan Tiongkok berjalan baik dengan meningkatnya volume perdagangan dengan Tongkok mencapai 49,9 Miliar Dolar AS pada 2019 (UN COMTRADE, 2020)

Namun, hubungan kedua negara juga menemui berbagai rintangan yang paling utama berasal dari Pemerintah Italia itu sendiri. Pemerintah Italia selalu memperkuat posisinya terkait masalah HAM di Tiongkok dengan membatasi akses teknologi Huawei terhadap jaringan 5G di negaranya meskipun Huawei sudah menginvestasikan 3,1 Miliar Dollar AS untuk tiga tahun mendatang pada Juli 2019 silam. Pembatasan akses 5G di Italia terhadap Huawei dan perusahaan telekomunikasi asal Tiongkok lainnya dianggap tidak terlalu efektif dan seharusnya diterapkan pelarangan total menurut Parlemen Italia dan Dinas Intelejen Italia (Bloomberg, 2019). Meskipun tekanan untuk pelarangan terus ditekankan, Pemerintah Italia lebih suka melakukan screening terhadap perusahaan yang ingin berinvestasi terhadap asset – asset strategis seperti telekomunikasi, pertahanan, transportasi, dan teknologi tinggi dalam “Golden Power Rules” (G. Scassellati-Sforzolini, 2019).

Hubungan Diplomasi APD dan Masker Tiongkok dengan Politik Bantuan Luar Negeri

Tindakan Tiongkok yang cepat merespons Italia yang tengah kesulitan logistik medis seperti APD dan masker tidak lepas dari usaha Beijing dalam mengejar kesempatan untuk memperluas pengaruhnya di Eropa. Pemberian bantuan luar negeri sebagai alat diplomasi merupakan hal yang umum kebijakan luar negeri dan diterapkan sudah lama oleh kaisar – kaisar Tiongkok jaman dahulu melalui penerapan nilai – nilai Konfusianisme dengan memberikan hadiah dalam memperluas pengaruh hingga di luar perbatasan. Ajaran Konfusianisme yang mengedepankan etika meyakini bahwa jika memberikan hadiah yang bersamaan dengan rasa hormat dan kemurahan hati, maka akan mendatangkan berkah bagi pemberinya (Amarasinge, 2020). Apa yang diterapkan dalam nilai – nilai Konfusianisme yang memberikan hadiah untuk memperluas pengaruh oleh Tiongkok sejalan dengan tujuan dari bantuan luar negeri yang memiliki maksud untuk membujuk penerima donor agar bertidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pendonor  (Apodaca, 2006). Bahkan, para analis kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengakui bahwa bantuan luar negeri merupakan alat diplomasi yang fleksibel untuk mempengaruhi suatu tindakan penerima donor, memecahkan permasalahan, dan menerapkan “nilai-nilai AS” (Tarnoff & Lawson, 2016). 

Tanggapan pemerintah Italia terhadap bantuan peralatan medis yang diberikan oleh Tiongkok sepenuhnya positif meskipun terdapat pula yang menilai negatif. Tanggapan positif datang dari partai penguasa pemerintahan di parlemen Italia, Gerakan Bintang Lima yang sekaligus pengusung Giusseppe Conte sebagai perdana menteri dan didukung oleh mayoritas persepsi publik Italia. Partai Gerakan Bintang Lima menilai bahwa bantuan logistik masker dan APD dari Tiongkok merupakan imbal balik dari inisiatif Pemerintah Italia dalam BRI yang berhasil menarik investor dan sekaligus menjadi kesempatan emas untuk membuka lebih banyak investasi dari Tiongkok. Publik Italia juga memberikan tanggapan positif terhadap Tiongkok yang dibuktikan dengan survei yang diadakan oleh The European Post menunjukkan lebih dari 50 persen responden Italia menilai Tiongkok adalah “teman” dan 45 persen menilai Jerman sebagai musuh. Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa Tiongkok berhasil membangun reputasinya sebagai kekuatan alternatif di tengah krisis dan absennya Amerika Serikat dan Uni Eropa yang merupakan sekutu Italia dalam memberi bantuan (The European Post, 2020).

Namun, terdapat suara-suara yang menilai negatif pemberian bantuan oleh Tiongkok dalam politik domestik Italia, terutama dari Partai Demokrat (PD) yang berhaluan moderat kiri dan menjadi mitra koalisi Gerakan Bintang Lima dalam parlemen Italia. PD berpendapat bahwa ada harga yang harus dibayar jika Italia semakin dekat dengan Tiongkok yaitu, semakin tergerusnya kredibilitas Italia di hadapan Uni Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama Italia, dan resiko akan semakin banyaknya perusahaan Italia  yang diakuisisi oleh perusahaan asal Tiongkok yang tidak baik untuk perekonomian Italia ke depannya, serta membuat Italia semakin rentan atas segala bentuk propaganda yang digaungkan oleh Tiongkok (Coratella, 2020). Alasan – alasan  kekhawatiran PD bukan tidak mendasar, alasan pertama didasari oleh tuduhan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa yang menuduh Tiongkok menggunakan propaganda yang masif melalui media – media yang dikontrol oleh pemerintah Tiongkok untuk mengubah opini publik terkait pemberian bantuan logistik APD dan masker kepada Italia yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa Tiongkok memaksa Italia untuk membeli logistik tersebut alih – alih menghibahkannya (Dailymail, 2020). Selain itu, terdapat laporan dari EEAS (European External Action Service) yang menyebut bahwa Pemerintah Tiongkok sangat aktif menyebarkan narasi konspiratif ,disinformasi, pro – Tiongkok terhadap publik melalui media sosial seperti Twitter melalui akun – akun palsu dan bot yang terkoordinasi dengan baik (European External Action Service, 2020) Hal ini membuat Italia terkesan membiarkan begitu saja kampanye disinformasi yang dilakukan oleh Tiongkok untuk mempengaruhi publik Italia yang berimplikasi pada tergerusnya kredibilitas Pemerintah Italia sebagai pemangku kebijakan.

Alasan kedua merupakan tindakan Italia yang diharapkan oleh Tiongkok setelah diberikan bantuan luar negeri agar Italia semakin memperkuat hubungan dengan membuka semakin banyak investasi dari Tiongkok. Anggota parlemen dari Partai Gerakan Bintang Lima yang mengurusi masalah luar negeri, Alessandro di Battista menginginkan Italia terus membangun hubungan khusus dengan Tiongkok agar Italia semakin mandiri dalam membangun hubungan luar negeri terlepas dari UE. Hal ini adalah cerminan manfaat kepentingan ekonomi bantuan luar negeri bagi pendonor terhadap negara penerima donor. Hasil studi dari Axel Dreher dan Andreas Fuchs (2011), menunjukkan bahwa indikator yang dipakai Tiongkok dalam memberikan bantuan luar negeri adalah jumlah investasi Tiongkok dan hubungan perdagangan yang kuat dengan negara penerima donor. Semakin besar jumlah investasi oleh perusahaan Tiongkok dan semakin besarnya jumlah volume perdagangan antara Tiongkok dengan negara penerima, semakin besar pula bantuan yang diberikan kepada negara penerima. Negara penerima kemudian memberikan imbal balik dengan mengusahakan iklim usaha yang sehat untuk investasi dan perdagangan asing di negaranya.

Untuk kasus Italia, Italia sudah terlanjur memperkuat Golden Power Rules yang mulanya melindungi perusahaan – perusahaan italia yang bergerak di telekomunikasi, pertahanan, transportasi, dan teknologi tinggi dari akuisisi perusahaan asing diperluas dengan ditambahkan bidang kesehatan, keuangan, infrastruktur, dan media (F. Foscari, dkk; 2020). Tantangan untuk melindungi perusahaan yang bergerak di bidang – bidang tersebut merupakan hal yang sangat sulit di tengah pandemi. Ditambah pula dengan usaha pemerintah Italia saat ini yang lebih memberikan subsidi kepada rumah tangga dan tidak ada rencana untuk merancang kebijakan melindungi perusahaan dari kebangkrutan. Sejauh ini Pemerintah Italia hanya menyiapkan 400 miliar Euro untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan agar kembali pulih. Salah satu usaha untuk menstimulus kembali pertumbuhan ekonomi adalah privatisasi atau membuka keran investasi sebesar – besarnya untuk rekapitalisasi perusahaan melalui investor asing. Saat ini, Partai Gerakan Bintang Lima sebagai partai yang berkuasa di pemerintahan yang dekat dengan Tiongkok tidak menutup kemungkinan untuk memberikan keleluasaan bagi investor – investor dari Tiongkok untuk mengakuisisi perusahaan – perusahaan Italia dengan melonggarkan Golden Power Rules sebagai imbal balik atas pemberian bantuan logistik masker dan APD oleh Tiongkok kepada Italia sebagai usaha untuk memperbaiki perekonomiannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui latar belakang dari pemberian bantuan logistik masker dan APD oleh Tiongkok terhadap Italia tidak sesederhana yang dibayangkan. Di tengah absennya solidaritas Eropa yang digaungkan UE untuk membantu Italia yang sedang kesulitan logistik di tengah peningkatan jumlah kasus virus COVID-19, bantuan tersebut tidak hanya sekadar untuk memperbaiki reputasi Tiongkok, tetapi juga kepentingan ekonomi jangka panjang Tiongkok di Italia. Dengan bantuan logistik masker dan APD yang sangat dibutuhkan oleh Italia di tengah krisis kesehatan akibat pandemi virus COVID-19, dan semakin meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap Uni Eropa, serta dibutuhkannya kebijakan stimulus ekonomi atau bantuan untuk memulihkan perekonomian tanpa meningkatkan beban utang Italia yang sudah sangat diatas PDB Italia, pemerintah Italia akan mempertimbangkan untuk melonggarkan Golden Power Rules guna menarik investor-investor dari luar negeri, terutama dari Tiongkok. Hal ini terutama untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan Italia dari kebangkrutan dan menyelamatkan perekonomian Italia tanpa membebani hutang Italia dengan segala bentuk hutang maupun kredit seperti diajukan oleh Uni Eropa. Pelonggaran Golden Power Rules merupakan kebijakan yang diharapkan oleh Tiongkok sebagai imbal balik dari Italia atas pemberian bantuan logistik masker dan APD selama pandemi dan kebijakan tersebut digunakan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk meningkatkan investasi dan mengakses pasar Italia dan Eropa.

REFERENSI

Artikel Berita

Al Jazeera. (2020, 14 Mei ). Europe halts delivery of 10 million “poor quality” Chinese masks. Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/news/2020/05/europe-halts-delivery-10-million-poor-quality-chinese-masks-200514132353534.html

Amarasinghe, P. (2020, 3 Juni). “Mask Diplomacy” and Understating China’s Confucian Strategy in International Relations. Modern Diplomacy. https://moderndiplomacy.eu/2020/06/04/mask-diplomacy-and-understating-chinas-confucian-strategy-in-international-relations/ 

Apodaca, Clair (2006). Understanding U. S.. Human Rights Policy: A Paradoxical Legacy. Routledge.

Coratella, T. (2020, 17 April). The dangers of crisis diplomacy: Italy, China, and Russia. European Council for Foreign Relations. https://www.ecfr.eu/article/commentary_the_dangers_of_crisis_diplomacy_italy_china_and_russia 

Ibbetson, R. (2020, 7 April ). Coronavirus: China “forces Italy to BUY back masks” it donated. Mail Online. https://www.dailymail.co.uk/news/article-8193197/China-forces-Italy-BUY-masks-coronavirus-supplies-donated-Beijing.html

Lepido, D. (2019, 21 Desember). Italian Lawmakers Urge Government to Consider Huawei 5G Ban. Bloomberg. https://www.bloomberg.com/tosv2.html

Le previsioni per l’Italia. Quali condizioni per la tenuta ed il rilancio dell’economia? (n.d.). Confina Industria. https://www.confindustria.it/home/centro-studi/temi-di-ricerca/congiuntura-e-previsioni/tutti/dettaglio/rapporto-previsione-economia-italiana-scenari-geoeconomici-primavera-2020

Percy, J. (2019, 10 Juni). Chinese FDI to the EU’s Top 4 Economies. China Briefing News. https://www.china-briefing.com/news/chinese-fdi-eu-top-4-economies

Scassellati-Sforzolini, G. (2019, 10 October). Italy – The Foreign Investment Regulation Review – Edition 7 – TLR – The Law Reviews. The Law Reviews. https://thelawreviews.co.uk/edition/the-foreign-investment-regulation-review-edition-7/1209425/italy  

Stockton, B., Schoen, C., & Margottini, L. (2020, 15 Juli). Crisis at the commission: inside Europe’s response to the coronavirus outbreak. The Bureau of Investigative Journalism. https://www.thebureauinvestigates.com/stories/2020-07-15/crisis-at-the-commission-inside-europes-response-to-the-coronavirus-outbreak 

The European Post. (2020, 17 April ) #Italy SWG poll, 20 March-12 April: Friendly countries: China 52%, Russia 32% USA 17%  Enemy countries: Germany 45%, France 38% UK 17%,USA 16%. https://twitter.com/theEUpost/status/1251064470782304259/photo/1

Vergine, S. (2020, 17 Mei ). Are Italians losing faith in the EU?. BBC News. https://www.bbc.com/news/world-europe-52666870

Laporan

EEAS SPECIAL REPORT UPDATE: Short Assessment of Narratives and Disinformation around the COVID 19/Coronavirus Pandemic (Updated 2 – 22 April). (2020, April 29). EU vs DISINFORMATION. https://euvsdisinfo.eu/eeas-special-report-update-2-22-april/

Italy National Debt 2020. (n.d.). Countryeconomy.Com, from https://countryeconomy.com/national-debt/italy

Foscari, F., Graffi, L., Immordino, M., Seganfreddo, A., Storchi, M. C., & Tossi, T. (2020, 10 April ). COVID-19 Italy expands Golden Power review of foreign investments. White & Case LLP. https://www.whitecase.com/publications/alert/covid-19-italy-expands-golden-power-review-foreign-investments

European Council for Foreign Relations. (2020, Juni). European Solidarity Tracker. https://www.ecfr.eu/solidaritytracker

Turco, A. (2020, 24 Juni). Sondaggi politici Noto: coronavirus, cala la fiducia nell’Europa. Termometro Politico. https://www.termometropolitico.it/1519621_sondaggi-politici-noto-coronavirus-cala-la-fiducia-nelleuropa.html 

Jurnal  

Dreher, Axel, & Fuchs, Andreas. (2011). Rogue aid? The determinants of China’s aid allocation. The Determinants of China’s Aid Allocation (September 6, 2011). Courant Research Centre Discussion Paper, (93).

Tarnoff, Curt, & Lawson, Marian L. (2016). Foreign aid: An introduction to U.S. programs and policy (Congressional Research Service Report)http://nationalaglawcenter.org/wp-content/uploads/assets/crs/R40213.pdf

Produk Hukum

Consolidated versions of the Treaty on European Union and the Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU) [2016] OJ C202/1.

Adyuta Banurasmi Balapradhana adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta yang tertarik dengan sejarah dan politik. Dapat ditemui di sosial media IG : @banurasmi_ dan FB : Adyuta Banu                          

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *