Protes Dunia: Kuba, Haiti dan Revolusi di eSwatini

0

Ilustrasi dari FPCI UPH

Bentrok yang terjadi di Kerajaan eSwatini bisa berarti sebuah akhir dari raja absolut terakhir Afrika. Di seberang Samudra Atlantik, di negara Kuba yang komunis, ribuan orang berkumpul di jalan-jalan untuk melakukan aksi protes terhadap pemerintah. Sebaliknya, protes pecah di ibukota Haiti pada hari Rabu akibat kekhawatiran akan masa depan negara setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise.

eSwatini, yang sebelumnya dikenal sebagai Swaziland, telah memerangi masalah korupsi kekuasaan dalam keluarga kerajaan. Raja Mswati III, yang naik takhta 35 tahun lalu setelah kematian ayahnya Raja Sobhuza II, dituduh menjalani gaya hidup mewah sementara mayoritas rakyatnya berjuang dengan kemiskinan. Pemerintah telah mematikan saluran internet di dalam negeri sejak 3 Juli seperti laporan di media sosial yang mengungkapkan personel polisi dan militer menggunakan kekerasan untuk menindak demonstran.

Sementara itu, banyak orang di Kuba meneriakkan “kebebasan” dan “jatuhkan kediktatoran” ketika ketegangan muncul akibat kesulitan ekonomi karena meningkatnya sanksi AS dan COVID. Sebagai tanggapan, Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel membahas kerusuhan itu dalam siaran TV selama empat jam dan menyalahkan gejolak tersebut pada “kecekungan ekonomi” AS, sementara pemerintahan Biden menyatakan dukungannya pada hak rakyat Kuba untuk berdemonstrasi. Dilaporkan terdapat satu korban jiwa sebagai akibat dari protes, dan setidaknya 100 pemrotes, aktivis, dan jurnalis independen telah ditangkap di seluruh negeri.

Di negara tetangga Haiti, Presiden Moise ditembak mati di rumahnya pada 7 Juli oleh apa yang sekarang disebut oleh polisi sebagai ‘satuan pembunuh’ yang terdiri dari 26 orang Kolombia dan dua orang Haiti-Amerika. Selain itu, kepala Kepolisian Nasional mengidentifikasi kelompok Worldwide Capital Lending yang berbasis di Florida sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penggalangan dana operasi mematikan tersebut. Haiti telah meminta bantuan AS dalam menyelidiki pembunuhan Presiden Moise, sementara warga Haiti merasa ragu ketika melihat sejarah AS dalam intervensi kekerasan asing di kawasan itu.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *