Sisi Gelap Bitcoin dalam Perdagangan Manusia Global

0

Bitcoin dan Kriminalitas (Needpix)

Naiknya Bitcoin (BTC) sejak 2018, yang kemudian diikuti oleh cryptocurrency lainnya, telah merevolusi dunia keuangan digital. Dengan menjanjikan transaksi terdesentralisasi dan keuangan otonom, Bitcoin memberikan cara baru dalam bertransaksi dan menyimpan nilai moneter (monetary value). Meskipun di satu sisi Bitcoin menjadi sensasi di kalangan para traders, inovasi ini telah dimanfaatkan oleh banyak oknum untuk melakukan berbagai kegiatan ilegal seperti perdagangan dan eksploitasi manusia.

Sifat Bitcoin dan Transaksi Ilegal

Anonimitas dan sifat tanpa batas dari transaksi Bitcoin memberikan mantel bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan jahat. Ini juga memungkinkan mereka untuk mendanai dan memfasilitasi eksploitasi individu yang rentan dengan mudah dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saat kita menavigasi kompleksitas ini, penting untuk menyelidiki sisi gelap dari penggunaan Bitcoin dan menghadapi kebenaran yang terdengar “tidak nyaman”. 

Pada Februari lalu, Departemen Keuangan AS telah merilis sebuah laporan dan menyebutkan lonjakan popularitas BTC sebagai metode untuk memfasilitasi transaksi gelap, memicu berkembangnya perdagangan, dan menyelundupkan serta mengeksploitasi manusia di seluruh dunia. Dalam laporan tersebut, sejak 2020-2021, beberapa perusahaan keuangan mengalami peningkatan signifikan dalam penggunaan kripto, khususnya BTC, dalam aktivitas kriminal seperti perdagangan manusia dan eksploitasi anak. Selama periode ini, terdapat 2.311 kasus penggunaan aset kripto dalam kejahatan ini, dengan jumlah total lebih dari USD 412 juta (Departemen Keuangan AS, 2024). Namun data terbaru yang dianalisis berasal dari Desember 2021, yaitu lebih dari dua tahun lalu. Jangka waktu ini mendahului musim dingin kripto dan pemulihan baru-baru ini. 

Mayoritas kasus yang diperiksa dalam laporan ini melibatkan pertukaran aset kripto sebagai “materi” pelecehan seksual terhadap anak-anak (CSAM). Materi ini biasanya terdiri dari foto dan video eksplisit anak-anak, yang sering kali diperdagangkan melalui pasar darknet, yang difasilitasi oleh kios kripto (umumnya dikenal sebagai BTC ATM), atau dilakukan melalui mixer. Sejak periode tersebut, perubahan telah terjadi dalam penggunaan aset kripto dan metode transaksi secara umum. Perusahaan data kripto Chainalysis menyatakan bahwa, “Skala dan tingkat keparahan aktivitas CSAM mencapai puncaknya pada tahun 2021.” Sayangnya, kasus serupa terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terutama anak-anak – dan fenomena ini bisa dibilang sangat mengerikan.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2020 hingga 2022 menunjukkan kenyataan yang mengejutkan. Sejumlah 25.256 anak menjadi korban kekerasan seksual pada periode tersebut, termasuk kasus eksploitasi seksual daring pada anak. Lebih lanjut, studi dari Disrupting Harm pada tahun 2022 menemukan bahwa 2 persen pengguna internet berusia 12 hingga 17 tahun di Indonesia menjadi korban kejahatan tersebut.

Faktanya, penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan (FSP) melibatkan pelaku yang menyasar anak-anak secara daring dan melakukan pembayaran atau transaksi menggunakan dompet digital atau e-wallet. FSP, khususnya dalam bentuk dompet digital, menjadi pilihan yang aman bagi “pembeli” seks karena pembayaran dapat langsung diterima oleh anak-anak dan proses pembukaan rekening dompet digital yang relatif tidak rumit dibandingkan dengan rekening bank konvensional. Berdasarkan catatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) (2023), banyak pelaku yang memanfaatkan e-wallet untuk menangani pembayaran pembelian pornografi. PPATK bahkan mencatat transaksi keuangan sebesar Rp114 miliar terkait tindak pidana pornografi anak dan perdagangan manusia terjadi setiap tahun.

Lemahnya Penegakan Hukum di Domain Baru

Dalam konteks global transaksi eksploitasi seksual anak, kripto digunakan untuk transaksi yang melibatkan material seksual anak. Selama beberapa tahun terakhir, peningkatan signifikan terjadi  dalam penggunaan kripto untuk membeli materi eksploitasi seksual terhadap anak. Aset kripto yang paling menonjol dan banyak diperdagangkan di dunia, BTC, berada di garis depan dalam transaksi ini. Pada tahun 2019, Chainalysis mampu melacak pembayaran dengan total kurang dari USD 930.000 ke alamat yang terkait dengan penyedia materi eksploitasi seksual anak melalui Bitcoin dan aset kripto lainnya, seperti Ethereum (ETH). Menurut Internet Watch Foundation (2021), baru-baru ini terjadi peningkatan signifikan dalam keseluruhan pasar darknet yang terlibat dalam penjualan materi yang menggambarkan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Pada tahun 2019, terdapat 132.676 URL atau halaman web yang berisi, tertaut ke, atau mengiklankan materi semacam itu yang didistribusikan di 58 negara. Ini meningkat sebesar 27 persen dari tahun 2018.

Kurangnya perhatian dan kesadaran terhadap permasalahan ini disebabkan oleh lemahnya fokus penegakan hukum terhadap kasus-kasus tersebut. Meskipun kasus perdagangan manusia lebih mudah dilacak dibandingkan yang terjadi di dunia digital, munculnya pembayaran melalui aset kripto menghadirkan tantangan lain yang mungkin sulit diatasi oleh penegak hukum di Indonesia secara efektif. Tantangan ini juga lazim terjadi di negara-negara lain. Pakar kejahatan di AS mencatat bahwa penangkapan pelaku perdagangan manusia dan pelaku kejahatan seksual jarang berhasil. Ini berbeda dengan pelaku kejahatan besar seperti perdagangan narkoba dan pencucian uang. Penyelidik yang menangani CSAM sering kali minim pelatihan, keahlian, dan sumber daya yang diperlukan untuk memerangi peningkatan jumlah operasi yang didanai oleh Bitcoin dan aset kripto lainnya (Lee dan Redfern, 2021).

It appears to me that this is still perceived as a specialized domain: that it is somewhat technical and not widely recognized,” ucap Neil Walsh, Kepala Departemen Kejahatan Dunia Maya, Anti Pencucian Uang, dan Penanggulangan Pendanaan Terorisme di Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) pada tahun 2021. 

Yang perlu ditekankan di sini sebelum “memprotes” penegakan hukum yang masih perlu evaluasi adalah kenyataan bahwa kurangnya pemahaman mengenai aset kripto dan perannya dalam eksploitasi anak sering menyebabkan penyelidik anti-perdagangan manusia di seluruh dunia mengabaikan kasus atau mengabaikan bukti penting kasus ini.

Dengan lemahnya penegakan hukum, ratusan ribu predator seksual masih belum terkendali sehingga mereka terus menjadikan anak-anak (dan tentu saja orang dewasa) sebagai korban tanpa mendapat hukuman yang pantas. Meskipun sebenarnya tidak ada alasan khusus untuk membatasi penggunaan aset digital ini, yang tentu akan melanggar “prinsip inti” daripada aset kripto yang tak terbatas dan terdesentralisasi, kasus kejahatan manusia ini masih belum terselesaikan dan terus berlanjut. Oleh karena itu, urgensi atau peninjauan serta komitmen kolektif terkait penggunaan aset kripto, baik oleh pengguna, penyedia jasa keuangan, maupun lembaga penegak hukum perlu dimasifkan.

Referensi

ECPAT International (2022). Disrupting Harm Indonesia. End Violence Against Children: https://www.end-violence.org/sites/default/files/2022-09/DH_Indonesia_ONLINE_final.pdf 

Indonesian Ministry of Women’s Empowerment and Child Protection (2022). Catatan Pelanggaran Hak Anak Tahun 2021 dan Proyeksi Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2022. KPAI: https://www.kpai.go.id/publikasi/catatan-pelanggaran-hak-anak-tahun-2021-dan-proyeksi-pengawasan-penyelenggaraan-perlindungan-anak-tahun-2022 

Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (2023). Presentation on “Penanganan Kasus Eksploitasi Seksual – Perspektif PPATK” during the Training for Financial Institutions in Efforts to Eradicate Child Sexual Exploitation by ECPAT Indonesia.

Internet Watch Foundation (2021). The Annual Report. Internet Watch Foundation: https://annualreport2021.iwf.org.uk/ 

Lee, S. & Redfern, C. (2021). Sex Criminals Use Bitcoin. So Do the Police. The Fuller Project: https://fullerproject.org/story/sex-criminals-use-bitcoin-so-do-the-police/ 

US Department of Treasury (2024). Financial Trend Analysis. Financial Crimes Enforcement Network: https://www.fincen.gov/sites/default/files/shared/FTA_Human_Trafficking_FINAL508.pdf 

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *