Tantang OPEC, AS dan Lima Negara Lain Lepas Cadangan Minyak untuk Tekan Harga

0

Ilustrasi Presiden Joe Biden. Foto: Grist / ANDRZEJ WOJCICKI / Spencer Platt / Getty Images

Selasa (23/11), Joe Biden, Presiden Amerika Serikat, menyatakan rencananya untuk memanfaatkan Strategic Petroleum Reserve dalam rangka menekan kenaikan harga bahan bakar yang masif di tahun 2021. Diperkirakan AS akan melepas sekitar 50 juta barel minyak dari SPR yang mana 32 juta dari barrel akan diluncurkan ke pasar dan 18 juta barel akan digunakan untuk diberikan pada kesepakatan penjualan yang telah disetujui sebelumnya.

Aksi AS untuk melepas sumber energi cadangan mereka ini adalah rencana kolaboratif dengan koalisi negara non-OPEC lainnya seperti Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, dan Inggris. International Energy Agency menyatakan bahwa koordinasi kebijakan pelepasan bahan bakar yang dilakukan ini adalah usaha keempat setelah sebelumnya kebijakan serupa dijalankan pada krisis minyak 1991, pasca topan Katrina dan Rita 2005, dan respons terhadap Libya pada tahun 2011.

“Kami menyadari kenaikan harga bahan bakar menaruh banyak beban terhadap konsumen dan telah menambahkan pada tekanan inflasioner pada masa yang mana pemulihan ekonomi masih belum merata dan amat beresiko.” sebut IEA dalam pernyataan mereka, perlu diketahui bahwa agensi asal Paris ini tidak terlibat dalam koordinasi AS.

Perlu diketahui bahwa AS mengalami peningkatan harga bahan bakar drastis pada tahun 2021. Rerata harga segalon bahan bakar pada hari Senin (22/11) lalu mencapai 3,409 dolar AS, naik dari 2,11 dolar AS dari tahun lalu. Biaya proses minyak mentah diperkirakan berkontribusi sekitar 50 hingga 60 persen dalam kenaikan harga.

Pemerintahan AS juga telah menyampaikan pernyataan bahwa AS siap untuk menggunakan dan memaksimalkan penggunaan SPR untuk mempertahankan suplai bahan bakar dunia hingga kondisi pandemi dapat selesai. SPR hingga saat ini memiliki cadangan minyak sebesar 604,5 juta barel yang terbagi di empat lokasi penyimpanannya. Cadangan minyak di SPR diperkirakan cukup fleksibel untuk menciptakan keseimbangan distribusi minyak dunia.

Kebijakan ini semua dikeluarkan AS akibat penolakan OPEC untuk menambah output minyak dalam menghadapi kenaikan harga bahan bakar dan bersikeras dalam memproduksi hanya 400.000 barel per bulan. Hal ini dikombinasikan oleh keputusan mengejutkan dari OPEC untuk menarik 10 juta barel minyak per hari dari pasar pada April 2020 dan menyebabkan kenaikan drastis harga minyak pada masa pandemi.

Keinginan stabilisasi pasar AS tersebut diresonansi oleh rekan-rekan penghasil minyak non OPEC mereka seperti Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, India, dan Inggris. 

Tiongkok telah mengiyakan kerja sama melalui pernyataan afirmatif Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri yang menjanjikan adanya pelepasan cadangan minyak mentah ke pasaran. Walau belum jelas akan jumlah barrel yang akan dilepas, diperkirakan bahwa Tiongkok memiliki sembilan basis cadangan minyak di negaranya yang jika ditotal menyimpan 37,7 juta ton minyak.

“Tiongkok telah lama menaruh kepentingan besar pada stabilitas pasar minyak internasional dan kami siap mempertahankan komunikasi dengan pihak relevan demi mempertahankan keseimbangan pasar dan stabilitas jangka panjang.” sebut Zhao Lijian dalam pernyataannya.

Jepang pun juga mengafirmasi koordinasi bentukan AS melalui pernyataan Fumio Kishida pada hari Rabu lalu. Ia menyatakan bahwa ia menyayangkan kondisi dunia yang menyimpan minyak secara tidak etis pada masa pandemi. Kishida menyatakan komitmen Jepang untuk melepas sebagian dari 388 juta barel stok minyak mentah, walau tidak menspesifikkan jumlah minyak yang dilepas. 

Sedangkan India sendiri telah mengkonfirmasi sekitar 5 juta barel yang akan dilepas dengan waktu pelepasan mengikuti keputusan koalisi.

“India telah beberapa kali menyatakan kekhawatiran mengenai suplai minyak yang diatur secara artifisial di bawah tingkat kebutuhan negara pemroduksi minyak, yang menyebabkan kenaikan harga dan konsekuensi negatif lainnya.” sebut pemerintahan India dalam responnya terhadap kondisi kenaikan harga bahan bakar dunia.

Selain itu, Korea Selatan sendiri telah menyatakan melalui pernyataan bahwa mereka terbuka untuk melepas suplai bahan bakarnya. Walau begitu, Korea Selatan menyatakan bahwa kondisi mereka sendiri membuat mereka tidak memiliki kemampuan untuk berkontribusi lebih dari level yang mereka jalankan pada krisis Libya 2021. Dalam kondisi ini, mereka memperkirakan pelepasan sebesar 3,5 juta barel adalah angka yang memungkinkan.

Inggris juga menyatakan bahwa mereka akan membiarkan pelepasan sebesar 1,5 juta sejauh ini yang bisa dikonfirmasi. 

“Seperti yang kami katakan, kami bekerja sama dengan rekan internasional untuk melakukan apa yang kami bisa lakukan untuk mendukung ekonomi global melalui transisi pandemi” sebut juru bicara Inggris dalam pernyataan.

“Hari ini menandakan adanya kenaikan sebuah gerakan “Anti-OPEC+”, sebuah grup yang berisi dari negara-negara produsen bahan bakar yang membawa dinamika suplai ke tangan mereka sendiri secara tidak konvensional dan pelepasan minyak strategis untuk menciptakan kelonggaran pasar di pasar minyak dan menyampaikan hantaman kepada harga minyak yang tinggi.” sebut Louise Dickson, analis pasar minyak senior di Rystad Energy.

Tindakan AS untuk menginisiasi koordinasi kebijakan minyak berbagai negara adalah sebuah langkah yang tidak terduga sebelumnya. Dengan kepentingan yang sama, mulai dari Tiongkok hingga Inggris melepaskan sebagian cadangan minyaknya. Tindakan ini menunjukkan bahwa kerja sama internasional, diantara pihak-pihak yang tidak selalu sepakat sekalipun, dimungkinkan jika dengan kondisi dan cara yang tepat.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *