Teori Dependensi: Konsep Hubungan Asimetris Negara Inti dan Periferi

0

Ilustrasi kesenjangan. Foto: pixabay.com.

Ketidakmerataan pembangunan merupakan salah satu perhatian utama dalam perkembangan ilmu Hubungan Internasional. Sepanjang perkembangan ilmu ini, terdapat berbagai teori yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut. Salah satunya adalah dependency theory atau Teori Dependensia.

Teori Dependensia: Ketergantungan Diciptakan Negara Maju

Teori Dependensia telah berkembang di tahun 1960an dan 1970an. Teori ini merupakan dampak dari ketidaksetaraan wealth dan power di tingkat global. Berkembangnya teori ini diawali keprihatinan Economic Commission on Latin America (ECLA) dan the United Nations Conference on Trade and Development tentang keadaan negara-negara Amerika Latin yang tidak berkembang seperti layaknya negara-negara Eropa dan Amerika Utara.

Berbeda dengan teori modernisasi yang berkembang di kawasan Barat, teori dependency memandang adanya sistem ekonomi global yang justru menciptakan stratifikasi antara negara-negara di dunia. hal ini menyebabkan timbulnya kecenderungan bagi negara-negara Third World untuk dieksploitasi. Stratifikasi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu negara inti atau First World dan negara periferi atau Third World. André Gunde Frank dan Amir memiliki pandangan bahwa ekonomi negara inti dapat bertumbuh dengan cara mengorbankan negara periferi. Eksploitasi Negara Dunia Ketiga menghasilkan perkembangan bagi masyarakat kapitalis, dan keterbelakangan bagi Negara Dunia Ketiga. Negara Dunia Ketiga menggantungkan nasibnya pada permintaan pasar dan investasi luar negeri. Kebijakan-kebijakan seperti perdagangan bebas, investasi asing, dan bantuan luar negeri pun menahan perkembangan di Negara Dunia Ketiga dan justru membuat negara-negara tersebut semakin ketergantungan.

Ketergantungan Sudah Ada dari Masa Kolonialisme

Ketergantungan suatu negara terhadap negara lain dilatarbelakangi oleh zaman kolonialisme. Zaman ini telah menciptakan power asymmetric di antara negara-negara tersebut. Awalnya, negara-negara Eropa datang ke negara lain karena hasrat untuk mendapatkan bahan baku dan sumber daya alam yang melimpah dengan harga murah melalui perdagangan konvensional. Namun, ambisi untuk menguasai seluruh bahan baku dan sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut membuat negara-negara eropa lebih memilih untuk menjajah.

Kolonialisme sering dikaitkan dengan kekerasan dan penindasan. Hal itu terjadi karena negara penjajah cenderung ingin menghilangkan budaya dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat lokal. Mereka dipaksa untuk berbicara menggunakan bahasa negara penjajah dan mendapatkan perlakuan sesuai dengan rasnya. Walaupun demikian, beberapa negara jajahan mendapatkan pengetahuan baru dalam bidang kesehatan dan pertanian.

Teori dependency menyatakan bahwa ekonomi global telah dibuat dan disusun untuk menekan Least Developed Countries (LDCs) supaya tetap dalam kendali negara maju yang dulunya penjajah. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah neo-colonialism. Bentuk neo-colonialism ini adalah ikatan ekonomi seperti hubungan perdagangan dan multinational corporation yang lebih menguntungkan negara maju. Berkaitan dengan hal itu, kemerdekaan yang dicapai oleh negara bekas jajahan tidaklah menjadi akhir dari intervensi negara lain.

Kapitalisme modern yang melahirkan kerjasama internasional dan integritas pasar global membuat kondisi ekonomi dan politik kelompok pekerja semakin melemah. Hal ini terlihat dari kondisi kelompok pekerja yang bergantung pada negara-negara kapitalis akibat melemahnya kemampuan untuk bernegosiasi. Di samping itu, upaya untuk menuntut hal-hal yang diinginkan oleh para pekerja dapatlah menjadi bumerang karena pemilik modal dapat dengan mudah memecat para pekerja atau pun mengganti lokasi pabriknya ke lokasi yang lebih ramah.

Debt Trap: Jerit Hutang Negara Berkembang

 Masalah lain yang dihadapi oleh Least Developed Countries (LDCs) adalah debt trap. Debt trap merupakan situasi suatu negara yang tidak dapat mengeluarkan dana yang diperolehnya untuk perkembangan ekonomi dan sosial dalam negeri karena terjebak oleh hutang luar negeri. Kondisi ini diawali dengan terbentuknya Organisation of Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada tahun 1973 yang diikuti oleh kenaikan harga minyak. Negara-negara yang termasuk dalam The Third World melakukan peminjaman dalam jumlah besar dengan ekspektasi suku bunga mereka tetap stabil. Namun, kondisi itu tidak didukung oleh tren kondisi ekonomi global beberapa tahun setelahnya. Setelah Perang Dunia II, negara-negara di dunia mulai menyepakati nilai tukar dari mata uang di dunia yang mengacu pada mata uang Amerika Serikat, yakni Dolar Amerika. Saat Amerika Serikat mengalami defisit pada tahun 1980-an, suku bunga mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan menurunnya permintaan terhadap bahan baku yang merupakan sumber pemasukan luar negeri utama bagi LDCs. Penurunan permintaan tersebut menyebabkan LDCs haruslah melakukan peminjaman lagi untuk menjaga kestabilan negaranya meskipun hutang negara yang sebelumnya belum lunas.

Tiga Sebab Utama Ketergantungan

Terdapat tiga penyebab utama yang memunculkan ketergantungan, yaitu international division of labor, class distinction, dan global capitalism. International division of labor merupakan pembagian tenaga kerja ke dalam fokus-fokus bidang tertentu dalam tatanan dunia global. Negara inti yang memiliki kelebihan dalam bidang teknologi dan modal serta mendominasi perindustrian dan penelitian. Negara periferi yang memiliki banyak sumber daya dan tenaga kerja yang murah cenderung berfokus pada bidang pertanian. Keadaan tersebut membuat negara periferi menyediakan dan melayani kepentingan ekonomi negara-negara inti. Kondisi yang tidak setara tersebut membuat kecenderungan negara inti untuk mengeksploitasi negara periferi.          

Penyebab kedua adalah class distinction yang merupakan pembagian kelas dalam masyarakat menjadi kelompok kaya dan kelompok miskin. Kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik di tiap-tiap negara melakukan kerja sama satu sama lain untuk menjamin dan menjaga kekuatan dan pengaruhnya serta meningkatkan kekayaan mereka sendiri. Pembagian kelas tersebut secara ekonomi dibagi menjadi dua kelompok kelas, yaitu pemilik modal dan buruh.

Penyebab ketiga adalah global capitalism. Di dalam sistem ini, ekonomi liberal mendominasi karena didukung oleh teori perdagangan dan teori-teori mengenai keuangan. Multinational Corporation (MNC), World Bank, dan International Monetary Fund (IMF) pun mendukung dan memfasilitasi kepentingan dari negara-negara inti beserta orang-orang kaya di dunia. Meskipun demikian, kapitalisme dan pasar bebas tidak dapat diragukan lagi telah dapat menjadikan kondisi masyarakat menjadi lebih baik, tetapi kekayaan kaum kapitalis berkembang lebih pesat dari masyarakat lainnya. Secara pragmatis, kapitalisme dan pasar bebas merupakan pendukung kekayaan untuk kaum kapitalis dan kemiskinan untuk kaum buruh.

DAFTAR PUSTAKA

Frieden, Jeffy A.. International Political Economy: Perspective on Global Power and Wealth 4th ed.. Belmont CA: Wadsworth, 2000.

Griffith, Martin et al.. International Relations: The Key Concepts 2nd ed.. New York: Routledge, 2008.

Spero, Joan E. dan Jeffrey A. Hart. The Politics of International Economic Relations 7th ed.. Boston: Wadsworth, 2010.

Velasco, Andrés. “Dependency Theory,” Foreign Policy No. 133 (2002): 44-45. dalam http://www.jstor.org/stable/318355 diakses pada 30 April 2016 pukul 18.00

Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi. International Relations Theory 5th ed.. New York: Pearson Education, Inc., 2012.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *