The Pursuit of Faux-Sustainability: Proyek Kendaraan Listrik dan Dilema Ekstraksi Nikel

0

Ilustrasi tambang nikel. Foto: Yusuf Ahmad/ANTARA

Sebagai salah satu upaya dalam mitigasi krisis iklim, industri otomotif global sedang menjajaki sebuah transisi yang bertujuan untuk mengurangi produksi karbon di sektor transportasi, yaitu dengan mengubah paradigma bisnis dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Laporan dari Kementerian Energi AS (n.d.) menyatakan bahwa kendaraan listrik merupakan alternatif transportasi yang baik untuk keberlangsungan alam dan iklim karena sifatnya yang tidak menghasilkan emisi karbon secara langsung, berbanding terbalik dengan saudaranya yang menggunakan bahan bakar fosil. 

Dalam industri kendaraan listrik, salah satu komponen penting yang menjadi ibarat menjadi nyawa adalah baterai. Hasil penelitian Nickel Institute (2018) melaporkan bahwa produksi baterai mobil listrik dengan teknologi lithium-ion membutuhkan banyak nikel sebagai salah satu bahan bakunya. Gayung bersambut, Kementerian ESDM sudah menegaskan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, jumlahnya kurang lebih 21 juta ton atau kurang lebih 25% cadangan nikel dunia. Investasi pun mulai berdatangan. Akhir tahun 2020 lalu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Konsorsium Hyundai dan PT Industri Baterai Indonesia (IBI) dalam investasi pertambangan bahan baku dan produksi sel baterai senilai Rp 130 triliun.

Selain itu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan sejak dua tahun lalu. Perpres tersebut diharapkan dapat membantu upaya pemerintah dalam mendorong penggunaan kendaraan bermotor beremisi karbon rendah sebagai salah satu strategi mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030. Akibat perpres tersebut, Kementerian Perindustrian (2020) menargetkan produksi kendaraan listrik di Indonesia akan mencapai lebih dari 20% dari total produksi kendaraan bermotor pada 2025.

Inisiasi-inisiasi di atas patut diacungi jempol. Penulis beranggapan bahwa setiap inisiatif yang menghasilkan eksternalitas positif bagi lingkungan dan mitigasi krisis iklim merupakan hal yang baik. Namun, hal tersebut bukannya tanpa kritik sama sekali. Ada beberapa hal yang perlu disoroti mengenai proyek-proyek kendaraan rendah karbon di Indonesia.

Bersih-bersih Kendaraan Listrik

Walau tidak memproduksi emisi karbon secara langsung, kendaraan listrik tetap berpotensi untuk menghasilkannya secara tidak langsung lewat siklus pengisian baterai. Sebagaimana disebutkan oleh Suehiro & Purwanto (2020), naiknya jumlah kendaraan listrik di Indonesia belum tentu berkontribusi secara efektif dalam menekan emisi karbon. McLaren et al (2016) juga membuktikan bahwa kontribusi kendaraan listrik terhadap pengurangan jumlah emisi karbon bergantung pada sumber energi listrik yang digunakan untuk mengisi baterai-baterai kendaraan listrik tersebut.

Hasil analisis daur hidup yang dilakukan oleh Bieker (2021) menyatakan bahwa efektivitas penetrasi kendaraan listrik terhadap penurunan jumlah emisi karbon juga sangat bergantung pada lokasi dimana kendaraan listrik tersebut berada. Di negara dengan sumber pembangkitan listrik yang sudah cukup bersih seperti Perancis dan Swedia, penurunan emisi dari kendaraan listrik dapat mencapai 70%. Sedangkan di negara di mana energi fosil masih mendominasi seperti India dan Tiongkok, angka penurunan emisinya hanya mencapai 40%. Untuk saat ini, sumber pembangkitan listrik di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil, terutama batu bara. Energi fosil memakan bagian hampir 90% dari total produksi listrik di Indonesia. Dengan porsi 63% berasal dari batu bara (Climate Transparency & IESR, 2020).

Bauran produksi listrik Indonesia tahun 2019. Gambar: Climate Transparency & IESR, diolah dari Enerdata.

Jalan Terjal Nikel Berkelanjutan

Berbicara mengenai industri kendaraan listrik, tentu tidak bisa lepas dari persoalan industri nikel. Ini artinya, nikel memegang peranan penting dalam program dekarbonisasi sektor transportasi global. Menurut laporan dari International Energy Agency (2020), industri baterai kendaraan listrik membutuhkan 65 ribu ton nikel pada tahun 2020 dan diprediksi akan meningkat hingga 925 ribu ton pada tahun 2030. Indonesia sebagai salah satu pemain terbesar dalam industri nikel tentu tidak ingin tertinggal kereta. Presiden Jokowi dalam acara Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-26 mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berambisi untuk menjadi raja baterai dan mobil listrik dunia. Salah satu cara untuk mencapai ambisi tersebut adalah dengan menggenjot ekstraksi dan produksi sumber daya nikel. Elon Musk—CEO Tesla dan salah satu pembesar industri kendaraan listrik global—mengatakan bahwa perusahaannya akan membutuhkan banyak suplai nikel untuk produksi baterai. Namun, permintaannya bukan tanpa syarat. Seperti yang dilansir dari Mining Technology (2020), ia hanya mau nikel yang ditambang secara “berkelanjutan.”

Masalahnya, industri nikel di Indonesia masih jauh dari kata “berkelanjutan.” Proses produksi nikel memakan banyak energi yang, celakanya, didapat dari pembakaran bahan bakar fosil penghasil emisi karbon (Brown, 2020). Semakin banyak nikel yang ditambang, semakin banyak energi fosil yang digunakan: semakin besar dampaknya dalam memperparah krisis iklim. Selain itu, industri nikel kerap menyebabkan berbagai eksternalitas negatif pada praktiknya, seperti perusakan lingkungan, konflik vertikal, hingga pelanggaran HAM dan kriminalisasi.

Mayoritas cadangan nikel Indonesia tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Nikel yang dihasilkan di Indonesia berjenis laterit yang lebih sulit diolah jadi nikel baterai (van der Ent et al, 2013). Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi high pressure acid leach (HPAL) untuk memproduksi nikel baterai dari bijih laterit. HPAL menghasilkan limbah olahan berbentuk lumpur (tailing). Di Indonesia, ada tiga proyek HPAL yang tersebar di Morowali, Sulawesi Tengah dan Pulau Obi, Maluku Utara.

Yang menjadi masalah, proyek HPAL di Morowali dan Pulau Obi tersebut berencana untuk membuang limbah tailing ke laut (Mongabay, 2020). 25,6 juta ton limbah tailing direncanakan buang ke laut Morowali sedangkan di Pulau Obi, tailing yang akan dibuang ke laut mencapai 6 juta ton pertahun. Aktivitas ini tentu berbahaya bagi kelangsungan biodiversitas di laut maupun bagi keberlanjutan hidup manusia di darat. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa daerah-daerah penghasil nikel di atas terletak pada “Segitiga Terumbu Karang” yang kaya akan ragam kehidupan laut. Selain perusakan alam dan habitat laut yang merupakan ancaman jelas, kandungan logam dan sisa pengolahan dalam limbah tailing berpotensi untuk masuk ke rantai makanan dan mengancam manusia. Dalam kesepakatan International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2016, pembuangan limbah tailing ke laut sudah dilarang di Kanada dan Amerika Serikat, serta ditentang oleh 51 negara termasuk Tiongkok. Masalah selanjutnya terdapat pada sumber suplai energi sebagai salah satu nyawa utama dari industri. Laporan dari Mongabay (2020) menyatakan bahwa listrik yang digunakan dalam industri nikel di Indonesia masih bersumber dari batu bara. Di Morowali, listrik dipasok oleh PLTU batu bara dengan kapasitas mencapai 2.410 megawatt. Setali tiga uang, proyek industri nikel di Pulau Obi diyakini akan meningkatkan kapasitas PLTU batu bara hingga 900 megawatt.

Lalu, terdapat peningkatan risiko yang diakibatkan oleh lahirnya peraturan kontroversial, Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut pengamatan Ian Morse (2021), UU tersebut berisiko menurunkan standar ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola), terutama dalam tingkat partisipasi publik. Melemahnya otoritas pemerintah daerah pada sentra-sentra produksi tambang semakin memperkuat cengkraman investor. Terjadi relasi kuasa yang timpang antara warga setempat, pemerintah daerah, dan para pemilik modal.

Selain masalah lingkungan, laporan dari Jatam (2021) juga menunjukan bahwa industri nikel di Indonesia tidak lepas dari konflik vertikal yang menjelma menjadi kasus pelanggaran HAM dan kriminalisasi. Salah satu kasus dialami oleh 27 warga Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang dikriminalisasi atas bermacam tuduhan. Mulai dari menghalangi aktivitas tambang, melakukan pengancaman, hingga penganiayaan. Padahal, warga-warga tersebut hanya berupaya mempertahankan hak atas tanah milik mereka yang dilanggar oleh perusahaan tambang. Perusahaan terkait juga beberapa kali berupaya menerobos lahan warga dengan sokongan dari aparat bersenjata. Kasus serupa juga didapati Jatam di daerah lain, seperti pada warga Morowali di Sulawesi Tengah, dan Pulau Obi di Maluku Utara (Jatam, 2021). Kasus seperti ini bisa terjadi akibat kurangnya penyertaan peran masyarakat oleh pemerintah dalam penerbitan izin tambang. 

Idealnya, aktivitas yang bersifat disruptif dan mempengaruhi keberlangsungan warga sekitar seperti ekstraksi sumber daya alam haruslah mengutamakan inklusivitas dalam operasionalnya. Jalannya proses pemanfaatan sumber daya alam harus mengedepankan cara-cara yang demokratis, adil, dan beradab. Tidak hanya menitikberatkan kepentingan para pemilik modal dan elit penguasa belaka.

Mengejar “Angin Lalu” Keberlanjutan

Komitmen pemerintah dalam program dekarbonisasi sektor transportasi merupakan langkah yang bagus dalam mengawali transisi energi. Kendaraan listrik memang berpotensi untuk memberikan dampak yang signifikan dalam pengurangan emisi karbon, bahkan di tempat dimana energi fosil masih menjadi sumber energi yang dominan. Namun, jika pemerintah benar-benar berkomitmen dalam mitigasi krisis iklim, investasi dan transformasi di bidang transportasi saja tidak akan cukup. Transisi energi harus dilakukan secara holistik, dan penghijauan sektor pembangkitan energi harus menjadi pilot project dalam transisi energi karena sifatnya yang mempengaruhi segala sektor. Dengan melihat target bauran energi bersih yang masih jauh dari panggang api, masih banyak pekerjaan rumah pemerintah Indonesia dalam mitigasi krisis iklim yang harus segera diselesaikan.

Frasa-frasa seperti “keberlanjutan” atau “Industri Hijau” seharusnya tidak hanya berakhir menjadi jargon belaka tanpa ada aksi nyata yang cukup dalam realisasinya. Di dalam dunia yang semakin memanas tiap tahunnya (NOAA, 2021), satu-satunya cara agar umat manusia dapat bertahan tanpa adanya penurunan standar kehidupan secara drastis adalah dengan peningkatan teknologi di sektor-sektor yang mendukung dekarbonisasi. Eksistensi kendaraan listrik dan segala inovasi pendukungnya merupakan hal yang krusial dalam dekarbonisasi. Namun, jangan sampai kita abai kepada aspek-aspek lainnya yang tidak kalah krusial hingga menjadikan kita ibarat mengejar keberlanjutan yang semu.

Referensi:

Artikel Daring

Antara. (2020, 25 April). Pemerintah targetkan penurunan emisi karbon 29 persen pada tahun 2030. Antaranews. https://www.antaranews.com/berita/1444220/pemerintah-targetkan-penurunan-emisi-karbon-29-persen-pada-2030 

Brown, Steve. (2020, 25 Juli). Can Indonesia provide Tesla with sustainable nickel? https://www.linkedin.com/pulse/can-indonesia-provide-tesla-sustainable-nickel-steven-brown/ 

CNN Indonesia. (2021, 10 Agustus). Jokowi Ingin RI Jadi Raja Baterai hingga Mobil Listrik Dunia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210810113359-384-678637/jokowi-ingin-ri-jadi-raja-baterai-hingga-mobil-listrik-dunia 

Jatam. (2021, 20 Februari). Bayang-bayang Ekstraksi Nikel di Balik Proyek Mobil Listrik. Ruang Pers Jatam. https://www.jatam.org/bayang-bayang-ekstraksi-nikel-di-balik-proyek-mobil-listrik/ 

Mining Technology. (2020, 24 Juli). Elon Musk pledges “giant contract” for sustainable nickel miners. Mining Technology Analysis. https://www.mining-technology.com/features/elon-musk-pledges-giant-contract-for-sustainable-nickel-miners/ 

Mongabay. (2020, 18 Juli).  Indonesian miners eyeing EV nickel boom seek to dump waste into the sea. Mongabay Opinion.  https://news.mongabay.com/2020/05/indonesian-miners-eyeing-ev-nickel-boom-seek-to-dump-waste-into-the-sea/ 

Morse, Ian. (2021, 28 Mei). Indonesia has a long way to go to produce nickel sustainably. China Dialogue. https://chinadialogue.net/en/pollution/indonesia-has-a-long-way-to-go-to-produce-nickel-sustainably/ 

Nickel Institute. (2018). Nickel in batteries. Nickel Magazine Volume 33. https://nickelinstitute.org/about-nickel/nickel-in-batteries/ 

NOAA. (2021, 15 Maret). Climate Change: Global Temperature. Climate.gov. https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-global-temperature 

Purnama, R. (2020, 12 November). Mimpi RI Jual 2 Juta Unite Mobil, 20 Persen Mobil Listrik. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201112195415-384-569201/mimpi-ri-jual-2-juta-unit-mobil-20-persen-mobil-listrik 

Santoso, Y. (2021, 31 Juli). Investasi baterai mobil listrik senilai US$ 1,1 miliar masuk ke Indonesia. Kontan. https://newssetup.kontan.co.id/news/investasi-baterai-mobil-listrik-senilai-us-11-miliar-masuk-ke-indonesia?page=all 

Shani, D. (2020, 17 Desember). Menyoal Pengembangan Baterai Nikel bagi Lingkungan Hidup dan Sosial. Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2020/12/17/menyoal-pengembangan-baterai-nikel-bagi-lingkungan-hidup-dan-sosial/ 

Syaiful, A. (2019, 14 Agustus). Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. Liputan 6. https://www.liputan6.com/news/read/4036856/selamat-datang-era-mobil-listrik-di-indonesia 

Sun, Yilei. (2020, 23 Juli). ‘Please mine more nickel,’ Musk urges as Tesla boosts production. Reuters. https://www.reuters.com/article/us-tesla-nickel-idUSKCN24O0RV 

Sutterud, T. (2016, 14 September). Norway and Turkey vote against ban on dumping mining waste at sea. The Guardian. https://www.theguardian.com/environment/2016/sep/14/norway-and-turkey-vote-against-ban-on-dumping-mining-waste-at-sea 

US Department of Energy. (n.d.). Emissions from Hybrid and Plug-In Electric Vehicles. Alternative Fuels Data Center. https://afdc.energy.gov/vehicles/electric_emissions.html 

Wahyu, N. (2021, 10 Januari). Kontrol 30 Persen Nikel Dunia, Jokowi Ingin Fokus Bangun Industri Hilir .Bisnis. https://ekonomi.bisnis.com/read/20210110/257/1340981/kontrol-30-persen-nikel-dunia-jokowi-ingin-fokus-bangun-industri-hilir 

Laporan dan Publikasi Ilmiah

van der Ent, A., et al. (2013). Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for phytomining. Journal of Geochemical Exploration, 128, 72-79.

Bieker, G. (2021). A Global Comparison of the Life-cycle Greenhouse Gas Emissions of Combustion Engine and Electric Passenger Cars. ICCT White Paper.

Climate Transparency & IESR. (2020). Indonesia Climate Transparency Report Country Profile 2020.

International Energy Agency. (2020). Global EV Outlook 2020. IEA Technology Report

McLaren, J., et al. (2016). Emissions Associated with Electric Vehicle Charging: Impact of Electricity Generation Mix, Charging Infrastructure Availability, and Vehicle Type. NREL Technical Report TP-6A20-64852.

Suehiro, S. & Purwanto, A. J. (2018). The Influence on Energy and the Economy of Electrified Vehicle Penetration in ASEAN. ERIA Research Project 2020, No. 14.

Rayhan Prabu Kusumo adalah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Dapat ditemui di Instagram dengan nama pengguna @rayprabu.k

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *