Anggota pasukan khusus Indonesia sedang melakukan parade. Foto: Beawiharta/Reuters

Baru-baru ini wacana pembentukan Komando Daerah Militer atau biasa disebut dengan Kodam di setiap provinsi oleh TNI sedang menjadi isu ramai. Kemunculan dari wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra dari berbagai unsur masyarakat, mulai dari politisi, akademisi hingga masyarakat umum.

Permasalahan keberadaan Kodam tentu menjadi hal yang menarik dikarenakan struktur Komando Teritorial (Koter) telah menjadi hal yang sensitif sejak dimulainya reformasi sektor keamanan di Indonesia. Bagi pendukungnya, keberadaan dari Kodam di setiap provinsi akan menghasilkan hasil positif. Di sisi lain terdapat suara yang menyuarakan dampak negatif dari keberadaan Kodam, apalagi di setiap provinsi.

Perdebatan antara kedua kubu ini perlu dibahas karena berkaitan dengan proyeksi strategis Indonesia kedepannya. Sebenarnya apakah urgensi yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI mengenai pembentukan Kodam dari saat ini berjumlah lima belas menjadi 38 benar-benar relevan dengan kondisi Indonesia saat ini?

Justifikasi 1: Kodam Sebagai Bagian dari Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta

Menteri Pertahanan Prabowo mengatakan bahwa setiap provinsi harus memiliki Kodam karena merupakan perwujudan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang tidak bisa memisahkan militer dengan rakyat. Ia juga menganalogikan Kodam dengan keberadaan Polda di setiap provinsi.

Perbandingan ini merupakan hal yang tidak apple-to-apple. Keberadaan dari Polda merupakan bagian dari tugas utama Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri. Sementara TNI bertugas pada bidang pertahanan yang cenderung bersifat eksternal. Terdapat pemisahan antara “pertahanan” dan “keamanan” yang perlu dicermati.

Pertanyaannya adalah untuk apa Kodam di setiap provinsi seperti Polda? Pembentukan Kodam turut akan meliputi struktur di bawahnya seperti Korem, Kodim, Koramil dan Babinsa. Keberadaan Kodam akan membuat TNI hadir sampai pada level terendah di setiap provinsi, tetapi apakah mereka relevan? Apakah provinsi seperti Bali dan Bangka Belitung yang kecil membutuhkan Kodam yang sama dengan Provinsi Papua Pegunungan misalnya?

Kritik terhadap Kodam sendiri tidak hanya datang dari kalangan eksternal, tetapi juga internal. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Agus Wirahadikusumah pernah berkata “Kenapa kita butuh unit teritorial di Wonosobo? Apakah musuh akan menyerang kita di sana? Itu tidak ada hubungannya dengan Pertahanan!”

Menurut studi yang dilakukan oleh Lembaga Ketahanan Nasional, Laut dan Udara Indonesia sangat rawan untuk menjadi medan pertempuran AUKUS dan China. Jika membicarakan “pertahanan” maka sudah sewajarnya Indonesia mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kesiapan pertempuran di udara dan laut di tengah tantangan geopolitik tersebut, bukan menambah Kodam yang erat dengan AD di setiap provinsi.

Dibandingkan relevansinya dengan kondisi geostrategis Indonesia saat ini, pernyataan dari Prabowo tersebut merefleksikan masih terdapatnya pandangan bahwa paradigma “pertahanan” dan “keamanan” dari TNI dan Polri tidak dapat dipisahkan.

Justifikasi 2: Kodam Sebagai Pembantu Pemerintah Daerah

Salah satu justifikasi dari penambahan Kodam adalah perlunya peningkatan kerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Memang TNI dapat membantu pemerintah daerah melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sebagaimana disebut dalam UU TNI No 34/2004. Namun, tugas utama TNI saat ini adalah bidang “pertahanan” bukan OMSP membantu pemerintah daerah.

Menjadi suatu hal yang membingungkan ketika melihat justifikasi pembentukan Kodam adalah untuk membantu birokrasi sipil. Sementara tugas utama Kodam adalah menghadapi ancaman yang terutama berasal dari eksternal. Alasan yang dipakai Kemhan justru menjadi sesuatu yang sangat berbahaya. Melalui bantuan kepada pemerintah daerah, TNI malah rawan kembali terlibat dalam aktivitas sosial-politik yang secara resmi telah dihapuskan.

Tentu, pemerintah daerah perlu intervensi TNI ketika tidak mampu menyelesaikan suatu permasalahan seperti konflik bersenjata dan bencana alam. Namun, jika menggunakan hal tersebut sebagai argumen utama pembentukan Kodam di seluruh provinsi, maka tidak ada urgensi nyata untuk merealisasikannya.

Tidak Semuanya Negatif: Kodam Untuk Perdamaian Papua?

Wacana Keberadaan dari Kodam di setiap provinsi meliputi wilayah Papua yang baru-baru ini dimekarkan. Tentu Papua yang saat ini memiliki gangguan keamanan dari Kelompok Separatis Teroris (KST) memberikan justifikasi yang kuat untuk membentuk Kodam di sana.

Pembentukan Kodam di semua provinsi Papua tentu dapat meningkatkan kapabilitas TNI untuk menghadapi ancaman dari KST. Hal ini dikarenakan kemampuan Kodam untuk mendeteksi dan mengatasi ancaman di wilayahnya. Papua sendiri memenuhi indikator yang diungkapkan peneliti BRIN Diandra Mengko sebagai daerah rawan keamanan, daerah perbatasan, dan daerah rawan konflik yang membuat pembentukan Kodam menjadi nilai plus di sana.

Indikator ini juga sebenarnya merefleksikan sebagaimana Kodam harus dibentuk sehingga tidak seharusnya semua provinsi memiliki Kodam, tetapi hanya daerah yang benar-benar membutuhkannya sesuai dengan kondisi geografi dan strategi pertahanan Indonesia.

Namun, pembentukan Kodam saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan Papua yang sangat kompleks. Berdasarkan riset CSIS Indonesia, diperlukan peningkatan anggaran, sumber daya manusia, pemahaman HAM, menghilangkan budaya impunitas dan perubahan sistem rotasi yang sangat cepat dari militer untuk memenangkan hati penduduk sipil di Papua yang akan membuka jalannya tercipta perdamaian di Papua. 

Pertama, berdasarkan riset tersebut, anggaran di Papua saat ini kurang memadai dengan masih kurangnya berbagai insentif dan infrastruktur penunjang kebutuhan militer di sana. Hal ini di tengah harga pokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Kedua, personel yang ditugaskan di Papua cenderung dianggap sebagai “buangan”, sehingga perlu peningkatan sumber daya manusia dengan mengirimkan personel-personel terbaik bangsa.

Ketiga, pemahaman HAM yang masih sedikit dengan hanya 2 SKS saja pada saat pendidikan turut menjadi hal yang krusial untuk diperbaiki. Hal ini agar aparat keamanan mampu memahami HAM lebih dari sekedar mencegah kekerasan atau menghilangkan nyawa, tetapi juga menghormati hak-hak dan budaya adat yang dimiliki oleh masyarakat Papua. 

Keempat, aparat keamanan perlu mempertanggungjawabkan perbuatan mereka apabila mereka melakukan pelanggaran. Saat ini, budaya impunitas militer masih terasa kuat di Papua sehingga personel angkatan bersenjata merasa segala tindakan mereka dapat dibenarkan. Terakhir, militer harus menghilangkan sistem rotasi cepat yang biasanya berkisar antara enam sampai sembilan bulan. Hal ini dikarenakan untuk memahami budaya Papua memerlukan waktu lama dan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat lokal di sana terhadap personel yang sudah lama mereka kenal.

Melihat kompleksnya permasalahan di Papua, pembentukan Kodam dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas militer di daerah konflik. Namun, perlu digaris bawahi bahwa pembentukan Kodam saja tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah Papua, ketika melihat faktor-faktor yang sebelumnya telah disebutkan.

Kesimpulan

Melihat justifikasi yang dikeluarkan oleh Kemhan dan TNI, penulis belum melihat adanya urgensi pembentukan Kodam di setiap provinsi. Namun, pembentukan Kodam di Papua misalnya menjadi hal yang dapat didukung melihat indikator yang dihadapi wilayah paling timur di Indonesia tersebut.

Dengan kata lain, pembentukan Kodam tidak harus selalu dipandang sebagai hal yang negatif. Di sisi lain, pembentukan Kodam baru harus diawasi unsur-unsur masyarakat, baik dari pemerintah, parlemen, akademisi, LSM, hingga masyarakat umum agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh TNI. Patut juga dicermati agar pembentukan Kodam tidak menjadi kemunduran bagi reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Muhammad Gilang Rasyid merupakan mahasiswa di Universitas Padjadjaran. Dapat ditemukan di Instagram dengan nama pengguna @gilang_rasyid

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *