Ancaman Keamanan Non-Tradisional: Dampak Konflik Rusia–Ukraina Terhadap Lingkungan

0

Kelompok bersenjata di Ukraina pada 14 Desember 2022. Foto: Alexander Ermochenko/Reuters

Diskusi mengenai studi keamanan semakin berkembang pada akhir Perang Dingin, di mana ancaman militer tidak lagi menjadi satu-satunya fokus dalam menganalisis “keamanan”. Lebih jauh, unsur-unsur non-militer seperti dampak kerusakan lingkungan kini dapat diidentifikasi sebagai ancaman bagi negara sekaligus masyarakat di dalamnya. Konsep keamanan baru ini dikenal dengan sebutan non-traditional security (NTS) atau human security. Berfokus pada NTS, tulisan ini akan menelaah lebih lanjut bagaimana dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap lingkungan sebagai salah satu ancaman bagi human security.

Perkembangan Studi Keamanan

Sebelumnya, studi keamanan tradisional yang berkembang di era Perang Dingin hanya menekankan pada negara dan integritas teritorial di tengah dunia yang anarki, atau bisa disebut sebagai state-centric dan military-oriented. Berbeda dengan konsep keamanan tradisional, keamanan non-tradisional membahas hal-hal yang tidak diperhatikan oleh studi keamanan tradisional. Evolusi konsep dan pendekatan keamanan non-tradisional didorong oleh keinginan dari akademisi–terutama dari Global South–untuk memperluas bahasa keamanan agar lebih relevan dan inklusif terhadap tantangan-tantangan kontemporer yang berdampak pada keamanan masyarakat di bagian negara berkembang (Caballero-Anthony, 2016).

Menurut NTS-Asia, isu-isu keamanan non-tradisional mencakup tantangan bagi keselamatan dan kesejahteraan manusia dan negara yang muncul utamanya dari sumber-sumber non-militer. Sumber ini mencakup kelangkaan sumber daya, penyakit menular, bencana alam, krisis pangan, serta isu lingkungan di antara berbagai macam bahaya lain. Bahaya ini umumnya dapat dilihat dalam lingkup transnasional dan membutuhkan respon yang komprehensif di sektor politik, ekonomi, dan sosial (NTS Asia; Caballero-Anthony, 2016).

Selain itu, konsep ini juga dikenal dengan sebutan human security, di mana menurut Jolly & Ray (2006), human security memandang kelaparan, penyakit, dan penindasan sebagai salah satu ancaman dalam studi keamanan. UNDP kemudian membagi kategori ancaman dalam human security menjadi tujuh cabang dan salah satunya adalah mengenai lingkungan.

Isu Lingkungan dalam Keamanan Non-Tradisional

Seperti penjabaran mengenai keamanan non-tradisional serta apa saja “ancaman” yang termuat di dalamnya, kita mengetahui bahwa persoalan lingkungan dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan suatu negara dan masyarakat di dalamnya. Sejak 50 tahun terakhir, masalah lingkungan menjadi isu yang semakin menonjol dalam agenda internasional. Isu lingkungan mencakup ke dalam pembahasan mengenai keamanan dan ekonomi, dua bidang yang sangat penting bagi negara, dan hal tersebut yang membuat lingkungan memainkan peran penting dalam agenda politik internasional.

Isu lingkungan memperluas konsep keamanan dengan mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan dan kaitannya dengan masyarakat (O’Brien & Barnett, 2013), sekaligus memperjelas bahwa studi keamanan kini juga mempertimbangkan fenomena transnasional yang mampu memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia (Greaves, 2012).

Akan tetapi, isu lingkungan nyatanya kurang diperhatikan dan “dipisahkan” dari dampak konflik atau perang. Menurut PBB, korban perang selalu diukur melalui tentara dan warga sipil yang tewas atau terluka, kehancuran infrastruktur dan mata pencaharian namun kerusakan lingkungan akibat perang jarang sekali dipublikasikan. Kehancuran lingkungan, ekosistem, dan manusia di dalamnya seringkali tidak dibahas, yang membuat lingkungan sering disebut “the silent victim of war”. Padahal, sejarah seringkali menunjukkan bahwa kehancuran habitat, polusi, dan ekosistem memiliki konsekuensi yang berlangsung sangat lama, dan berdampak pada sektor lain yang memengaruhi manusia.

Di awal tahun 2022, dunia dikejutkan dengan agresi militer Rusia terhadap Ukraina. Meski kedua negara ini telah berkonflik sejak lama, baru di tahun ini konflik benar-benar meletus dalam skala yang sangat besar—bahkan beberapa menyebut sebagai “perang”. Tidak hanya untuk masyarakat Rusia dan Ukraina, dunia internasional juga terdampak dari pecahnya konflik ini. Salah satu dampak transnasional yang dirasakan yakni dalam aspek lingkungan. Lalu, bagaimana dampak konflik tersebut pada keberlangsungan lingkungan dan ancamannya terhadap manusia?

The Special Taskforce of the State Ecological Inspectorate of Ukraine mencatat terdapat 257 kejahatan terhadap lingkungan yang dilakukan Rusia per 27 Mei 2022, dengan estimasi total kehancuran sebesar 204 miliar hryvnia (€6,6 miliar) (Ministry of Environmental Protection and Natural Resources, 2022). Selama empat bulan konflik ini berlangsung, dampak yang ditimbulkan mencakup polusi udara, air, dan tanah yang parah, emisi gas rumah kaca, kebakaran hutan, masalah keamanan nuklir, dampak pada pertanian, dampak pada satwa liar, dan juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati (Samant, 2022). Secara khusus, tulisan ini akan berfokus pada tiga kerusakan lingkungan di Ukraina yang juga berdampak pada human security, yakni limbah beracun; kualitas udara; serta ketersediaan air bersih dan layak.

Limbah Beracun

Ukraina adalah salah satu dari negara yang paling terindustrialisasi di Eropa, menampung sekitar 6 miliar ton limbah cair yang berasal dari tambang batu bara, pabrik kimia, dan industri berat lainnya. Pada konflik antar kedua negara, Rusia dan Ukraina, situs-situs sensitif ini kerap menjadi target penembakan Rusia. Menurut data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, konflik ini telah menimbulkan kerusakan pada sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir, infrastruktur minyak dan gas, platform pengeboran bawah tanah, jaringan pipa distribusi, tambang batu bara, dan situs agroindustri. Ledakan di lokasi tersebut kemudian telah melepaskan zat berbahaya ke udara, termasuk pelarut, pupuk, dan asam nitrat (UNEP, 2022).

Tidak hanya itu, morfologi tanah dan lahan juga terancam akibat aktivitas militer. Penelitian mengenai dampak perang di degradasi tanah dan lahan menemukan bahwa peledakan bom akibat ranjau, granat/bom, atau ekskavasi parit dan terowongan menghancurkan horizon dan bagian atas tanah, mengubah morfologi lahan secara drastis (Pereira et al., 2020). Meski dampak perang Rusia-Ukraina pada lahan dan tanah belum dimengerti secara utuh oleh masyarakat umum, terdapat banyak bukti peledakan bom, ekskavasi parit, kuburan massal, jejak kegiatan perang, limbah, dan lainnya. 

Hal tersebut sangat merugikan, mengingat Ukraina merupakan rumah bagi salah satu tanah yang paling subur, yaitu Chernozem. Sekitar sepertiga tanah Chernozem terletak di Ukraina, dan merupakan sumber daya yang sangat penting untuk produksi makanan dan reservoir karbon, sehingga dapat menjadi salah satu penyebab krisis pangan (Dreibrodt et al., 2022; Pereira et al., 2022).

Kualitas Udara

Konflik—atau perang—yang terjadi di antara Rusia-Ukraina juga menyisakan dampak bagi kualitas udara. Oleh karena terdapat unsur-unsur beracun yang lepas ke atmosfer sebagai akibat perputaran kendaraan militer berat, peledakan, dan pengeboman. Di Kiev, dua minggu pertama dimulainya penyerangan menunjukkan kenaikan konsentrasi polutan 27 kali lebih tinggi dari normalnya. Kenaikan ini akibat diledakannya berbagai penyimpanan bahan bakar di Mykolaiv, Chernihiv, Borodyanka, dan Rovenky, yang meningkatkan polusi udara secara drastis.

Selain itu, ledakan roket dan artileri juga menghasilkan berbagai senyawa kimia, seperti karbon monoksida dan dioksida, uap air, nitric oxide (NO), nitrogen oxide (NO2), nitrous oxide (N2O), formaldehida, uap hidrogen sianida (HCN), nitrogen (N2) dan banyak bahan organik beracun lainnya yang dapat mencemarkan lingkungan sekitar (Omelchuk & Sadohurska, 2022).

Pembangkit tenaga nuklir Ukraina juga menjadi korban penembakan Rusia dalam konflik ini, seperti di PLTN Zaporizhzia dan Chernobyl, yang meningkatkan kekhawatiran kebocoran radiasi. Senyawa-senyawa ini teroksidasi dan melepaskan produk reaksi mereka ke atmosfer, mulai dari karbon dioksida dan uap air yang berbahaya hanya pada perubahan iklim, sampai oksida belerang dan nitrogen yang dapat mengakibatkan hujan asam yang berbahaya bagi vegetasi, manusia, dan makhluk hidup lainnya. Dampak ini tidak hanya akan dirasakan penduduk di dalam negara, tetapi juga masyarakat di luar wilayah Ukraina.

Pencemaran Air

Lebih lanjut, konflik yang terjadi juga merugikan bagi kualitas air, salah satunya bagi infrastruktur air yang menyediakan kesediaan air (Schillinger et al., 2020; Zeitoun et al., 2014). Infrastruktur air yang hancur akan mengurangi fasilitas air, meningkatkan potensi masalah sanitasi dan memicu peningkatan penyebaran patogen (Aklan et al., 2019). Unsur yang meledak dan terbakar berkumpul di permukaan tanah, kemudian masuk ke air tanah, dan meracuni air permukaan tanah. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan dehidrasi parah bagi masyarakat akibat tidak adanya/keterbatasan akses ke air bersih. Dampak lainnya yang dirasakan yakni seperti hipotermia, kram kaki, delirium, kehilangan tekanan darah, kegagalan organ, hingga kematian.

Dampak nyata dibuktikan oleh wilayah sekitar Sungai Kalmius, Kota Mariupol. Wilayah tersebut tercemar akibat adanya kebocoran pipa yang memengaruhi kualitas dan sanitasi air di Sungai Kalmius sehingga menyebabkan masyarakat yang seharusnya bisa mendapatkan air bersih di sekitar wilayah itu terpaksa untuk mengambil air dari genangan-genangan yang tersisa (Human Rights Watch, 2022).

Kesimpulan

Isu lingkungan seringkali menjadi “korban” konflik atau bahkan perang yang jarang mendapat perhatian namun dapat dirasakan secara nyata oleh setiap manusia. Padahal, dampak konflik/perang pada lingkungan memiliki dampak besar dan berbahaya dan membutuhkan waktu sangat lama untuk mengembalikannya ke kondisi semula. Tidak hanya pada ekosistem, dampak perang pada lingkungan juga sangat membahayakan manusia yang tinggal di dalamnya Oleh karena, manusia tidak bisa dapat dipisahkan begitu saja dengan lingkungan yang mengelilinginya.

Seperti contoh yang dipaparkan sebelumnya, konflik/perang Rusia-Ukraina berdampak pada melimpahnya limbah beracun akibat penggunaan senjata yang meracuni tanah; memengaruhi kualitas udara yang semakin penuh polusi dan senyawa beracun sehingga menghasilkan masalah pernapasan; serta hancurnya infrastruktur air yang membuat ketersediaan dan jangkauan air bersih semakin susah, dan memperburuk potensi penyakit. Maka, dapat dikatakan bahwa konflik/perang Rusia-Ukraina, selain bagian dari ancaman keamanan tradisional (negara dan melibatkan militer), juga dapat berdampak pada keamanan non-tradisional.

Referensi

Aklan, M. M., de Fraiture, C., & Hayde, L. G. (2019). Which Water Sources Do People Revert to in Times of War? Evidence from the Sana’a Basin, Yemen. International Journal of Environmental Research, 13(4), 623–638. https://doi.org/10.1007/s41742-019-00205-9

Caballero-Anthony, M. (2016). An Introduction to Non-Traditional Security Studies: A Transnational Approach. SAGE Publications Ltd. https://doi.org/10.4135/9781473972308

Dreibrodt, S., Hofmann, R., Dal Corso, M., Bork, H.-R., Duttmann, R., Martini, S., Saggau, P., Schwark, L., Shatilo, L., Videiko, M., Nadeau, M.-J., Grootes, P. M., Kirleis, W., & Müller, J. (2022). Earthworms, Darwin and prehistoric agriculture-Chernozem genesis reconsidered. Geoderma, 409, 115607. https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2021.115607

English, J. (2022). 1.4 million people without running water across war-affected eastern Ukraine. UNICEF. https://www.unicef.org/press-releases/14-million-people-without-running-water-across-war-affected-eastern-ukraine

Human Rights Watch. (2022). Ukraine: Mariupol Residents Trapped by Russian Assault | Human Rights Watch. Human Rights Watch. https://www.hrw.org/news/2022/03/07/ukraine-mariupol-residents-trapped-russian-assault

Jolly, R., & Ray, D. B. (2006). The Human Security Framework and National Human Development Reports. UNDP (United Nations Development Programme).

Ministry of Environmental Protection and Natural Resources. (2022). Briefing on the environmental damage caused by the Russia’s war of aggression against Ukraine (26 May—1 June 2022). https://mepr.gov.ua/en/news/39252.html

Omelchuk, O., & Sadohurska, S. (2022). Nature and War: How Russian Invasion Destroys Ukrainian Wildlife | NEC. The Northcoast Environmental Center. https://www.yournec.org/nature-and-war-how-russian-invasion-destroys-ukrainian-wildlife/

O’Brien, K., & Barnett, J. (2013). Global Environmental Change and Human Security. Annual Review of Environment and Resources, 38(1), 373–391. https://doi.org/10.1146/annurev-environ-032112-100655

Pereira, P., Barceló, D., & Panagos, P. (2020). Soil and water threats in a changing environment. Environmental Research, 186, 109501. https://doi.org/10.1016/j.envres.2020.109501

Pereira, P., Bašić, F., Bogunovic, I., & Barcelo, D. (2022). Russian-Ukrainian war impacts the total environment. Science of The Total Environment, 837, 155865. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2022.155865

Samant, H. (2022). The Russia-Ukraine Conflict and its Implications for the Environment | Vivekananda International Foundation. https://www.vifindia.org/article/2022/august/10/the-russia-ukraine-conflict-and-its-implications-for-the-environment#_edn5

Schillinger, J., Özerol, G., Güven‐Griemert, Ş., & Heldeweg, M. (2020). Water in war: Understanding the impacts of armed conflict on water resources and their management. WIREs Water, 7(6). https://doi.org/10.1002/wat2.1480

UNEP. (2022, July 4). UN warns of toxic environmental legacy for Ukraine, region. UN Environment. http://www.unep.org/news-and-stories/press-release/un-warns-toxic-environmental-legacy-ukraine-region

Wang, K.-H., Su, C.-W., Lobonţ, O.-R., & Umar, M. (2021). Whether crude oil dependence and CO2 emissions influence military expenditure in net oil importing countries? Energy Policy, 153, 112281. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2021.112281

Zeitoun, M., Eid-Sabbagh, K., & Loveless, J. (2014). The analytical framework of water and armed conflict: A focus on the 2006 Summer War between Israel and Lebanon. Disasters, 38(1), 22–44. https://doi.org/10.1111/disa.12039

Shafira Khairunnisa Anggraeni merupakan mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dapat ditemui di Instagram dengan nama pengguna @shafiranggrae

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *