Indonesia Harus Genjot E-Sport sebagai Instrumen Diplomasi Kontemporer

0

Ilustrasi lomba e-sport. Foto: pixabay.com.

Jika mendengar kata video games1, mungkin akan terpikir permainan-permainan menarik yang biasa dimainkan dari banyak platform, mulai dari PS4 hingga telepon genggam. Namun, pada era kontemporer, video games tidak lagi hanya sekadar permainan, tetapi juga digunakan sebagai instrumen diplomasi. Video games menjadi suatu hal yang dapat dipandang serius, bukan hanya sebagai ajang kompetisi antar teman biasa, melainkan kompetisi antar bangsa dalam rangka memperat hubungan (diplomasi). 

Jauh sebelum video games menjadi diplomasi, sebuah diplomasi yang memiliki hubungan dengan video games sudah digunakan sejak lama, yakni olahraga (sport). Olahraga telah digunakan sebagai diplomasi sejak Olimpiade Yunani kuno. Tujuannya berfungsi sebagai promosi pemahaman, kerja sama antarbudaya, meningkatkan citra negara, hingga memperbaiki hubungan antar negara. Pada era Perang Dingin, olahraga menjadi alat diplomasi untuk meningkatkan komunikasi antara negara-negara yang bermusuhan. Diplomasi Tenis Meja Tiongkok dan Amerika Serikat memungkinkan dua negara untuk dapat memulai kembali dialog yang terpecah secara politik di masa Perang Dingin. Diplomasi kriket India dan Pakistan memberikan contoh lain keberhasilan diplomasi olahraga, serta beberapa diplomasi olahraga sukses lainnya. (Craig Esherick, Robert E. Baker, Steven Jackson, dan Michael Sam, 2017)

Memasuki era milenial, olahraga tidak lagi hanya dilangsungkan secara fisik, namun juga digital. Cepatnya laju perkembangan teknologi mendorong olahraga dilakukan secara digital. Sebuah istilah baru hadir, yakni e-sport2, yang merupakan kependekan dari electronic sport. E-sport mungkin masih asing bagi sebagian orang. E-sport singkatnya merupakan kompetisi video games yang menjadi turnamen mulai dari skala lokal hingga internasional. Video games mungkin dulu dilihat sebagai sesuatu hal yang dapat “mengganggu” pelajaran sekolah jika dimainkan secara berlebihan. Namun kini, e-sport dapat dilihat sebagai sebuah kesempatan.

Asal Mula E-Sport

E-sport bermula dari sebuah laboraturium kecerdasan buatan Universitas Standford tahun 1972, yang dikenal sebagai Olimpiade Antariksa Antargalaksi. Empat puluh enam tahun kemudian, bermula dari turnamen kecil tentang pesawat ruang angkasa monokrom dilayar sederhana, menjelma menjadi industri hiburan bernilai miliaran dolar. (James Birt, 2018) Sebagai gambaran, sebuah kompetisi besar yang berlangsung di Melbourne, Australia memperebutkan hadiah 500 ribu Dolar Australia. Kompetisi ini bukanlah The Australian Open (Mens) Final, sebuah kompetisi tenis bergengsi dunia, melainkan kompetisi Fortnite Summer Smash, sebuah kompetisi video game (e-sport).

Kompetisi video game atau yang lebih dikenal sebagai e-sport tidak dapat dipandang sebelah mata. Pada 2018, Fortnite mendapat gelar sebagai game yang paling menguntungkan di dunia dengan rekor laba US$ 3 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dunia telah bertransformasi menuju olahraga digital (e-sport), sebuah bentuk olahraga dimana aspek-aspek utamanya difasilitasi oleh sistem elektronik. Hal ini membuat video games menjadi bidang media yang berkembang pesat, baik persaingan kompetisi, maupun dari segi penonton dunia. (Stuart Murray dan James Birt, 2019)

E-Sport Sebagai Instrumen Diplomasi

Jika ditelisik lebih lanjut, e-sport dapat berpotensi menjadi alat diplomasi yang menguntungkan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Indonesia. Indonesia yang menjadi tuan rumah acara olahraga terbesar Asia, Asian Games 2018, untuk pertama kali sepanjang sejarah Asian Games memasukkan e-sport sebagai salah satu cabang olahraga yang turut memperebutkan medali. Alasannya adalah karena e-sport tumbuh pesat di Indonesia. Indonesia peringkat 16 dalam pasar industri game global tahun 2017 dengan jumlah 43,7 juta gamer dan total pendapatan mencapai USD 879,7 juta. (Badan Koordinasi Penanaman Modal)

Hal ini menjadi perhatian karena Asian Games merupakan ajang olahraga terbesar kedua di dunia. Asian Games 2018 merupakan acara olaharaga besar internasional pertama yang mengenali e-sport sebagai olahraga profesional yang membutuhkan banyak bakat, semangat, kepelatihan, kerja tim, kekuatan fisik dan mental layaknya olahraga konvensional. (Emilia Bratu, 2018) Perkembangan e-sport di Indonesia menjadi sebuah alasan bagaimana video games bisa menjadi alat diplomasi. Pendekatan soft diplomacy ini digunakan untuk memberikan sorotan dunia terhadap Indonesia.

Seolah belum cukup, pada tahun 2019, tim-tim e-sport asal Indonesia sukses menyabet gelar juara dunia dalam game Mobile Legend: Bang-Bang (Yuslianson, 2019) dan dalam game PUBG Mobile (Yuni Astutik, 2019). Indonesia kembali mendapat sorotan ketika acara kompetisi MPL ID Season 5 yang mempertandingkan pertandingan el classico antara Evos Legend vs RRQ Hoshi menjadi pemuncak acara e-sport global paling popular di bulan April 2020 dengan lebih dari 1 juta pemirsa. Hal ini sangat fantastis mengingat acara ini adalah kejuaraan regional Indonesia, bukan skala internasional. (Sergey Yakimenko, 2020)

E-sport dapat menjadi instrumen diplomasi kontemporer yang cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan Asian Games 2018 yang menyelenggarakan kompetisi video games pertama di dunia. Dengan semakin meluas dan berkembangnya e-sport di Indonesia, Indonesia dapat memaksimalkan kesempatan ini sebagai salah satu langkah diplomasi secara soft, dimana akan mendatangkan soft power. Soft power telah dikenal sebagai kunci kepemimpinan dimana dapat membuat orang lain menginginkan apa yang kita inginkan. (Joseph S. Nye Jr, 2004) Jika diperhatikan lebih lanjut, e-sport Indonesia dapat menjadi diplomasi kontemporer yang menjanjikan baik secara ekonomi, maupun secara budaya.

Arya Luthfi Permadi, S.IP, M.Si– Pemerhati Isu Poltik-Keamanan dan Isu Kontemporer Internasional.

Catatan:

1 Video game merupakan istilah dimana sebuah permainan gambar bergerak dilayar (digital) yang dikontrol oleh pemain  dengan menekan tombol. Istilah ini dahulu merujuk pada konsol yang disambungkan ke layar seperti televisi, namun sekarang istilah ini merujuk pada seluruh permainan digital. Dapat dilihat pada Cambridge Dictionary, Video Games, tersedia di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/video-game, diakses pada 27 Juli 2020.

2 E-sport atau kependekan dari electronic sport merupakan aktivitas bermain game melawan orang lain melalui internet, baik untuk memperebutkan hadiah uang melalui kompetisi, maupun sebagai tontonan bagi pengguna internet lainnya. Dapat dilihat pada Cambridge Dictionary, E-sport, tersedia di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/e-sports, diakses pada 29 Juli 2020.

Referensi:

Badan Koordinasi Penanaman Modal, Rise of Indonesian e-Sport Industry: Asian Games Jakarta-Palembang 2018, tersedia di https://www.bkpm.go.id/images/uploads/whyinvest_file/Indonesian_E-Sport.pdf, diakses pada 30 Juli 2020.

Cambridge Dictionary, E-sport, tersedia di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/e-sports, diakses pada 29 Juli 2020.

Cambridge Dictionary, Video Game, tersedia di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/video-game, diakses pada 27 Juli 2020

Craig Esherick, Robert E. Baker, Steven Jackson, dan Michael Sam, 2017, Case Studies in  Sport Diplomacy, West Virginia University: FiT Publishing.

Emilia Bratu, 2018, Why the 2018 Asian Games Is a Breakthrough for Esports, Qualitance, tersedia di https://qualitance.com/blog/2018-asian-games-esports-breakthrough/, diakses pada 30 Juli 2020.

James Birt, 2018, Esports Are Shifting The Focus Of Australia’s Sporting Passion, The Conversation, tersedia di https://theconversation.com/esports-are-shifting-the-focus-of-australias-sporting-passion-93076, diakses pada 29 Juli 2020.

Joseph S. Nye Jr, 2004, The Benefits of Soft Power, Harvard Business School, tersedia di https://hbswk.hbs.edu/archive/the-benefits-of-soft-power, diakses pada 30 Juli 2020.

Sergey Yakimenko, 2020, The Most Popular Tournaments of April, Esport Chart, tersedia di https://escharts.com/blog/report-april-2020, diakses pada 30 Juli 2020.

Stuart Murray dan James Birt, 2019, eSports Diplomacy: From Threat To Opportunity, The University of Edinburgh, tersedia di https://www.blogs.hss.ed.ac.uk/sport-matters/2019/01/30/esports-diplomacy-from-threat-to-opportunity/, diakses pada 28 Juli 2020.

Yuni Astutik, 2019, Juara Dunia PUBG Mobile, Bigetron RA Kantongi Rp 2,8 M, CNBC Indonesia, tersedia di https://www.cnbcindonesia.com/tech/20191202191658-37-119712/juara-dunia-pubg-mobile-bigetron-ra-kantongi-rp-28-m, diakses pada 30 Juli 2020.
Yuslianson, 2019, EVOS Legends Juarai Mobile Legends World Championship 2019, Gondol Rp 1,1 Miliar, Liputan6, tersedia di https://www.liputan6.com/tekno/read/4113433/evos-legends-juarai-mobile-legends-world-championship-2019-gondol-rp-11-miliar, diakses pada 30 Juli 2020.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *