Mauritus dan Upaya India Membangun Hegemoni di Samudra Hindia

0

Perdana Menteri India Narendra Modi (kanan) dan Perdana Menteri Mauritus Pravind Kumar Jugnauth (kiri) pada pertemuan bilateral di tahun 2019. Foto: Manish Swarup/AP

India dan Mauritus berjarak 5,110 km jauhnya dengan India yang terletak di Asia Selatan sedangkan Mauritus merupakan negara kecil yang terletak di Samudra Hindia. Meski begitu, hubungan kerja sama antara kedua negara terjalin begitu erat. India bahkan menyebut bahwa Mauritus adalah “saudara jauh” karena besarnya populasi keturunan India yang besar di negara tersebut. Hubungan diplomatik India–Mauritus secara resmi terjalin pada tahun 1948. Akan tetapi, Mauritus sebenarnya sudah bekerja sama di bidang ekonomi dengan India sejak 1730 (selain dengan Belanda, Prancis dan Inggris berturut-turut). 

Berdasarkan konteks yang ada di tahun 1820-an, tepatnya di masa penjajahan Inggris terhadap India, banyak penduduk/pekerja India yang didatangkan ke Mauritus untuk bekerja di perkebunan. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan Inggris saat itu dalam memanfaatkan penduduk India. Sejarah mencatat bahwa gelombang pekerja India pertama dibawa oleh kapal ”Atlas” yang membawa migrasi pekerja sebanyak sekitar setengah juta penduduk India ke Mauritus antara tahun 1834 hingga dekade awal abad ke-20. Banyak dari mereka yang pada akhirnya memilih menetap dan menjadi warga negara Mauritus. Pada akhirnya mempengaruhi demografi Mauritus dan hingga saat ini tercatat hampir 60% populasi Mauritus merupakan etnis India (Mofa India, 2013).

Kerja Sama Keamanan Strategis
India menunjukan ketertarikannya dalam peran sebagai penyedia keamanan di Samudra Hindia. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi dan militer yang besar, India telah berusaha untuk memperkuat posisi dengan memanfaatkan hubungan bersejarahnya dengan negara-negara pesisir di kawasan tersebut melalui penyediaan pelatihan militer, peralatan pertahanan, ataupun penasehat keamanan, termasuk di Samudra Hindia Barat Daya. Upaya India sebagian besar diarahkan untuk membuat pengaruh India lebih terlihat dalam urusan strategis kawasan yang tampaknya diselimuti oleh meningkatnya serbuan Tiongkok ke kawasan tersebut (Chinmoyee, 2019).

Diwakar (2021) menjelaskan bahwa Samudra Hindia menjadi zona persaingan strategis yang sangat penting bagi India untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan tersebut. Mengingat agresivitas pengaruh Tiongkok di Samudera Hindia, untuk mempertahankan pengaruhnya, India memilih untuk membangun hubungan kerja sama dengan negara-negara kepulauan di kawasan tersebut, seperti Mauritus. Hal ini merupakan langkah strategis dalam memanfaatkan kesamaan etnis dari penduduk Mauritus yang didominasi oleh etnis India.

Hal ini terlihat secara empiris dari investigasi Aljazeera yang mengungkap bahwa India sedang membangun pangkalan militer di Pulau Agalega Utara, sebuah pulau di ujung utara Mauritus. Pangkalan militer ini terlihat menyediakan pelabuhan dan bandar udara yang diduga kuat merupakan pangkalan militer India. Walaupun terdapat bantahan dari Mauritus dan India mengenai agenda militer di Pulau Agalega Utara namun pakar keamanan memiliki konsensus sebaliknya.

Pembangunan fasilitas militer bagi India juga mencerminkan bahwa Mauritus menjadi bagian integral dari tujuan diplomasi laut India. Mauritus yang terletak di barat daya Samudra Hindia ini terdiri dari empat pulau, yakni Mauritus, Rodrigues, Saint Brandon, dan Agalega. Pulau Agalega Utara yang terletak Sekitar 1.122 km sebelah utara pulau utama Mauritus dengan populasi 300 orang ini telah menjadi tempat yang strategis untuk mendukung proyek keamanan India di Samudra Hindia.

Hubungan bilateral India–Mauritus yang sudah lama terbangun juga mendukung kerja sama di bidang militer. Pembangunan pangkalan militer ini dimulai pada 2015 dengan terbentuknya kerja sama untuk “meningkatkan konektivitas laut dan udara” di Kepulauan Mauritus Luar. Dampaknya, hubungan kedua negara tersebut menjadi semakin erat dengan adanya beragam agenda seperti kunjungan diplomatik tingkat tinggi, kredit untuk proyek infrastruktur, serta operasi patroli dan pengawasan bersama. Laporan Mauritus Times awal tahun ini menggambarkan bagaimana investasi India dikaitkan erat dengan kondisi geopolitik Samudra Hindia yang menjadi peluang dan juga tantangan bagi hubungan India–Mauritus.

India-Mauritus Economic Cooperation and Partnership Agreement (CECPA)

Selain aspek keamanan, kerja sama ekonomi juga menjadi aspek penting dalam kerja sama India–Mauritus. Kawasan ini menjadi fokus India dalam melihat seberapa strategisnya jalur dagang di Samudra Hindia yang sudah dibanjiri produk Tiongkok. Oleh karena itu, perjanjian yang dilakukan dinilai sebagai batu loncatan bagi India untuk menguatkan pengaruh di Afrika. Pada 22 Februari 2021 lalu, penandatanganan India–Mauritus Economic Cooperation and Partnership Agreement (CECPA)—yang tercatat merupakan perjanjian dagang pertama India dengan Afrika—bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara kedua negara baik dalam bentuk barang maupun jasa. Selain itu, hal ini dinilai menjadi langkah strategis bagi India dalam mendukung pengembangan kemitraan yang lebih kuat dengan Mauritus (Mishra, A., 2021).

Perjanjian ini diharapkan dapat menstimulasi kerja sama ekonomi di 25 sektor utama, di antaranya seperti farmasi, agroindustri, UKM, manufaktur, ekonomi kelautan, teknologi informasi, dan jasa keuangan. Dalam perjanjian tersebut, alon importir dan eksportir dari kedua negara dituntut untuk memenuhi persyaratan aturan dan menyerahkan sertifikat atau deklarasi asal, dan surat keterangan asal wajib diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dari kedua pihak. 

Dalam kasus Mauritus, otoritas yang berwenang adalah Departemen Bea Cukai Otoritas Pendapatan Mauritus (MRA). Perjanjian menetapkan bahwa ekspor lebih dari 615 produk dari Mauritus akan mendapat keuntungan dari liberalisasi tarif 76 produk akan mendapat manfaat dari akses bebas bea, 127 produk (gula, rum, buah, anggur) akan menghadapi pengurangan tarif. Lalu, 112 produk akan mendapat manfaat dari penurunan tarif di bawah sistem kuota tingkat tarif, termasuk 7,5 juta potong garmen, dan 7000 ton tuna kalengan yang akan masuk ke pasar India bebas bea masuk. Di samping itu, lebih dari 310 produk asal India akan mendapat manfaat dari liberalisasi bea dan 88 produk yang termasuk rempah-rempah, suku cadang otomotif, dan perabot kayu akan diperdagangkan di bawah kuota tingkat tarif yang menguntungkan (Ghosh, 2020).

Selain dalam bentuk barang, sektor jasa merupakan salah satu perhatian dari perjanjian ini. Kerja sama di sektor jasa bertujuan untuk mendukung misi India dalam menjadikan Mauritus sebagai negara terdepan dalam sektor pendidikan tinggi di kawasan Samudra Hindia. Dengan memanfaatkan sumber daya manusia India yang terbilang sangat kompeten, perjanjian sektor jasa ini diproyeksikan dapat memacu perkembangan akademik di Mauritus di berbagai bidang termasuk kedokteran, arsitektur, dan akuntansi.

Cakupan perdagangan jasa penting karena kedua negara memiliki kepentingan yang kuat untuk mempromosikan pengembangan sektor jasa mereka. India sepakat untuk menyediakan akses pasar untuk layanan Mauritus di sekitar 95 subsektor, termasuk layanan profesional, bisnis dan keuangan, serta layanan telekomunikasi. Hal ini menjadi keuntungan besar bagi India yang berniat menjajaki pasar kawasan tersebut yang dinilai sebagai langkah penting untuk mengamankan pasar Mauritus dari ekspansi produk Tiongkok (Kapur, 2021).

Faktor Determinasi Tiongkok di Kawasan

Mayoritas akademisi hubungan internasional menilai bahwa ekspansi pengaruh India ke kawasan Samudra Hindia didorong oleh agresivitas Tiongkok di kawasan tersebut yang semakin prevalen baik secara ekonomi maupun militer. Pendirian pangkalan militer luar negeri perdana Tiongkok di Djibouti pada tahun 2017 menjadi titik determinasi penting. Dengan ini, Tiongkok dianggap semakin kuat di Afrika, sehingga menjadi ancaman yang mendorong pemerintah India mulai melakukan inisiatif counter strategy dengan bekerja sama dengan saudara lama mereka, yakni Mauritus.

Hal tersebut diperkuat dengan bergabungnya India dalam kerja sama “Quad” yang beranggotakan Australia, India, Jepang, dan AS untuk menangkal pengaruh Tiongkok yang kian berkembang di kawasan tersebut. Faktor multipolaritas menjadi pendorong urgensi India untuk menjalin kerja sama di kawasan Samudra Hindia seperti Mauritus dan Maladewa, kemitraan dengan negara tersebut dinilai sebagai bagian integral untuk mencapai agenda keamanan maritim India di kawasan. Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar menekankan bahwa India akan selalu menjadi mitra keamanan yang dapat diandalkan oleh Mauritus di samping menggaungkan sentimen persaudaraan di antara kedua negara tersebut. Ia menilai bahwa New Delhi harus mencoba melihat hubungan seperti itu dari lensa keamanan-sentris, mengingat juga perlu mempertimbangkan banyak faktor dalam proyek kerja sama strategis terlebih mengenai keamanan (Rajagopalan, 2021).

Tidak hanya di kawasan Samudra Hindia, kehadiran Tiongkok dalam aspek keamanan juga semakin terasa di Samudra Pasifik. Negara-negara Pasifik seperti Australia dan Selandia Baru juga dibuat gusar pasca Tiongkok menjalin kerja sama dengan Kepulauan Solomon. Walaupun hingga saat ini kedua negara menyangkal rencana pembangunan pangkalan militer Tiongkok di kepulauan tersebut, tetapi sumber informasi lain membocorkan bahwa Kepulauan Solomon sebenarnya memiliki kerja sama militer yang komprehensif. Perjanjian tersebut memungkinkan Tiongkok untuk melakukan mobilisasi militer ke wilayah Solomon dengan dalih upaya peacekeeping. Kerja sama keamanan Tiongkok–Kepulauan Solomon ini juga disertai dengan kerja sama ekonomi berupa investasi dan bantuan dari Tiongkok. 

Seiring berjalannya waktu, negara-negara tidak hanya sebatas lagi menjaga kedaulatan dan keamanan internal mereka. Akan tetapi, juga berlomba-lomba untuk mempertahankan dan bahkan membangun pengaruhnya di kawasan atau negara lain, salah satunya di bidang militer dengan membangun pangkalan militer ekstrateritorial. Maka tidak heran jika Tiongkok pun mulai menunjukkan pengaruhnya di bidang militer dan ekonomi dan dipergunakan sebagai daya tawar Tiongkok dalam menjalin kerja sama dengan negara lain.

Jika melihat hubungan kerja sama antara India dan Mauritus, selain ditempuh melalui jalan ekonomi dan investasi, faktor kedekatan etnis dan budaya menjadi keuntungan yang dimanfaatkan India dengan baik untuk melancarkan kepentingannya. Contohnya, pembangunan pangkalan militer di kawasan Samudra Hindia. Meskipun langkah India tidak seagresif Tiongkok, kerja sama militer dengan Mauritus membuka jalan bagi India untuk merespons dinamika geopolitik di kawasan dan menjadi landasan awal upaya India membangun kekuatan militer ekstrateritorial (Patricia, 2022).

Kesimpulan

Faktor sejarah dan dan juga kedekatan secara etnis menjadi faktor penting bagaimana India dan Mauritus dapat menjadi mitra kerja sama yang erat. Hal ini ditambah dengan kondisi eskalasi geopolitik mendorong negara-negara untuk mencapai tujuan strategis melalui kerja sama. Dengan memanfaatkan beberapa faktor tersebut, India berusaha melakukan counter hegemony terhadap Tiongkok di kawasan Samudera Hindia melalui kerja sama ekonomi dan keamanan sebagai langkah memperkuat pengaruh India di Afrika.

Pembangunan pangkalan militer India di Pulau Agalega Utara tentu menyita perhatian. Agenda militer pertama India di luar negeri ini mengukuhkan India sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan militer ekstrateritorial. Apabila proyek ini berhasil, akan menjadi keberhasilan besar bagi upaya diplomasi maritim dan menjadi langkah strategis India dalam membendung hegemoni Tiongkok di kawasan tersebut melalui keuntungan yang diperoleh dari hasil kerja sama di antara dua negara yang memiliki kesamaan etnis dan budaya.

Muhammad Rizky Mahendra merupakan lulusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pasundan. Dapat ditemui di instagram dengan nama pengguna @mahendra.rizky23

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *